RAPBN 2021 Lokomotif Kebangkitan Ekonomi
Agar perekonomian nasional berdaya dan aman sebagai lokomotif kebangkitan mengatasi krisis Covid-19, pemerinta butuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 sebesar Rp 2.748 triliun untuk menstimulasi pertumbuhan.
JAKARTA, KOMPAS – Perekonomian nasional butuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 yang berdaya dan aman sebagai lokomotif kebangkitan dari krisis Covid-19. Untuk itu, pemerintah merencanakan anggaran belanja Rp 2.748 triliun untuk menstimulasi kegiatan masyarakat sehingga ekonomi bisa tumbuh 4,5-5,5 persen di tahun depan.
Pemerintah dan DPR akan membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 mulai pekan depan. Pembahasan akan berlangsung kurang dari dua bulan untuk kemudian disahkan pada rapat paripurna DPR pada Oktober 2020.
Baca Juga: Akomodasi Pemulihan Ekonomi, Defisit APBN Semakin Lebar
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pengantar Rancangan Undang-Undang APBN 2021 berikut nota keuangannya pada Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Jumat (14/08/2020). Total anggota DPR yang hadir sebanyak 329 orang alias kuorum. Sebanyak 98 orang hadir secara fisik dan 231 orang hadir secara virtual. Tersambung pula secara virtual sejumlah undangan terkait lainnya.
”Saat ini kita juga harus fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021. Ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi. Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB (produk domestik bruto) masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal”
”Saat ini kita juga harus fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021. Ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi. Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB (produk domestik bruto) masih diperlukan, dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal,” kata Presiden Jokowi.
Akibat efek berantai pandemi Covid-19, perekonomian nasional maupun global mengalami krisis pada tahun ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II-2020 adalah -5,32 persen. Jika pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 adalah 2,97 persen maka pertumbuhan ekonomi semester I-2020 adalah -1,26 persen.
Dengan tekanan ekonomi yang masih berlanjut akibat efek Covid-19, proyeksi realistis terhadap pertumbuhan ekonomi sampai dengan akhir tahun pun akan negatif. Sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar –1,1 persen hingga -0,2 persen.
Melalui tema kebijakan fiskal tahun depan, ”Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi", pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen agar pengangguran dan kemiskinan yang meledak tahun ini akibat krisis Covid-19 dapat berkurang.
Target pengangguran terbuka adalah 7,7-9,1 persen dan target angka kemiskinan adalah 9,2-9,7 persen. Adapun tingkat ketimpangan ditargetkan 0,377-0,379 dan Indeks Pembangunan Manusia ditargetkan 72,78-72,95.
RAPBN 2021 sebagai instrumen pemerintah untuk mencapai target pembangunan tersebut mematok pendapatan negara Rp 1.776,4 triliun dan belanja negara Rp 2.747,5 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran mencapai Rp 971,2 triliun atau 5,5 persen dari PDB. Ini lebih rendah dibandingkan defisit APBN 2020 yang sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen terhadap PDB.
Dari anggaran belanja negara senilai Rp 2.747,5 triliun tersebut, Rp 169,7 triliun atau 6,2 persen dialokasikan untuk program bidang kesehatan. Sebagaimana disampaikan Presiden, anggaran kesehatan diarahkan antara lain untuk pengadaan vaksin, akselerasi penurunan stunting, dan perbaikan efektivitas dan keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional.
Anggaran pendidikan dialokasikan Rp 549,5 triliun atau 20 persen dari total anggaran belanja. Fokusnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kemampuan adaptasi teknologi, dan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0.
”Pemerintah akan melakukan reformasi pendidikan melalui transformasi kepemimpinan kepala sekolah, 8 transformasi pendidikan dan pelatihan guru, mengajar sesuai tingkat kemampuan siswa, standar penilaian global, serta kemitraan daerah dan masyarakat sipil,” kata Presiden memberi contoh program.
Program perlindungan sosial dianggarkan Rp 419,3 triliun. Alokasinya diarahkan untuk mempercepat pemulihan sosial dan mendukung reformasi sistem perlindungan sosial secara bertahap. Programnya antara lain adalah Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, bantuan sosial tunai, dan Kartu Prakerja.
Sementara untuk pembangunan infrastruktur, RAPBN 2021 mengalokasikan Rp 414 triliun. Fokusnya untuk pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, dan peningkatan konektivitas.
Dalam hal ketahanan pangan, RAPBN 2021 menganggarkan Rp 104,2 triliun. Fokusnya antara lain untuk mendorong produksi komoditas pangan dengan membangun sarana prasaarana dan penggunaan teknologi, revitalisasi sistem pangan nasional dengan memperkuat korporasi petani dan nelayan, serta pengembangan kawasan pangan berskala luas (food estate).
Masih mengutip pidato Presiden, pembangunan teknologi komunikasi dan informasi dianggarkan Rp 30,5 triliun. Fokusnya antara lain untuk mempercepat transformasi digital untuk penyelenggaraan pemerintahan dan mewujudkan pelayanan publik yang efisien dan cepat seperti di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi di sektor pariwisata, RAPBN 2021 menganggarkan Rp 14,4 triliun. Alokasinya antara lain untuk pengembangan lima destinasi wisata, yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
”Berbagai kebijakan belanja negara secara keseluruhan diharapkan dapat mendorong tercapainya sasaran pembangunan pada tahun 2021,” kata Presiden.
Diberi ruang
Ketua DPR Puan Maharani, pada kesempatan yang sama, menyatakan, DPR telah mendukung pemerintah dalam menangani Covid-19 dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2020 menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
”Kinerja Pemerintah semakin dituntut oleh rakyat agar dapat bertindak sigap, cepat, dan terpadu dalam menjalankan berbagai program untuk melindungi rakyat, membantu rakyat, dan memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi rakyat Indonesia”
Salah satu substansinya adalah defisit APBN yang sebelumnya dipatok maksimal 3 persen bisa diperlonggar selama tiga tahun, mulai 2020-2022. Melalui ketentuan tersebut, menurut Puan, pemerintah diberikan ruang kewenangan yang memadai untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan dampaknya.
Baca Juga: Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi
”Kinerja Pemerintah semakin dituntut oleh rakyat agar dapat bertindak sigap, cepat, dan terpadu dalam menjalankan berbagai program untuk melindungi rakyat, membantu rakyat, dan memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi rakyat Indonesia,” kata Puan.
Untuk RAPBN 2021 berikut nota keuangannya, Puan melanjutkan, DPR berharap bahwa instrumen tersebut mampu memenuhi harapan rakyat untuk dapat mengatasi permasalahan pandemi serta mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi. ”DPR memiliki komitmen yang tinggi dalam bergotong-royong bersama pemerintah untuk memformulasikan APBN 2021 yang berkualitas, sebagai APBN yang melindungi rakyat, memberdayakan rakyat, mensejahterakan rakyat, memajukan Indonesia, dan memperkuat persatuan seluruh anak bangsa Indonesia,” kata Puan.