Pelaku UMKM Disediakan Tempat Berjualan di Sentra Wisata Kuliner Surabaya
Di kala pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya menggenjot roda perekonomian masyarakat, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk memberikan berbagai stimulus kepada sektor ini.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS —Di kala pandemi Covid-19, Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya menggenjot roda perekonomian masyarakat, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Berbagai stimulus diberikan kepada sektor ini karena sektor ini mengalami penurunan omzet sejak virus korona merebak pada pertengahan Maret 2020.
Rangsangan yang diberikan Pemerintah Kota Surabaya tidak berupa bantuan modal kerja, tetapi peluang pasar dengan menyediakan tempat berjualan di Sentra Wisata Kuliner (SWK) dan Surabaya Square (gerai atau pusat oleh-oleh yang seluruh produknya hasil UMKM Surabaya). Saat ini, SWK sudah ada di sekitar 35 lokasi, sedangkan Surabaya Square ada 11 titik.
Hampir semua pedagang atau pelaku UMKM yang terdampak dengan pembangunan direlokasi ke SWK, yang lokasinya tidak jauh dari lokasi lama.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, sesuai dengan konsepnya, SWK bertujuan untuk menampung atau tempat UMKM yang direlokasi dari wilayah terdekat akibat pembangunan jalan, saluran air, bahkan jembatan.
Ketika Pemkot Surabaya membangun jalan di atas saluran air, banyak pedagang yang selama ini berjualan di sekitar proyek harus dipindah. ”Hampir semua pedagang atau pelaku UMKM yang terdampak dengan pembangunan direlokasi ke SWK yang lokasinya tidak jauh dari lokasi lama,” ujar Eri Cahyadi, Sabtu (22/8/2020).
SWK yang sudah dikembangkan oleh Pemkot Surabaya, antara lain, di Convention Hall, Karah, Dharmahusada, Wiyung, Babat Jerawat, dan Hutan Mangrove Wonorejo. Sementara Surabaya Square, antara lain, berada di gedung Siola di Jalan Tunjungan, Jalan Ir Soekarno (MERR), Balai Kota Surabaya, dan di Pasar Genteng.
Sentra PKL atau SWK itu, menurut Eri Cahyadi, merupakan salah satu upaya Pemkot Surabaya untuk mengokohkan keberadaan pelaku UMKM. Pemkot Surabaya selalu mempersiapkan dahulu lokasi usaha baru dengan konsep kekinian, baru menggarap proyek di tempat yang lama sehingga tidak ada jeda dalam menjalankan usaha bagi pelaku UMKM.
Sentra PKL atau SWK merupakan wujud kepedulian Pemkot Surabaya dalam pemberdayaan masyarakat. Sebab, dalam proses pembangunan, tentu ada warga yang terdampak, terutama pedagang. Karena itu, mereka mendapat solusi atas permasalahan dampak dari pembangunan tersebut. ”Jadi tidak asal gusur, tapi diberi solusi dahulu berupa penampungan atau bahkan tempat usaha baru. Setelah itu, proyek dikerjakan,” katanya.
Selama pandemi Covid-19 otomatis omzet penjualan pedagang di SWK mengalami penurunan yang drastis, terutama ketika Kota Surabaya menjalani Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya bersama Sidoarjo dan Gresik. Mulai saat itu, pedagang di SWK tidak diperbolehkan menerima pembeli di tempat. Ketentuan itu otomatis berdampak pada omzet penjualan para pedagang.
Karena itu, kemudian Pemkot Surabaya mengambil langkah cepat agar penjualan para pedagang, khususnya UMKM, itu tetap berjalan. Salah satunya ialah menerapkan sistem penjualan take away di SWK, termasuk berjualan alam jaringan. ”Kini sudah diperbolehkan menerima pembeli di tempat, tetapi dengan catatan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat,” ujar Eri Cahyadi.
Di samping itu, untuk meringankan beban para pedagang SWK karena dampak pandemi, pemkot juga membebaskan biaya retribusi selama tiga bulan, yakni April, Mei, dan Juni 2020. Tujuannya tak lain agar roda perekonomian para pedagang di SWK itu tetap berputar.
”Jadi dibebaskan retribusi karena penghasilan mereka di bawah Rp 2,5 juta per bulan. Sesuai peraturan, jika omzet pedagang dalam satu bulan di bawah Rp 2,5 juta, wajib dilakukan pembebasan retribusi,” katanya.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Surabaya Widodo Suryantoro menyatakan bahwa sistem single (tunggal) kasir telah lama berjalan di beberapa SWK Surabaya. Ini bertujuan untuk memantau transaksi penjualan di setiap SWK tersebut, apakah naik atau menurun, sehingga kemudian pemkot bisa segera sigap mencari solusi atas permasalahan itu.
Memulihkan
Menurut Widodo, untuk memulihkan ekonomi di Surabaya di masa pandemi, harus dilakukan secara komprehensif. Alasannya hampir semua sektor terdampak pandemi dan terutama para pelaku UMKM. ”Memang penanganannya harus komprehensif karena semua lini terdampak. Sesuai tugas pokok dan fungsi dinas koperasi, maka usaha mikro-diintervensi,” ujarnya.
Upaya lain menyelamatkan pelaku UMKM, Pemkot Surabaya mendorong warga agar memanfaatkan lahan kosong di sekitarnya untuk menanam tumbuhan pendamping beras. Gerakan menanam ketela pohon, ketela rambat, tales, sukun, dan pisang sekaligus melatih warga agar sehari-hari tidak hanya menjadikan beras sebagai makanan pokok.
”Saya juga belajar bagaimana makanan beras bisa dicampur, semisal membuat resep mi dari talas dengan bahan baku ketela pohon, bahkan dari ketela rambat. Dengan cara demikian, secara bertahap warga kelak bisa menyantap makanan selain beras,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Menurut Risma, kebutuhan beras warga Surabaya setiap bulan sekitar 16.682.060 kilogram atau 16,682 ton. Berdasarkan kebutuhan ini, perlu dipersiapkan antisipasi bahan pangan pengganti beras karena selama pandemi Covid-19 ada kecenderungan berkurangnya bahan pangan di masyarakat.
Lahan kosong
Langkah antisipasi itu, antara lain, Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan penanaman di beberapa titik lokasi dengan memanfaatkan lahan kosong milik warga dan memanfaatkan lahan kosong milik Pemkot Surabaya. Lokasi itu, antara lain, bekas tanah tukar guling atau bekas tanah ganjaran (bekas tanah kas desa) kini mulai ditanami pisang, sukun, padi, ketela rambat, dan talas.
Di samping itu, pemkot juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak yang memiliki lahan kosong atau lahan tak terpakai bisa dimanfaatkan. Lahan tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai lokasi penanaman, termasuk di tepi sungai.
Berbagai langkag ditempuh untuk menggerakkan sektor UMKM, termasuk menggelar pelatihan secara dalam jaringan (daring/online) dan berdagang daring termasuk bazar secara daring setiap pekan. Cara lain, akan digelar bazar secara daring di setiap kelurahan dengan mengutamakan pedagang dan pembeli di wilayah terdekat.