Menunggu Momentum Kebangkitan Pasar Modal di Paruh Kedua
Pandemi Covid-19 mengepung dunia. Kondisi ekonomi menjadi serba tak pasti. Sentimen internal dan eksternal bisa memengaruhi kondisi sektor keuangan di dalam negeri.
Pandemi Covid-19 yang meluas ke seluruh dunia berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Kepanikan pelaku pasar dalam memandang masa depan kondisi perekonomian sempat membuat bursa saham global babak belur.
Namun, menjelang akhir paruh pertama 2020, bursa saham dunia perlahan menunjukkan tanda-tanda pulih. Stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah di berbagai penjuru dunia untuk meredam dampak pandemi telah membangkitkan optimisme pemulihan ekonomi global.
Salah satu tanda pemulihan ekonomi global terlihat dari perekonomian Amerika Serikat yang mulai bangkit setelah tersungkur hingga mengalami resesi pada triwulan II-2020. Sentimen positif ini membuat indeks Dow Jones dan S&P 500 di bursa saham AS mencatat penguatan secara teratur.
Penguatan yang terjadi pada bursa saham global turut mengerek bursa saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menghijau dalam perdagangan sepekan secara beruntun.
Pada penutupan perdagangan terakhir sebelum libur dan cuti bersama, Rabu (19/8/2020), IHSG terkoreksi 0,42 persen atau 22,3 poin ke level 5.272,81. Namun, dalam tiga bulan terakhir, IHSG menguat 14,91 persen.
Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, menilai, sentimen yang justru akan menentukan pergerakan IHSG di sisa paruh kedua tahun 2020 adalah seberapa cepat stimulus pemerintah dapat terserap. Selain itu, perlu dilihat dampak positifnya bagi perekonomian domestik.
Pada akhir Juli 2020, penyerapan anggaran penanganan Covid-19 masih sangat rendah, yakni hanya 19 persen atau Rp 136 triliun dari alokasi dana Rp 695 triliun yang disediakan pemerintah. Dampak penggunaan dana yang masih kecil ini belum terlihat.
”Jika stimulus terlambat digelontorkan atau tidak direspons masyarakat, perbaikan ekonomi akan berpotensi berlangsung lebih lama,” ujarnya.
Baca juga : Konfirmasi Indonesia Positif Korona Benamkan Pasar Modal
Di sisi lain, lanjut Reza, jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali diperketat, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, IHSG akan kembali anjlok. Pelaku pasar mengkhawatirkan aktivitas bisnis berjalan terbatas sehingga produktivitas dunia usaha dan industri akan menurun.
Akan tetapi, tetap perlu diingat, perkembangan penanganan Covid-19 di dalam negeri akan menentukan arah pergerakan bursa saham Indonesia.
Perkembangan penanganan Covid-19 di dalam negeri akan menentukan arah pergerakan bursa saham Indonesia.
Direktur CSA Institute Aria Santoso mengingatkan, saat ini kasus baru Covid-19 yang secara harian terus meningkat masih meniupkan angin pesimistis ke pasar Indonesia.
Sejak awal tahun 2020 hingga Rabu (19/8/2020), investor asing masih membukukan penjualan bersih Rp 23,62 triliun. Rata-rata transaksi harian pada 2020 mencapai Rp 4 triliun.
”Setelah lepas dari masa laporan keuangan pada akhir Agustus akan terlihat sektor dan emiten mana saja yang masih cukup kuat bertahan serta akan terbaca juga proyeksi pemulihan triwulan III dan IV untuk memudahkan penyeimbangan kembali portofolio,” ujarnya.
Unjuk gigi
Apabila dilihat lebih lanjut, aliran modal investor asing yang keluar dari pasar modal tidak terlalu dikhawatirkan otoritas bursa. Sebab, investor dan pelaku industri lokal kian unjuk gigi dan menjadi tuan rumah di pasar modal Indonesia. Indikatornya, antara lain, tecermin melalui porsi kepemilikan efek oleh investor domestik.
Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 30 Juli 2020, total aset sebesar Rp 3.819,37 triliun. Dari jumlah itu, porsi investor lokal 58,22 persen, sedangkan investor asing 41,78 persen. Porsi investor domestik terus merangkak naik dari posisi 40,71 persen pada 2014.
Dari sisi jumlah investor, KSEI mencatat 3,02 juta identifikasi investor tunggal (single investor identification/SID) hingga akhir bulan Juli 2020.
Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo menyebutkan, laju pertumbuhan investor di pasar modal 21,66 persen sepanjang Januari-Juli 2020. Hal itu didorong penyederhanaan proses pembukaan rekening efek yang diinisiasi KSEI.
Sejalan dengan pertumbuhan jumlah investor domestik, nilai perdagangan saham juga kian didominasi pemodal lokal. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi nilai transaksi saham investor domestik mencapai 56,79 persen pada 2015 dan di atas 60 persen pada 2016-2019.
Sampai dengan penutupan perdagangan pada Rabu (19/8/2020), proporsi investor lokal dan investor asing dalam perdagangan saham 63 persen berbanding 37 persen.
Direktur Utama Danareksa Sekuritas Friderica Widyasari Dewi menambahkan, frekuensi perdagangan saham meningkat selama penerapan bekerja dari rumah pada masa pandemi Covid-19.
Investor lokal menjadi bantalan yang tepat sehingga rata-rata transaksi harian di bursa masih bisa di atas Rp 7 triliun pada masa krisis global.
”Hal ini positif karena investor ritel domestik merupakan bantalan yang menopang IHSG tidak jatuh lebih dalam ketika investor asing ramai-ramai keluar dari pasar negara berkembang,” ujarnya.
Likuiditas pasar modal yang terjaga akibat kehadiran investor domestik juga mendorong perusahaan berbondong-bondong mencari alternatif pembiayaan di pasar modal. Mereka tetap menawarkan saham perdana di tengah pandemi Covid-19.
Frekuensi perdagangan saham meningkat selama penerapan bekerja dari rumah pada masa pandemi Covid-19.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi menyebutkan, kondisi pandemi Covid-19 tidak menjadi halangan bagi pasar modal untuk menumbuhkan kinerja. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan pasar modal memfasilitasi 35 perusahaan tercatat, sekaligus merupakan pencapaian tertinggi di kawasan ASEAN, setidaknya hingga Juli 2020.
Dilihat dari segi penghimpunan dana yang mencapai 260 juta dollar AS, BEI berada pada peringkat ke-2 di ASEAN setelah Thailand yang sebesar 2,76 miliar dollar AS.
Inarno menuturkan, secara total hingga 10 Agustus 2020, ada 44 pencatatan efek baru dari instrumen saham, obligasi, dan efek lainnya. Jumlah ini telah mendekati target yang dicanangkan pada akhir 2019, yakni 44 pencatatan efek baru pada 2020.
”Di tengah pandemi, kami optimistis pertumbuhan dari sisi suplai akan terserap karena jumlah investor pasar modal Indonesia yang tercatat KSEI tumbuh 22 persen dari akhir 2019 menjadi 3,02 juta investor,” ujarnya.
Dari jumlah tersebut, 42 persen investor merupakan investor saham, sedangkan sisanya merupakan investor reksa dana dan obligasi.
Baca juga : Jaga Momentum Reformasi di HUT Ke-43 Pasar Modal
Inarno menuturkan, kenaikan jumlah investor ritel domestik di pasar modal turut mendongkrak rata-rata frekuensi transaksi harian bursa menjadi 537.000 kali.
Untuk menjaga stabilitas pasar modal, otoritas bursa telah menjatuhkan sanksi bagi manajer investasi dan sekuritas yang melanggar tata kelola. ”Dari rerata transaksi harian bursa, aksi goreng-menggoreng (saham) sudah sangat berkurang di pasar modal,” ujarnya.