Pemerintah mengarahkan kebijakan fiskal tahun 2021 untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Namun, sejumlah indikator ekonomi makro dinilai terlalu optimistis.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengarahkan kebijakan fiskal tahun 2021 untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Percepatan pemulihan ekonomi semasa dan pascapandemi harus didukung reformasi di semua lini, terutama belanja dan pendapatan negara.
Di sisi lain, indikator ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021 dinilai terlalu optimistis. Pemerintah menetapkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan 4,5-5,5 persen, inflasi kisaran 3 persen, nilai tukar Rp 14.600 per dollar AS, serta harga minyak mentah Indonesia (ICP) sekitar 45 dollar AS per barel.
Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Rancangan APBN 2021 pada Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Jumat (14/8/2020), menyatakan, program pemulihan ekonomi akan dilanjutkan kendati ketidakpastian global ataupun domestik masih akan terjadi. Pemulihan ekonomi akan dibarengi reformasi di berbagai bidang.
Selain mempercepat pemulihan ekonomi, rancangan kebijakan APBN 2021 akan diarahkan untuk mendorong reformasi struktural untuk peningkatan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital, serta mengantisipasi perubahan demografi.
”Karena akan banyak ketidakpastian, RAPBN juga harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia,” kata Presiden.
Anggaran pemulihan ekonomi nasional dalam RAPBN 2021 sebesar Rp 356,5 triliun yang dialokasikan untuk bidang kesehatan Rp 25,4 triliun, perlindungan sosial Rp 110,2 triliun, sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp 136,7 triliun, dukungan UMKM Rp 48,8 triliun, pembiayaan korporasi Rp 14,9 triliun, dan insentif usaha Rp 20,4 triliun.
Percepatan pemulihan ekonomi ditempuh melalui reformasi fundamental di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta sistem penganggaran dan perpajakan. Pemerintah meningkatkan anggaran kesehatan tahun 2021 menjadi Rp 169,7 triliun atau setara 6,2 persen APBN. Anggaran kesehatan biasanya dialokasikan 5 persen APBN.
Reformasi juga diarahkan ke bidang teknologi, komunikasi, dan informasi (ICT). Anggaran pendidikan tahun 2021 sebesar Rp 549,5 triliun yang fokusnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kemampuan adaptasi teknologi, serta peningkatan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran pembangunan ICT senilai Rp 30,5 triliun untuk mengakselerasi transformasi digital di ranah penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik. Selain itu, dari total anggaran infrastruktur senilai Rp 414 triliun, salah satu fokus utamanya untuk penyediaan layanan dasar dan peningkatan konektivitas, termasuk akses internet.
Presiden menekankan, pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa ketersediaan dan berfungsinya infrastruktur digital sangat penting dan strategis. Oleh karena itu, belanja infrastruktur akan diarahkan untuk memperkuat infrastruktur digital serta mendorong efisiensi logistik dan konektivitas antarpulau.
Percepatan pemulihan ekonomi juga dilakukan dengan menggeliatkan pariwisata. Pemerintah secara khusus mengalokasikan anggaran Rp 14,41 triliun untuk pengembangan 5 destinasi prioritas, yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Postur APBN
Untuk mendanai berbagai kegiatan pembangunan dan pemulihan ekonomi tahun 2021, pemerintah membutuhkan pendapatan Rp 1.776,4 triliun yang bersumber dari perpajakan Rp 1.481,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 293,5 triliun. Sementara kebutuhan mencapai Rp 2.747,5 triliun sehingga defisit diperkirakan Rp 971,2 triliun atau sekitar 5,5 persen produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan perpajakan pada masa pemulihan ekonomi tahun 2021 akan tumbuh 5,5 persen. Pertumbuhan relatif rendah karena kebijakan penerimaan masih diarahkan ke pemberian insentif ke sektor-sektor usaha terdampak Covid-19, seperti restitusi PPN, PPh 22 impor, pajak ditanggung pemerintah, serta tax holiday dan tax allowance.
Meski demikian, bukan berarti kebijakan optimalisasi dan reformasi perpajakan tidak dilakukan. Pemerintah akan melakukan pemajakan melalui sistem elektronik, ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan, serta penegakan hukum bagi para pengemplang pajak. ”Pada dasarnya, realisasi penerimaan pajak didukung kinerja ekonomi itu sendiri,” katanya.
Sri Mulyani menambahkan, pemulihan ekonomi ke depan masih tergantung efektivitas penanganan Covid-19, implementasi protokol kesehatan di luar rumah, serta ketersediaan vaksin. Selama ketiga hal itu belum menunjukkan tanda-tanda positif, pemulihan masih sangat menantang kendati pembukaan ekonomi berupaya dilakukan.
Terlalu optimistis
Dihubungi terpisah, Jumat, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, target-target pembangunan dan ambisi pemulihan ekonomi yang ditetapkan pemerintah terlalu optimistis. Ketidakpastian masih sangat tinggi selama penambahan kasus baru masih terjadi dan vaksin belum ditemukan.
Pemerintah dinilai sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi ke kisaran 4,5-5,5 persen pada 2021 mengingat kinerja tahun ini sangat rendah. Pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diproyeksikan berkisar negatif 1,1 persen sampai 0,2 persen. ”Target tahun depan sangat berat karena jauh sekali dengan selisih proyeksi tahun 2020,” ujar Tauhid.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi konsumsi masyarakat. Sekitar 60 persen konsumsi rumah tangga ditopang kelompok kelas menengah dan atas. Mereka akan cenderung menahan belanja dan menabung apabila kondisi selama pandemi belum ada tanda-tanda perbaikan. Kelompok penduduk ini akan belanja, berusaha, dan wisata, jika kondisi dinilai aman.
Pemulihan ekonomi sulit tercapai apabila serapan belanja pemerintah dan pendapatan negara rendah.
Tauhid menambahkan, pemulihan ekonomi sulit tercapai apabila serapan belanja pemerintah dan pendapatan negara rendah. Pendapatan negara tahun ini diperkirakan terealisasi sekitar 70 persen yang akan memengaruhi prospek tahun depan. Di sisi lain, serapan belanja pemulihan ekonomi tahun ini juga masih terkendala prosedur birokratis.
Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Wisnu Wardhana menilai nuansa anggaran lebih berimbang di tahun 2021. Pemerintah tetap menganggarkan untuk stimulus dunia usaha dan bantuan sosial, tetapi juga mengalokasikan untuk belanja-belanja produktif lain. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2020 yang lebih mengutamakan daya tahan ekonomi.