Insinyur dan Arsitek Indonesia Juga Bisa
Para insinyur Indonesia pun berbakti lewat talenta yang mereka miliki demi membangun negeri. Karya anak bangsa, termasuk di bidang infrastruktur, pun tercipta, memberi inspirasi, dan menyalakan harapan.
Semangat pantang menyerah, keberanian, dan kebersamaan memampukan para leluhur bangsa menghadapi tantangan untuk memerdekakan negeri ini. Perjuangan yang terus dilanjutkan dari generasi ke generasi untuk mengisi kemerdekaan di tengah dinamika perkembangan zaman.
Para insinyur Indonesia pun berbakti lewat talenta yang mereka miliki demi membangun negeri. Karya anak bangsa, termasuk di bidang infrastruktur, pun tercipta, memberi inspirasi, dan menyalakan harapan.
Salah satu penjaga nyala pelita harapan di masa kini adalah Arvila Delitriana, insinyur yang mendesain Jembatan Lengkung Bentang Panjang Kuningan (Long Span Kuningan). Jembatan itu dibangun di atas jalan layang tol, jalan raya Gatot Subroto, dan jalan lintas bawah Mampang-Kuningan. Lalu lintas di ruas-ruas tersebut ramai setiap hari. Tantangan yang dihadapi justru memunculkan ide untuk mengatasi.
”Dulu itu ada persyaratan, apa pun bentuk strukturnya tidak boleh mengganggu alur lalu lintas di bawahnya,” kata Arvila ketika dihubungi, Jumat (14/8/2020).
Pada tahap awal, ada beberapa alternatif konstruksi dengan pier (kaki/tiang penyangga) yang masuk di tengah-tengah di antara dua jalan layang. Konstruksi tersebut dinilai masih cukup mengganggu lalu lintas.
Arvila pun mengusulkan tipe balanced cantilever agar konstruksi tidak mengganggu lalu lintas di bawahnya. Secara sederhana Arvila pun menjelaskan istilah kantilever ini. Dia mengilustrasikan orang yang berdiri dengan tangan terentang. Tangan yang terentang itu disebut berada dalam kondisi kantilever. Tangan akan kecapaian kalau terus-terusan diangkat terentang. Tangan akan lebih nyaman kalau menemukan pegangan atau tangan orang lain.
Konstruksi Long Span Kuningan juga berada pada kondisi kantilever tersebut sampai kedua ujung tersambung. ”Selama proses konstruksi, konstruksinya itu berada dalam kondisi kantilever terus sampai ketemu dari sebelahnya lagi,” lanjut Arvila.
Sebelum kedua ujung bertemu di tengah itu namanya berada dalam kondisi kantilever. Alhasil, tantangan pada jembatan itu justru selama masa konstruksi. Kondisi kantilever adalah kondisi paling berat bagi struktur bangunan.
Hal ini karena ada juga beban alat traveller (cetakan pengecoran berjalan) yang beratnya sekitar 80 ton di ujung kantilever. Beban terberat terjadi saat kedua ujung bentang hendak disambungkan. Semakin panjang bentang, semakin berat.
”Keadaan paling berbahaya buat struktur jembatan dalam sistem balanced cantilever adalah selama masa konstruksi,” kata Arvila.
Metode balanced cantilever sebenarnya sudah banyak dilakukan di Indonesia dan diterapkan pertama di Batam tahun 1995. Beberapa long span LRT pun sudah menggunakan tipe tersebut, tetapi bentangnya lurus dan tidak terlalu panjang. Tantangan membangun Long Span Kuningan adalah bentang tengahnya panjang, yakni mencapai 148 meter dari kaki ke kaki, dan melengkung.
”Metode ini sebetulnya cukup lama. Saya tinggal mengadaptasikannya dengan teknologi sekarang dan suatu perhitungan teknis yang dapat membuat jembatan tersebut tersambung baik,” ujarnya.
Baca juga : Long Span LRT Kuningan, Prestasi Adhi Karya Bangun Jembatan Lengkung Beton Terpanjang di Dunia
Arvila sebelumnya berpengalaman dalam pembangunan jembatan tipe serupa semisal di Bali dan Riau. Termasuk pula jalan layang khusus busway Adam Malik yang berada di atas flyover. Namun, jembatan dan jalan layang tersebut tidak semenantang Long Span Kuningan, baik di sisi panjang bentang maupun kelengkungan.
Menurut Arvila, insinyur-insinyur Indonesia memiliki kemampuan mumpuni. Salah satu nilai tambah insinyur Indonesia dalam berkiprah di dalam negeri adalah pengenalan terhadap daerah sendiri. Karakteristik spesifik tiap wilayah di Indonesia dimungkinkan tidak semua terbaca oleh insinyur asing. Insinyur Indonesia relatif akan lebih memahami kendala dan konsekuensi suatu metode konstruksi.
”Bagi suatu bridge engineering, kemampuan memahami dan mengenali lokasi adalah poin penting untuk dapat membuat suatu metode konstruksi yang baik. Metode konstruksi yang memungkinkan dilaksanakan dan dapat berjalan baik,” ujarnya.
Bagi suatu bridge engineering, kemampuan memahami dan mengenali lokasi adalah poin penting untuk dapat membuat suatu metode konstruksi yang baik. Metode konstruksi yang memungkinkan dilaksanakan dan dapat berjalan baik.
Peluang insinyur Indonesia berinovasi dan berkarya pun terbuka lebar menimbang Indonesia yang secara geografis luas dengan berbagai karakteristik spesifik di tiap wilayah.
Teknologi jembatan akan terus dibutuhkan karena negeri ini memiliki banyak sungai. Di banyak perkotaan pun sudah sulit membangun jalan yang satu level dengan jalan lama sehingga harus dibangun berlapis. Jalan tol pun sekarang banyak yang elevated, yang kategorinya sama dengan desain jembatan.
Karya anak bangsa yang lain adalah rumah tahan gempa. PT Conwood Indonesia adalah salah satu perusahaan swasta yang sejak dua tahun terakhir membangun rumah tahan gempa untuk percepatan pemulihan di daerah-daerah yang terkena gempa bumi. Konsep rumah tahan gempa yang diberi nama rumah conwood atau ridha (rumah instan dan hunian aman) itu merupakan hasil inovasi dan kreasi anak bangsa.
Presiden Direktur PT Conwood Indonesia Rizki Kresno Edhie mengemukakan, ide untuk mengembangkan rumah instan berangkat dari kebutuhan Pemerintah Indonesia untuk percepatan pembangunan rumah tahan gempa di daerah-daerah bencana. Konsep dan struktur rumah tahan gempa diinisiasi oleh perusahaan yang merupakan anak usaha Siam City Cement asal Thailand itu sejak 2016 melalui tim yang terdiri atas tujuh insinyur asal Indonesia.
”Insinyur Indonesia pintar-pintar. Sebagai partner tepercaya pemerintah, kami harus jaga kualitas. Kualitas bisa kita pegang,” tuturnya.
Produk rumah tahan gempa mulai digulirkan pada 2017 serta memperoleh sertifikasi rumah tahan gempa dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman (Puskim) pada akhir 2018. Keunggulan rumah ridha ini, antara lain, kecepatan pembangunan, yakni 7-10 hari, dengan ukuran rumah mulai dari ukuran 36 meter persegi (tipe 36), tipe 50, dan tipe 72. Dengan sistem panel, pembangunan rumah juga bisa dikerjakan sendiri oleh masyarakat awam.
”Tinggal baca modul, susun panel, dan pasang baut, rumah selesai dibangun dalam tujuh hari,” kata Rizki.
Baca juga : Bekal Ilmu Tahan Gempa bagi Tukang di Sulteng
Dindingnya terbuat dari material pengganti kayu berupa campuran semen dan serat fiber. Ketebalan panel sekitar 20 mm. Dengan material itu, konstruksi tahan guncangan dan gesekan pada saat gempa. Dinding juga dimungkinkan dimodifikasi oleh penghuninya dengan bahan material conwood.
PT Conwood Indonesia telah bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi dan Asean Humanitarian (ASA) untuk memasok rumah ridha di Tondo, Palu. Dalam kurun April 2019-April 2020, sedikitnya 1.500 unit rumah tahan gempa dibangun oleh Conwood Indonesia.
Selain Palu, rumah tahan gempa juga dibangun di beberapa wilayah korban gempa, seperti Aceh (2016), Lombok (2018), dan Sentani. Total distribusi rumah ridha itu hingga kini mencapai sekitar 5.000 unit. Di samping itu, penggunaan rumah tahan gempa dari conwood juga dipakai untuk kompleks perumahan dosen perguruan tinggi di Cirebon dan kompleks rumah aparat TNI di Banten. Rumah ridha juga telah diekspor ke Bangladesh dan Filipina sebagai rumah tahan gempa.
Rizki menambahkan, salah satu tantangan di Indonesia adalah kesadaran sebagian masyarakat untuk menggunakan rumah tahan gempa baru muncul setelah terjadi bencana. Padahal, dengan kondisi negara yang menjadi jalur cincin api Pasifik, antisipasi seharusnya dilakukan sejak awal dengan membangun rumah yang tahan gempa.
Baca juga : Saatnya Membangun Rumah Tahan Gempa
Di sisi lain, inovasi anak bangsa untuk membangun konstruksi rumah-rumah tahan gempa sudah banyak, tetapi kerap terkendala sertifikasi yang memakan waktu lama akibat terbatasnya lab pengujian. Padahal, angka kekurangan rumah (backlog) di Indonesia mencapai 6 juta unit, belum termasuk rumah yang rusak dan hancur akibat gempa.
”Tahan gempa harus menjadi standar semua rumah. Kita berada di ring of fire sehingga pembangunan rumah sudah seharusnya teruji tahan gempa,” ujarnya.
Kearifan lokal
Sementara itu, Anneke Prasyanti adalah contoh lain arsitek yang sangat mencintai warisan karya leluhur Nusantara. Pegiat di Ikatan Arsitek Indonesia ini menuturkan, sebenarnya nenek moyang Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, termasuk di bidang arsitektur.
Rumah-rumah tradisional di penjuru Nusantara sudah didesain untuk beradaptasi dengan wilayah Nusantara yang rawan gempa serta konstruksinya menyesuaikan dengan kondisi cuaca atau iklim setempat.
”Ilmuwan dari sejumlah negara sudah melakukan riset di abad XVIII dan mendokumentasikan konstruksi-konstruksi rumah vernakular di Nusantara. Hasilnya dibawa pulang ke negara masing-masing dan bisa jadi diterapkan di negara asalnya,” ujar Anneke yang pernah menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2016-2019.
Rumah-rumah tradisional di penjuru Nusantara sudah didesain untuk beradaptasi dengan wilayah Nusantara yang rawan gempa serta konstruksinya menyesuaikan dengan kondisi cuaca atau iklim setempat.
Anneke mencontohkan struktur rumah tradisional di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang relatif tahan gempa lantaran pada setiap rangkaian bangunan kayu terdapat ruang atau celah. Ruang tersebut menciptakan elastisitas saat terjadi gempa. Dengan demikian, struktur bangunan tidak menjadi kaku dan relatif tahan dari guncangan. Rumah tersebut lebih tahan gempa besar yang menghantam Lombok pada Juli-Agustus 2018.
Tingginya minat Anneke terhadap bangunan bersejarah menyeret dirinya terlibat langsung dalam proyek peremajaan Kota Tua di Jakarta pada akhir 2014. Bangunan bersejarah lain yang merasakan sentuhan dingin tangan Anneke adalah ketika ia dipercaya mengonservasi Museum Fatahillah, Cipta Niaga, G Kolff & Co, Dharma Niaga, Rotterdamsche Lloyd, Onderlinge Levensverzekering Van Eigen Hulp (OLVEH), dan Pantjoran Tea House dalam kurun 2014-2016.
”Saya pernah dipercaya membuat resor di Fiji, lalu pembangunan spa di JW Marriott California, Amerika Serikat,” ucapnya.
Baca juga : Rumah Tradisional Tahan Gempa