Produksi Garam Nasional Diperkirakan Merosot 1,4 Juta Ton
Produksi garam nasional mulai terancam. Cuaca yang tidak menentu dan harga jual yang jatuh membuat sebagian petani garam di sejumlah daerah berhenti produksi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Anwar (43), petani garam tradisional di Desa Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (9/92020), bekerja di dapur garam milik sendiri. Usaha garam itu menjadi penopang kehidupan keluarganya.
JAKARTA, KOMPAS — Produksi garam nasional tahun ini diprediksi turun karena mundurnya musim produksi dan pandemi Covid-19. Pemerintah merevisi target produksi garam tahun ini dari 2,9 juta ton menjadi tinggal 1,5 juta ton.
Tahun ini, musim produksi garam rakyat dimulai sejak Juli dan diprediksi berakhir pada Desember. Musim produksi itu mundur dari biasanya yang dimulai pada Juni.
Saat ini, sebagian petani garam berhenti berproduksi karena harga jual garam terus anjlok. Kondisi cuaca juga kurang optimal untuk memproduksi garam.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhamad Hasan, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (22/8/2020), mengatakan, produksi garam rakyat tahun ini menghadapi dilema. Kondisi cuaca panas tidak sebagus tahun lalu dan harga panen garam rakyat terus anjlok sehingga tidak menutup ongkos produksi.
Harga jual panen garam saat ini masih berada pada kisaran Rp 250-Rp 350 per kilogram (kg) di tingkat petambak. Sementara itu, ongkos produksi garam berkisar Rp 450-Rp 550 per kg. Ongkos produksi menjadi semakin mahal jika lokasi tambak jauh dari jalan raya karena harus memperhitungkan biaya angkut.
”Harga jatuh menjadi preseden bagi petani garam berhenti produksi. Banyak lahan saat ini enggak digarap,” kata Hasan.
Harga jatuh menjadi preseden bagi petani garam berhenti produksi. Banyak lahan saat ini enggak digarap.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Petani memanen garam di Kecamatan Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (7/8/2020). Pandemi membuat produksi garam yang seharusnya dimulai pada bulan Mei baru berlangsung pada Juli. Saat ini, beberapa ladang mulai panen dan garam yang dihasilkan dijual seharga Rp 30.000 per 50 kilogram.
Kondisi itu diperburuk dengan penumpukan stok garam sisa produksi tahun lalu yang masih belum terserap. Beberapa industri masih menyerap garam, tetapi kapasitas serapannya sangat rendah. Sejumlah petani khawatir stok garam konsumsi yang terus dibiarkan menumpuk akan menambah hancur harga hasil panen garam tahun ini.
Asmuni, petani garam di Desa Karanganyar, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menyebutkan, 6 hektar (ha) dari 24 ha tambak garam miliknya tidak lagi digarap tahun ini. Biaya produksi garam yang semakin tinggi, termasuk upah tenaga kerja, jauh melebihi harga jual garam yang terus anjlok.
Selama ini, ia sudah menggunakan geomembran pada tambak garamnya untuk mendorong kualitas produksi. Sekalipun sudah mengeluarkan biaya tambahan untuk penggunaan geomembran, harga jual garam tetap jatuh.
Sekalipun sudah mengeluarkan biaya tambahan untuk penggunaan geomembran, harga jual garam tetap jatuh.
Semula, Asmuni berencana membeli tambahan geomembran untuk produksi garam tahun ini. Namun, rencana itu batal karena hasil produksi merugi.
”Baru tahun ini sebagian tambak garam saya berhenti produksi karena (harga garam) enggak nutup ongkos (produksi). Petani garam sekarang susah. Harga ambruk, kerja enggak dapat apa-apa,” ujarnya.
Ia menambahkan, hasil panen garam tahun ini juga tidak sebanyak tahun lalu karena kendala cuaca. Oleh karena itu, ia memutuskan mengoptimalkan penjualan stok garam sisa produksi tahun lalu yang masih belum terserap pabrik dan perusahaan pengolah garam.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Ladang garam prisma milik Arifin Jami’an dilihat dari udara di Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Jumat (3/7/2020). Pengolahan garam dengan metode rumah prisma tersebut memungkinkan Arifin panen sepanjang tahun. Garam hasil olahannya dijual Rp 900 per kilogram.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, realisasi produksi garam nasional pada 2019 sebesar 2,9 juta ton, meliputi garam rakyat 2,5 juta ton dan PT Garam sekitar 400.000 ton. Tahun ini, produksi garam rakyat diproyeksikan turun menjadi 2,3 juta-2,5 juta ton, meliputi 1,8 juta ton garam rakyat dan PT Garam 500.000 ton.
Target direvisi
Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda mengatakan, target produksi garam tahun ini kembali direvisi turun dari target awal. Target produksi diperkirakan hanya 1,5 juta ton tahun ini atau 51,72 persen dari realisasi produksi garam tahun lalu.
”Target awal 2,9 juta ton kami revisi dengan mempertimbangkan kondisi cuaca dan pandemi Covid-19,” katanya.
Target produksi diperkirakan hanya 1,5 juta ton tahun ini. Target awal 2,9 juta ton kami revisi dengan mempertimbangkan kondisi cuaca dan pandemi Covid-19.
Huda mengatakan, stok garam rakyat sisa produksi tahun lalu masih melimpah, sedangkan harga garam di tingkat petambak saat ini anjlok. Stok garam saat ini sekitar 650.000 ton.
Untuk mengatasi kendala serapan garam rakyat, KKP berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat dengan pengadaan pabrik pencuci garam dan mesin pencuci garam. Proyek percontohan mesin pengolah garam dengan kapasitas 20 ton per hari itu diharapkan meningkatkan kualitas garam setara kebutuhan bahan baku industri.
Pembangunan mesin pengolah garam dilaksanakan di tujuh wilayah, antara lain Bima, Rembang, Brebes, Karawang, Tuban, dan Sampang.