Pemerintah berencana memberikan bantuan langsung tunai kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Bantuan tersebut berupa transfer tunai Rp 600.000 per bulan, selama empat bulan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skema dan kriteria bantuan subsidi gaji atau bantuan gaji pegawai sudah hampir final. Dalam penyalurannya nanti, subsidi gaji dari pemerintah ini akan berbasis data kepesertaan dari BP Jamsostek.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada karyawan swasta yang memiliki gaji kurang dari Rp 5 juta per bulan. Mereka nantinya bakal menerima transfer tunai Rp 600.000 per bulan selama empat bulan.
Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BP Jamsostek Irvansyah Utoh Banja menyampaikan, bantuan gaji tambahan kepada pekerja ini bagian dari stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka menanggulangi dampak Covid-19
”Terkait detail dari skema dan kriteria penyaluran subsidi gaji, dewan direksi BP Jamsostek akan segera menyampaikannya kepada publik dalam waktu dekat,” kata Utoh saat dihubungi Minggu (9/8/2020).
Terkait detail dari skema dan kriteria penyaluran subsidi gaji, dewan direksi BP Jamsostek akan segera menyampaikannya kepada publik dalam waktu dekat. (Irvansyah Utoh Banja)
Data yang disampaikan BP Jamsostek kepada pemerintah merupakan data peserta aktif dengan upah di bawah Rp 5 juta per bulan. Data tersebut berdasarkan upah pekerja yang dilaporkan perusahaan atau peserta mandiri kepada BP Jamsostek.
Saat ini, BP Jamsostek sedang mengumpulkan data nomor rekening peserta yang memenuhi kriteria penerima bantuan subsidi gaji atau bantuan gaji pegawai melalui kantor cabang di seluruh Indonesia. BP Jamsostek juga berharap agar perusahaan maupun tenaga kerja mandiri dengan besaran gaji sesuai kriteria turut aktif menyampaikan data nomor rekening mereka.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai BLT untuk pekerja berupah di bawah Rp 5 juta tidak akan serta-merta meningkatkan konsumsi masyarakat. Pasalnya, selama masa depan ekonomi belum pasti, masyarakat akan cenderung menyimpan dana subsidi untuk keperluan mendesak di masa depan.
”Para pekerja bakal menyimpan uang karena pada dasarnya kemampuan finansial mereka mencukupi untuk kebutuhan harian. Kalau jadi simpanan menghadapi resesi, tentu saja ekonomi akan mandek atau stagnan,” ujar Tauhid.
Para pekerja bakal menyimpan uang karena pada dasarnya kemampuan finansial mereka mencukupi untuk kebutuhan harian. Kalau jadi simpanan menghadapi resesi, tentu saja ekonomi akan mandek atau stagnan. (Tauhid Ahmad)
Ia menyoroti batas gaji Rp 5 juta yang menurut Tauhid bukan penghasilan orang miskin karena, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), upah buruh saja rata-rata Rp 2,92 juta. Pegawai dengan penghasilan di bawah Rp 2,3 juta dianggap lebih berhak, apalagi jika pemerintah tidak ingin terjadi lonjakan kemiskinan akibat Covid-19.
”Penghasilan yang rendah membuat kebutuhan mereka hanya dapat dipenuhi dalam beberapa hari dan minggu. Lewat tambahan uang, sumber penghasilan mereka bisa dialihkan untuk non-makanan seperti pendidikan-kesehatan,” ujarnya.
Tauhid juga menilai pemilihan data BPJS Ketenagakerjaan sebagai basis penyaluran subsidi berpotensi bermasalah. Pasalnya, data tersebut tidak menyentuh masyarakat yang kesulitan ekonomi, tetapi tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan akibat pemutusan hubungan kerja, dirumahkan, habis kontrak, maupun tidak terdata oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Jaring pengaman
Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, pemerintah memutuskan kebijakan jaring pengaman sosial untuk 29 juta keluarga termiskin di Indonesia atau sekitar 120 juta jiwa.
Programnya, antara lain, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial, dan program padat karya desa. Ada pula program Kartu Prakerja untuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja.
”Ada satu segmen yang masih kita lihat perlu diberikan bantuan, yakni tenaga kerja formal. Mereka masih resmi tercatat bekerja di perusahaannya, secara resmi masih bayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, tapi karena kondisi perusahaan kurang baik, sebagian dirumahkan dan sebagian lagi dipotong gajinya,” kata Budi.
Kelompok tersebut, menurut Budi, belum terjaring dalam program jaring pengaman sosial yang ada. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo meminta program baru untuk menjaring mereka. Program itu akhirnya disepakati berupa subsidi gaji untuk pekerja.
”Kita bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pegawai formal yang gajinya di bawah Rp 5 juta per bulan, dan sebagian besar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta, jumlahnya 13,8 juta orang, di luar PNS dan pegawai BUMN,” ujar Budi.