Industri Manufaktur Hadapi Lampu Kuning Bahan Baku
Industri pengolahan berhadapan dengan kondisi perdagangan global yang tak menentu. Impor bahan baku dan barang modal merosot.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
Di tengah resesi yang dialami sejumlah negara mitra dagang, kinerja ekspor pada satu bulan terakhir menunjukkan tanda positif. Pada rilis Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Juli 2020, yang dirilis Badan Pusat Statistik pada Selasa (18/8/2020), ekspor produk industri pengolahan atau manufaktur dalam sebulan terakhir masih meningkat 16,95 persen. Pencapaian itu disumbang peningkatan ekspor logam mulia.
Kontribusi ekspor dari industri manufaktur juga masih mendominasi struktur ekspor secara umum sepanjang 2020, yakni hingga 79,93 persen dengan nilai total 72,03 juta dollar AS pada periode Januari-Juli 2020.
Di sisi lain, indikasi menjanjikan pada sektor manufaktur juga terlihat dari Indeks Manufaktur Indonesia (Purchasing Managing Index) yang dikeluarkan IHS Markit. Dari hasil survei itu, terjadi peningkatan konsisten selama empat bulan terakhir. Sejak anjlok ke poin 27,5 pada April, PMI Indonesia naik ke posisi 46,9 pada Juli 2020, mendekati batas aman di angka 50.
Meskipun meningkat secara bulanan, jika dibandingkan secara tahunan dengan pencapaian pada Juli 2019, ekspor nonmigas Indonesia dari sektor industri pengolahan menurun 0,67 persen. Penurunan itu akibat ekspor pakaian jadi dan tekstil yang lesu.
Kepala BPS Suhariyanto mengingatkan, kinerja ekspor di sektor industri pengolahan tetap perlu diwaspadai. Sebab, selama Januari-Juli 2020, impor bahan baku dan penolong turun 17,99 persen secara tahunan. Impor barang modal turun 18,98 persen secara tahunan pada periode yang sama.
Dalam struktur impor Indonesia, sekitar 75 persen berupa bahan baku dan penolong. Adapun sisanya, yakni 15 persen, berupa barang modal dan 10 persen berupa barang konsumsi.
Data BPS menunjukkan, impor Indonesia pada Januari-Juli 2020 senilai 81,37 miliar dollar AS. Jumlah itu terdiri dari impor migas senilai 8,488 miliar dollar AS dan impor nonmigas 72,881 miliar dollar AS.
Pemerintah berupaya menekan impor bahan baku dan bahan penolong melalui substitusi impor. Industri di dalam negeri diarahkan untuk beralih ke bahan baku lokal untuk menggerakkan produksi nasional. Kementerian Perindustrian menargetkan substitusi impor mencapai 35 persen pada 2022.
Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian Herman Suprianto mengatakan, kemandirian Indonesia dalam rantai suplai dagang terlihat selama masa pandemi Covid-19. Pada saat negara-negara lain menghadapi pukulan ekonomi, suplai bahan baku untuk mendorong produksi dan ekspor macet.
Namun, ia mengakui, substitusi impor juga tidak mudah diterapkan.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menekankan, dalam situasi perdagangan global yang tak menentu akibat pandemi Covid-19, komunikasi dengan negara-negara mitra dagang diperkuat. Cara itu diyakini bisa menjaga hubungan dagang antarpemerintah dan antarperusahaan.
Komunikasi dengan negara-negara mitra dagang diperkuat.
”Situasi bisnis global pada era pandemi ini memaksa para pengusaha untuk lebih memutar otak. Ke depan, banyak aktivitas dan perjanjian dagang yang akan dilakukan untuk membantu mendorong ekspor,” ujar Agus.