Tren untuk mendongkrak konsumsi mesti diciptakan. Konsumsi masyarakat berperan penting pada masa pandemi Covid-19.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Pemerintah membanting tulang untuk meningkatkan konsumsi masyarakat agar bisa terhindar dari resesi pada akhir triwulan III-2020 atau September. Kelas menengah muda sebenarnya bisa jadi andalan untuk mendorong konsumsi dan membiasakan gaya hidup yang sesuai dengan protokol kesehatan.
Bagaimana mereka bisa berperan? Dalam berbagai obrolan terungkap, saat ini kelas menengah cenderung pelit berbelanja. Mereka memilih menabung meskipun suku bunga tabungan sudah sangat rendah. Mereka masih malas datang ke restoran atau berwisata jarak pendek. Akan tetapi, situasi sangat berbeda ketika mereka berbicara tentang sepeda. Belanja sepeda menjadi pengecualian di tengah pandemi Covid-19. Mereka mau mengeluarkan uang demi mendapatkan sepeda impian.
Dari persoalan sepeda, kita bisa belajar cara mendorong konsumsi sekaligus memilih gaya hidup sehat atau minim risiko penularan Covid-19. Salah satu caranya dengan membuat tren tertentu, yakni berbasis konsumsi dan menyokong gaya hidup sehat atau meminimalkan risiko penularan. Kedua hal itu tidak bisa dipisah saat ini. Tidak mudah, tetapi sepertinya pilihan itu harus diambil.
Kita bisa berangkat dari kebutuhan sehari-hari, seperti kuliner, sandang, komunikasi, dan wisata jarak dekat. Warga yang tinggal di rumah selama lima bulan terus-menerus mulai tersiksa dengan kebosanan. Mereka mulai ancang-ancang melangkah ke luar rumah kendati masih ragu. Di tengah kecemasan ini, harus dibuat produk yang menarik tetapi menjamin rasa aman.
Di sinilah peran kelas menengah muda, membuat tren. Dari literatur, kita mengetahui pada saat seperti ini, belanja masyarakat akan bergantung pada keberadaan uang yang siap dibelanjakan, keyakinan pada masa depan mereka, kepercayaan pada situasi ekonomi, dan dorongan lain untuk berbelanja, seperti gaya hidup dan nilai-nilai tertentu.
Terkait tren, kita fokus pada soal dorongan. Ada beberapa contoh yang telah muncul, di antaranya agen perjalanan membuat paket wisata jarak dekat dengan jumlah peserta terbatas, semua protokol kesehatan dijalankan, dan menawarkan suasana baru. Sebuah salon kecantikan berusaha meyakinkan pelanggan bahwa layanan mereka aman karena dijalankan dengan protokol kesehatan serta menggunakan berbagai pelindung. Sebuah restoran kelas atas membuat menu baru yang cocok untuk dikonsumsi di rumah, mudah dikirim, dan jangkauan pasar diperluas.
Ketika penawaran seperti itu mulai muncul tetapi pasar belum membesar, dorongan konsumsi masih kurang kuat. Memunculkan tren mungkin bisa menambah dorongan. Salah satu tulisan di Harvard Business Review 2009 yang membahas dampak krisis finansial masa itu menyebutkan, sebagian besar perusahaan akan memotong biaya pemasaran saat krisis melanda. Akan tetapi, tulisan itu malah menyarankan sebaliknya, pebisnis harus yakin eksistensi merek di tengah krisis sangat penting dan menjadi salah satu bagian untuk mengurangi risiko. Oleh karena itu, biaya komunikasi pemasaran sebaiknya tidak dikurangi.
Aktivitas pemasaran pada saat krisis dengan biaya yang tidak dikurangi sedapat mungkin menciptakan peluang baru dengan membangun tren tertentu. Apalagi dalam kasus Indonesia, kelas menengah sebenarnya memiliki uang, tetapi lebih banyak ditabung sehingga masih ada peluang agar mereka mau berbelanja.
Laporan The Washington Post beberapa waktu lalu tentang membangun kembali konsumsi memperlihatkan sejumlah upaya perusahaan agar ”menang” di tengah konsumsi yang lesu.
Contohnya, perusahaan alat-alat pertanian melayani pasokan kebutuhan orang yang berusaha menjauh dari kerumunan. Mereka melihat tren ini dan menjangkau mereka di mana pun. Perusahaan ini melayani penjualan perlengkapan agar orang menikmati aktivitas yang berada jauh dari orang lain, seperti kayak, alat pertanian, dan sepatu. Mereka berhasil menggaet pasar baru, antara lain anak muda dan orang kaya baru. Pada saat perusahaan lain memecat karyawan, perusahaan ini malah merekrut 5.000 karyawan baru karena memperpanjang rantai pemasaran sampai ke daerah pinggiran dan menaikkan gaji karyawan.
Layanan mereka berhasil menumbuhkan konsumsi karena beberapa produk bisa diubah sesuai keinginan konsumen yang benar-benar ingin mengusir kebosanan karena terus-menerus di rumah. Beberapa contoh di antaranya tangki air yang ”ditransformasi” menjadi kolam renang. Orang mungkin masih takut berenang di kolam renang umum sehingga mereka membuat kolam renang sendiri. Ada juga yang mengubah alas untuk aktivitas berkuda menjadi alas untuk yoga. Tentu saja, mereka memberi kemudahan pembelian dengan membangun aplikasi dan sistem pembayaran dalam jaringan.
Kelas menengah muda kita tentu mampu membuat tren dengan berbagai ide dan sarana komunikasi yang ada. Tidak harus tren besar, tetapi justru tren-tren kecil tetapi bisa digarap dalam waktu singkat dan berkaitan dengan kita. Kita masih memiliki waktu sekitar satu setengah bulan untuk meningkatkan konsumsi. Mereka yang masih senang menabung bisa disentil untuk belanja. Di sisi lain, pemerintah perlu berkomunikasi agar bisa memberikan kepastian kepada publik tentang situasi saat ini dan masa depan sehingga masyarakat lebih tenang.