Di tengah kondisi perekonomian yang memburuk akibat pandemi Covid-19, tawaran properti dengan harga diskon dan harga miring bertebaran. Namun, tawaran ini tak serta-merta disambut konsumen.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Dana simpanan masyarakat di perbankan tumbuh positif selama pandemi Covid-19. Lini konsumsi mengalami kontraksi. Hal ini tecermin, antara lain, dari permintaan dan investasi di sektor perumahan, baik apartemen maupun rumah tinggal, yang melambat.
Pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan berakhir dan berdampak pada perlambatan pasar properti telah disiasati sejumlah pengembang. Mereka menunda proyek baru dan melanjutkan proyek meskipun penyelesaiannya terlambat. Selain itu, pengembang memberikan tawaran diskon produk rumah kepada konsumen.
Namun, tawaran diskon properti tidak serta-merta menggiring masyarakat untuk membeli rumah tinggal atau berinvestasi. Muncul kecenderungan konsumen dan investor menahan diri.
Di beberapa provinsi, penyerapan rumah yang rendah juga terjadi pada rumah bersubsidi yang digulirkan untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Kontraksi penjualan properti sudah terlihat sejak triwulan I-2020. Survei Bank Indonesia menunjukkan penjualan rumah terkontraksi hingga -30,52 persen. Penurunan terjadi untuk semua tipe rumah, yakni rumah tipe besar, menengah, dan kecil. Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia juga telah mengoreksi target pembangunan perumahan tahun ini sebesar 30 persen.
Di sektor rumah bersubsidi, beberapa provinsi memperlihatkan penyerapan rumah yang lebih rendah ketimbang pasokan. Dari data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) per 10 Agustus 2020, Jawa Timur memiliki pasokan rumah subsidi sebanyak 12.507 unit, sedangkan penyerapannya hanya 6.330 unit. Di Sumatera Selatan, ketersediaan rumah bersubsidi 13.791 unit, sedangkan permintaan hanya 4.499 unit.
Di sektor rumah bersubsidi, beberapa provinsi memperlihatkan penyerapan rumah yang lebih rendah ketimbang pasokan.
Meskipun pasar perumahan terkoreksi hampir di semua lini, secara umum realisasi rumah subsidi melalui FLPP pada awal Agustus ini hampir mencapai 76,9 persen dari target. Realisasi FLPP sebanyak 78.896 unit atau senilai Rp 8 triliun, sedangkan target alokasi FLPP sebanyak 102.500 unit senilai Rp 11 triliun.
Pergerakan pasar perumahan di segmen bawah mencerminkan kebutuhan dasar papan yang tak terelakkan. Di tengah kondisi perekonomian yang sulit dan tak menentu, konsumen harus mempertimbangkan kondisi keuangan dan penuh perhitungan atas risiko finansial sebelum bisa menjangkau kebutuhan papan.
Di sisi lain, penjualan rumah yang terkoreksi sejatinya merupakan peluang bagi investor untuk mencari rumah atau produk komersial lain dengan harga miring. Konsultan properti Colliers International Indonesia mencatat, situasi pandemi Covid-19 yang tak menguntungkan pelaku usaha properti membuat beberapa pemilik hotel, perkantoran, dan mal melepas aset.
Kebangkitan properti sangat berkaitan erat dengan perbaikan ekonomi. Sementara perbaikan ekonomi sangat bergantung pada pemulihan krisis akibat pandemi Covid-19. Faktor yang saling terkait ini bagaikan telur dan ayam. Diperlukan terobosan kebijakan yang tepat agar seluruhnya bangkit secara paralel, bukan bersama-sama terpuruk semakin dalam.
Di lain pihak, dibutuhkan terobosan perbankan untuk mendorong pergerakan industri properti yang akan berimbas pada pergerakan 175 industri yang terkait dengan properti.
Dalam jangka panjang, sektor perumahan masih berpotensi besar sebagai instrumen investasi jangka panjang. Sebab, hunian akan selalu dibutuhkan, baik untuk tempat tinggal maupun investasi. Momentum ini jangan sampai terlewat.