Luhut: Kondisi Perekonomian Akan Terus Dicermati dan Dipulihkan Bertahap
Saya berharap pengusaha-pengusaha Indonesia tidak ragu berinvestasi untuk menggeliatkan investasi domestik sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi.
Oleh
agnes theodora/aris prasetyo
·2 menit baca
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Odo RM Manuhutu, CEO DANA Indonesia Vincent Iswara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, dan CEO Traveloka Albert Z (dari kiri ke kanan) berdiskusi di sela Rapat Koordinasi Penyelesaian Isu Pengembangan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Rabu (29/7/2020). Dalam rapat tersebut mengemuka, kebangkitan pariwisata dapat dilakukan dengan membangun kepercaayan bagi wisatawan tentang jaminan keamanan, kesehatan, dan kenyamanan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan terus mencermati, mengevaluasi, dan memulihkan perekonomian nasional secara bertahap. Para pengusaha juga diharapkan dapat berperan serta turut menggeliatkan ekonomi, baik di sektor kesehatan, maupun investasi dan membangun sistem rantai pasok.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Kamis (13/8/2020), mengatakan, resesi bisa saja terjadi di Indonesia. Pada triwulan II-2020, ekonomi nasional sudah tumbuh minus 5,32 persen. Agar tidak merosot kian dalam, pemerintah bekerja keras dan melakukan berbagai upaya agar pertumbuhan ekonomi berikutnya bisa 0 persen atau bahkan 0,5 persen.
”Kami sudah berupaya, namun segala kemungkinan bisa saja terjadi,” ujarnya saat menjadi pembicara kunci dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2020 bertajuk ”Peran Apindo dalam Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta.
Kami sudah berupaya, namun segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Menurut Luhut, pemulihan kesehatan dan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 harus berjalan beriringan. Kendati begitu, pemerintah tetap mengedepankan kesehatan melalui riset vaksin, obat, menambah tes cepat dan tes usap, serta meningkatkan layanan di rumah sakit-sakit.
Pemerintah telah menyediakan dana penanganan dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp 695,2 triliun. Salah satunya adalah memberikan stimulus atau insentif usaha kepada para pengusaha Rp 120 triliun.
Pemerintah, lanjut Luhut, juga berupaya meningkatkan investasi di tengah pandemi, terutama pada sektor-sektor bernilai tambah tinggi dan memiliki potensi dalam pengembangan rantai pasok global. Pemerintah menjadikan pandemi sebagai momentum mereformasi industri farmasi serta menggeliatkan kawasan ekonomi, industri, dan hilirisasi.
Investor asing masih ada yang masuk Indonesia. Misalnya beberapa waktu lalu, ada investor yang akan berinvestasi untuk memproduksi litium baterai senilai 2,6 miliar dollar AS.
”Saya berharap pengusaha-pengusaha Indonesia tidak ragu berinvestasi untuk menggeliatkan investasi domestik sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Saya berharap pengusaha-pengusaha Indonesia tidak ragu berinvestasi untuk menggeliatkan investasi domestik sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi.
Kurangi impor
Sebelumnya, dalam seminar daring bertajuk ”Strategi Industri Baja Nasional dalam Mendukung Sektor Kemaritiman dan Logistik Pascapandemi Covid-19”, Rabu lalu, para pelaku industri baja nasional berharap agat pemerintah melindungi industri baja domestik lewat pengetatan impor.
Hal itu diperlukan karena potensi industri baja Indonesia masih besar untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sektor maritim merupakan salah satu sektor yang membutuhkan baja dalam jumlah besar untuk bahan baku pembuatan kapal.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Pekerja mengawasi tungku peleburan logam di fasilitas produksi PT Krakatau Posco di Kawasan Industri Krakatau Steel di Cilegon, Banten, beberapa waktu lalu.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim mengatakan, konsumsi baja per kapita di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara di ASEAN. Pada 2019, konsumsi baja per kapita di Indonesia 68 kilogram. Dibandingkan dengan Korea Selatan yang industri galangan kapalnya maju, konsumsi baja negara tersebut jauh melampaui Indonesia, yakni 1.093 kilogram.
Dari kapasitas produksi baja dalam negeri yang mencapai 4,9 juta ton per tahun, utilisasinya belum 100 persen. Pasalnya, industri di Indonesia diserbu oleh baja impor. Padahal, kapasitas produksi hot rolled coil masih di atas permintaan tahunan di Indonesia. Sebagai contoh, pada 2019, produksi hot rolled coil 1,37 juta ton, sementara volume permintaan mencapai 2,6 juta ton.
”Di tahun tersebut, realisasi impor hot rolled coil mencapai 1,45 juta ton. Akibatnya, sejak 2014, neraca perdagangan hot rolled coil Indonesia selalu minus akibat impor yang tinggi,” kata Silmy.