Kedai Kelontong hingga Koperasi Didorong Manfaatkan Sistem Dalam Jaringan
Sebagai upaya menggerakkan ekonomi agar omzet meningkat, Pemerintah Kota Surabaya mendorong pelaku usaha, mulai pemilik kedai kelontong, pedagang sayur keliling, hingga koperasi agar memanfaatkan penjualan secara daring.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sebagai upaya menggerakkan ekonomi agar omzet meningkat, Pemerintah Kota Surabaya mendorong pelaku usaha, mulai dari pemilik kedai kelontong, pedagang sayur keliling, hingga koperasi, agar memanfaatkan penjualan secara online atau dalam jaringan. Cara lain menggenjot omzet pelaku usaha dengan memberikan kesempatan memanfaatkan lahan kosong di sekitar rumah dengan sistem hidroponik.
Memanfaatkan lahan kosong untuk mengembangkan pertanian di perkotaan (urban farming), menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, di Surabaya, Selasa (18/8/2020), sudah lama dilakukan oleh warga Surabaya.
”Di masa pandemi Covid-19, gerakan bertanam di lahan sempit perlu digalakkan lagi. Hasilnya minimal bisa untuk kebutuhan keluarga dan sisanya dijual. Atau sebaliknya, hasil panen dijual semuanya dan kebutuhan keluarga juga terpenuhi,” katanya.
Saat ini di Surabaya memang sudah banyak warga yang mengembangkan pertanian di lahan sempit dengan menggunakan pot atau polybag atau mengembangkan pertanian hidroponik. Seperti yang dilakukan Susana (60) yang tinggal di Sukomanunggal, kini tengah merawat tanaman di 800 polybag. Hasil dari polybag dijual kepada pedagang di beberapa pasar di kawasan itu, termasuk juga mengolah berbagai macam tanaman menjadi minuman dan camilan.
”Biaya produki rata-rata sekitar Rp 100.000 dan ketika panen bisa mendapatkan hasil penjualan semua sayur-mayur serta minuman yang sudah diolah sekitar Rp 2 juta,” kata Susana yang setiap hari ada panen, terutama sayur-mayur.
Menurut Agus Wahyudi dari bagian Humas Pahlawan Ekonomi Kota Surabaya, selama pandemi semakin banyak pelaku usaha yang minat mengembangkan pertanian menggunakan polybag. ”Hasil bertani di sekitar rumah itu umumnya tak hanya dijual langsung, tetapi banyak juga yang diolah menjadi makanan atau minuman sehingga nilai jualnya bertambah,” katanya.
Ketahanan pangan
Menguatkan ketahanan pangan keluarga juga terus digalakkan Dharma Wanita Kota Surabaya dengan membagikan tanaman dalam polybag kepada warga. Menurut Ketua Dharma Wanita Kota Surabaya Iis Hendro Gunawan, hingga hari ini paling tidak sudah 20.000 polybag dibagikan kepada warga Surabaya.
Jenis tanaman yang sudah siap di polybag tersebut adalah sayur-mayur, seperti kangkung, sawi, kacang panjang, atau buncis. Selain itu ada cabai rawit dan tomat serta terung, termasuk bibit tanaman obat keluarga (TOGA), seperti jahe, kunyit, lengkuas, dan serai. Bahkan, sekarang mulai dikembangkan bercocok tanam sambil membudidayakan ikan lele atau ikan nila dalam ember.
Jadi, sistemnya di dalam ember dimasukkan ikan dan bagian atas dipasang polybag mini untuk sayur-mayur. ”Kalau ikan lele sebulan sudah bisa panen, sedangkan kangkung dan sawi hampir setiap minggu ada yang panen, diatur jadwal panen supaya tidak serentak,” katanya.
Mengembangkan budidaya lele dalam ember dan di bagian atas ditanami kangkung atau sawi sudah dilakukan Ketut Sukemi (49), karyawan yang tinggal di Gunung Anyar, Surabaya. ”Kangkung sudah beberapa kali panen dan saya titip jual kepada pedagang sayur keliling, sedangkan lele atau nila dipasok ke pedagang makanan,” katanya.
Berjualan daring
Menurut Risma, upaya menggerakkan ekonomi warga kala pandemi tidak hanya bercocok tanam dengan gerakan bercocok tanam di lahan kosong, hidroponik, polybag, dan memanfaatkan pot di lahan sempit. Pelaku usaha juga terus diberi wawasan agar memanfaatkan teknologi untuk berjualan, kiat-kiat mengembangkan usaha secara daring, sekaligus mengembangkan jaringan dengan membentuk koperasi.
Beberapa kedai kelontong, penghuni rumah susun, dan beberapa lembaga kemasyarakatan yang ada di kecamatan, kata Risma, diajak untuk membentuk koperasi. Koperasi bisa menjadi ajang untuk memasarkan segala barang, termasuk makanan dan hasil pertanian. ”Dengan mengembangkan jaringan berjualan secara daring bisa medongkrak omzet,” ujar Risma.
Apalagi, beberapa komunitas pelaku usaha juga mulai rutin menggelar bazar secara daring. Dalam setiap bazar, semua peserta menjual produknya ke sesama pelaku usaha dan apa yang akan dipasarkan di bazar sudah diinformasikan sehari atau dua hari sebelum pelaksanaan. Cara ini cukup jitu menambah omzet.