Laba bank anjlok akibat pendapatan bunga yang merosot dan alokasi dana pencadangan. Ketidakpastian kondisi perekonomian akibat pandemi Covid-19 membuat bank merevisi rencana bisnis tahun ini.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
KOMPAS/Lasti Kurnia
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (Bank BRI) Sunarso (kedua kiri) bersama Direktur Keuangan Bank BRI Haru koesmahargyo (kiri) dan Direktur Bisnis Mikro Bank BRI Supari (ketiga kiri) berdiskusi dengan Pimpinan Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy (kedua kanan) dan Wakil Pimpinan Redaksi Harian Kompas Mohammad Bakir (kanan) pada acara Kompas 100 CEO Talks di gedung Menara Kompas, Jakarta, Senin (9/3/2020).
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencetak laba bersih konsolidasi Rp 10,2 triliun pada semester I-2020. Penerapan strategi penyelamatan serta pemulihan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM membuat proyeksi BRI terkait kinerja 2020 lebih konservatif.
Perolehan laba ini anjlok 36,88 persen dibandingkan dengan semester I-2019 yang sebesar Rp 16,16 triliun.
Dalam paparan laporan kinerja BRI triwulan II-2020 secara virtual, Rabu (19/8/2020), Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, penurunan laba bersih konsolidasi terjadi karena pendapatan bunga yang berkurang. Hal ini merupakan dampak stimulus restrukturisasi kredit terhadap pandemi Covid-19.
”Sejak awal pandemi, BRI telah berkomitmen fokus mengupayakan penyelamatan dan membantu kebangkitan UMKM. Meski fokus pada penyelamatan UMKM, bisnis BRI tetap tumbuh,” ujarnya.
Sejak awal pandemi terjadi, BRI telah berkomitmen untuk fokus melakukan upaya penyelamatan dan membantu kebangkitan UMKM. Tapi, meski fokus pada penyelamatan UMKM, bisnis BRI tumbuh. (Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Sunarso)
Pembatasan yang dilakukan pemerintah menghadapi pandemi Covid-19, lanjut Sunarso, telah berdampak terhadap seluruh lapisan masyarakat, terutama pelaku UMKM. Volume restrukturisasi kredit yang dilakukan BRI untuk membantu UMKM tetap bertahan di masa pandemi, hingga 31 Juli 2020, sebesar Rp 183,7 triliun bagi 2,9 juta debitur.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (Bank BRI)Sunarso (tengah), bersama Direktur Keuangan Bank BRI Haru koesmahargyo (kiri) dan Direktur Bisnis Mikro Bank BRI Supari (kanan) pada diskusi Kompas 100 CEO Talks, di gedung Menara Kompas, Jakarta, Senin (9/3/2020).
Restrukturisasi menekan pendapatan bunga BRI. Rasio pendapatan bunga bersih (net interest margin/NIM) pada semester II-2020 turun menjadi 5,6 persen.
Perseroan juga berupaya mengakselerasi aktivitas ekonomi pelaku UMKM, antara lain dengan menyalurkan pinjaman secara selektif. Hingga akhir Juni 2020, BRI menyalurkan kredit secara konsolidasi Rp 922,97 triliun atau tumbuh 5,23 persen secara tahunan. Pencapaian tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan tahunan penyaluran kredit industri perbankan nasional pada Juni 2020 yang sebesar 1,49 persen.
Dari pinjaman tersebut, sebesar 78,58 persen di antaranya atau senilai Rp 725,27 triliun disalurkan ke segmen UMKM. ”Kami menargetkan 80 persen portofolio pinjaman BRI pada 2022 merupakan pinjaman yang disalurkan ke segmen UMKM,” kata Sunarso.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menegaskan, upaya penyelamatan UMKM yang dilakukan BRI dan ditambah dengan pemberian insentif ke beberapa debitor lewat penurunan suku bunga membuat NIM menurun.
”Restrukturisasi yang kami lakukan untuk membantu debitor membuat terlambatnya pendapatan dari kontrak semua dan tidak diperoleh tahun ini,” ujarnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pekerja membuat dandang di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Kamis (14/11/2019). Pemerintah akan menurunkan suku bunga kredit usaha rakyat dari 7 persen menjadi 6 persen pada 2020. Penurunan suku bunga merespons pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia sekaligus untuk memacu pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penurunan suku bunga KUR diharapkan dapat meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi.
Haru melanjutkan, dengan risiko ketidakpastian yang masih membayangi perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19, BRI merevisi rencana bisnisnya tahun ini. Selain merevisi target pertumbuhan kredit dari dua angka menjadi 4-5 persen, BRI juga dalam proses merevisi target laba. Proses revisi laba masih diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator perbankan.
Dengan risiko ketidakpastian yang masih membayangi perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19, BRI merevisi rencana bisnisnya tahun ini.
Menurut Haru, proyeksi pertumbuhan laba konsolidasi pada semester II-2020 akan lebih rendah dari pendapatan laba konsolidasi di semester I-2020.
”Kami tidak akan membukukan seluruh pendapatan yang diterima di paruh kedua menjadi laba untuk mengantisipasi ketidakpastian yang ada. Sebagian pendapatan akan dialokasikan untuk jadi pencadangan sebagai bantalan risiko di tengah ketidakpastian yang masih ada,” kata Haru.
Bangkitkan UMKM
Sunarso menegaskan, pada semester II-2020, fokus BRI membangkitkan kembali para pelaku UMKM karena untuk restrukturisasi kredit bulan Juni dan Juli sudah melandai dibandingkan dengan periode April dan Mei 2020.
Restrukturisasi dibarengi dengan penyaluran kredit yang selektif membuat rasio kredit bermasalah (NPL) BRI secara konsolidasi sebesar 3,13 persen pada akhir Juni 2020.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) per akhir Juni 2020 tumbuh 13,49 persen secara tahunan menjadi Rp 1.072,50 triliun. DPK BRI didominasi dana murah, yakni tabungan dan giro, yang porsinya 55,81 persen dari total DPK.
Selain mendorong pertumbuhan DPK, lanjut Sunarso, situasi pandemi juga mendorong transaksi digital di BRI sehingga mendongkrak pencapaian pendapatan berbasis komisi. Sampai dengan akhir semester I-2020, pendapatan berbasis komisi BRI Rp 7,46 triliun atau tumbuh 18,59 persen secara tahunan.
”Bagi kami, pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang merupakan hal utama. Oleh karenanya, kami berjibaku memastikan debitor UMKM BRI bertahan karena menjadi sumber penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta tumpuan bisnis BRI di masa depan,” ujar Sunarso.
BRI menjaga rasio pinjaman terhadap simpanan sebesar 86,06 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan setahun lalu, yakni 92,81 persen. Sementara rasio kecukupan modal BRI atau CAR sebesar 20,15 persen.
Kinerja BNI
Sementara itu, laba bersih PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk turun 41,6 persen secara tahunan, menjadi Rp 4,46 triliun per akhir semester I-2020.
Direktur Keuangan BNI Sigit Prastowo mengatakan, BNI perlu membentuk tambahan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang besar sehingga profit ikut tergerus. BNI juga berhadapan dengan sejumlah penundaan pembayaran pokok dan bunga kredit dari debitor sehingga NIM menurun dari 4,9 persen pada semester I-2019 menjadi 4,5 persen pada semester I-2020.
”Kami ada penundaan pembayaran pokok dan bunga kepada nasabah kami yang terdampak Covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Adapun dana DPK yang dihimpun BNI tumbuh 11,3 persen secara tahunan menjadi Rp 662,38 triliun per akhir Juni 2020.