Warga Jabodetabek Manfaatkan Hotel sebagai Tempat Liburan
Tren menginap di hotel atau ”staycation” terjadi selama momen libur panjang pada pertengahan Agustus 2020. Tren ini turut dipicu turunnya harga sejumlah hotel di pusat kota.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian warga Jakarta dan sekitarnya melewatkan liburnya dengan menginap di hotel. Hal ini terlihat semasa libur sekitar perayaan Hari Kemerdekaan, tahun baru Islam, dan cuti bersama. Liburan ini menjadi pilihan selama pandemi Covid-19 karena tarif kamar lebih murah daripada tarif biasanya.
Sejumlah warga di Jakarta Pusat, misalnya, mengincar tujuan untuk singgah di hotel atau staycation pada Jumat (21/8/2020) siang. Sebagian orang tampak menunggu di deretan hotel sekitar Jalan Wahid Hasyim, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Dewi Rachmawati (30), warga dari Jakarta Timur, bermaksud staycation dengan suami karena mendapat harga sangat murah untuk hotel setingkat bintang empat. Dia membayar sekitar Rp 300.000 per malam, dari biasanya bertarif sekitar Rp 700.000 per malam. ”Karena hotel dekat pusat kota, saya dan suami berencana olahraga pagi di sekitar Sudirman-Thamrin. Kalau cari makanan pun lebih mudah karena dekat pusat kota. Paling begitu saja, sih, liburan kami pas lagi Covid-19 begini,” tuturnya.
Sofie Kamila (28) juga memilih staycation di salah satu hotel berbintang tiga wilayah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Sofie bersama keluarganya memilih staycation demi menghindari aktivitas bersih-bersih di rumah. ”Niatnya memang karena harga hotel sedang murah dan pembantu di rumah sedang pulang. Jadi, sekalian keluarga kumpul di hotel saja,” ujarnya.
Tidak hanya di Jakarta, fenomena serupa terjadi di wilayah penyangga yang tergabung dalam kawasan Jabodetabek, Jakarta-Bogor-Depok,Tangerang-Bekasi. Arief (50), warga Depok, Jawa Barat, bersama keluarga juga menginap di hotel berbintang empat karena harganya terjangkau. ”Saya rencana menginap semalam saja dengan istri. Kebetulan hotelnya sangat murah, punya pemandangan bagus di sekitar Dukuh Atas,” ucapnya.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha hotel di Jakarta saat ini sedang mati-matian meningkatkan jumlah okupansi selama pandemi Covid-19. Sejumlah hotel favorit di pusat kota, misalnya, menurunkan tarif hingga separuh harga di beberapa portal pemesanan daring.
”Untuk di Jakarta memang ada kenaikan jumlah okupansi, tetapi mungkin hanya di hotel-hotel favorit dan pusat kota saja. Karena harga yang murah, sebagian orang mungkin tertarik untuk mencoba staycation di sana. Tetapi, sejauh yang saya lihat, jumlah okupansi hotel secara total di Jakarta hanya berkisar 20 persen pekan ini,” papar Hariyadi.
Hariyadi merinci, okupansi 20 persen pekan ini terhitung masih sangat sedikit di Jakarta. Sebagai gambaran, apabila ada sekitar 200.000 kamar yang disediakan hotel berbintang se-Jakarta, berarti hanya sekitar 40.000 kamar yang terisi saat ini. Dia memprediksi, hanya hotel-hotel favorit di pusat kota yang masih bisa cukup menjaga okupansi.
Ia mencontohkan, Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta yang memiliki total 721 kamar kini hanya mengoperasikan sekitar 150 kamar. Itu pun tidak semuanya terisi, disesuaikan lagi dengan kebutuhan yang ada setiap hari. ”Unit bisnis kami yang biasa laris pada kegiatan rapat dan acara lain di hotel kini harus memutar otak untuk terus menjalankan bisnis,” katanya.
General Manager Mercure Hotel Cikini Lisa Sanjoyo juga mengatakan, unit bisnisnya pada pekan ini terisi sekitar 20 persen dari total 197 kamar. Acara-acara dan rapat pemerintahan di hotel hampir tidak ada sama sekali karena banyak yang bekerja dari rumah (work from home).
”Kami memasang sejumlah promo, seperti diskon setengah harga untuk keluarga setelah pembelian kedua. Selain itu, ada promo pesan sekarang, menginap nanti bagi kalangan pengunjung tertentu. Tidak lupa, kami menjalankan protokol kesehatan Covid-19,” ujar Lisa kepada Kompas, Jumat sore.
Hariyadi menyebutkan, jumlah okupansi sejumlah hotel di wilayah Jawa Barat justru sedang naik selama periode libur panjang saat ini. Berdasarkan laporan PHRI, tingkat okupansi sejumlah hotel di wilayah Bandung, Lembang, Garut, serta Puncak pekan ini diperkirakan bisa sampai 60 persen.
Tren tersebut sejalan dengan jumlah kendaraan yang meninggalkan Jakarta pada periode 19-20 Agustus 2020. Menurut catatan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, sebanyak 317.154 kendaraan meninggalkan Jakarta pada dua hari itu dari sejumlah gerbang tol. Angka tersebut adalah kumulasi arus lalu lintas dari Gerbang Tol Cikupa, Gerbang Tol Ciawi, Gerbang Tol Cikampek, dan Gerbang Tol Kalihurip Utama.
”Total volume lalu lintas kendaraan yang meninggalkan Jakarta naik 32,2 persen dibandingkan saat normal. Adapun hampir 50 persen kendaraan keluar ke arah Cikampek dan Kalihurip Utama serta masing-masing sekitar 20 persen menuju gerbang tol lain,” ujar Dwimawan Heru, Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga, melalui keterangan tertulis.
Terkait situasi ini, dosen dan peneliti Center for Metropolitan Studies (Centropolis) Universitas Tarumanagara, Suryono Herlambang, mewanti-wanti bahwa kondisi liburan bisa memicu lonjakan kasus Covid-19. Sebab, sejumlah pola lonjakan serupa terjadi sebelumnya saat hari raya Idul Adha.
”Saat hari libur panjang, warga juga kerap lupa dengan penerapan protokol kesehatan. Banyak ditemukan orang yang lupa bermasker dan menjaga jarak. Situasi ini membuat risiko penularan semakin tinggi," katanya, Kamis (20/8/2020).