Jaga Komitmen Baru Pemulihan
Arah pemerintah dengan program terbarunya yang mengedepankan kesehatan dinilai sudah benar. Jangan sampai komitmen itu hanya menjadi program di atas kertas dan memunculkan lagi kebijakan lain yang kontradiktif.

Pengunjung berjalan-jalan di sekitar kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Minggu (9/8/2020). Meski ramai pengunjung, terutama saat hari libur, kawasan wisata Kota Tua Jakarta masih dibuka terbatas. Taman Fatahilah yang menjadi salah satu pusat keramaian pengunjung masih ditutup untuk umum.
JAKARTA, KOMPAS — Menyusul diumumkannya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen, pemerintah membenahi strategi penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Dengan jargon ”Indonesia Sehat, Indonesia Bekerja, dan Indonesia Tumbuh”, prioritas kebijakan akan diarahkan untuk terlebih dahulu mengamankan masyarakat dari Covid-19 dan mereformasi layanan kesehatan.
Pemerintah diminta benar-benar fokus merealisasikan program tersebut. Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 dinilai tidak lepas dari kebijakan perekonomian yang kontradiktif dengan upaya memutus rantai penularan virus.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance Enny Sri Hartati, Minggu (9/8/2020), mengatakan, untuk saat ini, dunia harus menerima kenyataan keras bahwa perekonomian tidak akan bisa pulih sampai pandemi berlalu. Sejumlah negara yang melonggarkan penanganan Covid-19 setelah berhasil menekan penularan virus, kini kembali berjaga-jaga mengencangkan kebijakan.
Indonesia juga harus menerima kenyataan keras itu. Pada triwulan II-2020, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif 5,32 persen. Meski belum memasuki resesi secara teknis karena belum mengalami pertumbuhan minus untuk dua triwulan berturut-turut, beberapa indikator riil telah menunjukkan tanda-tanda penurunan ekonomi yang mengarah pada resesi.
Pemerintah berikhtiar agar Indonesia terhindar jatuh ke dalam resesi. Namun, menurut Enny, melepaskan diri dari resesi hanya ilusi di tengah kondisi saat ini. ”Kalau kita mengharapkan pertumbuhan tidak minus, itu hanya ilusi. Ketika ada kejutan seperti pandemi ini, wajar kalau ekonomi akan jatuh di semua negara. Negara lain dengan stimulus fiskal yang berpuluh-puluh kali lipat dari Indonesia saja ekonominya tetap negatif. Jadi, ini memang jelas persoalan pandemi,” katanya.
Enny menilai, kebijakan pemerintah dalam upaya memulihkan ekonomi kontradiktif dengan upaya menekan penularan virus. Saat kasus positif semakin bertambah, pemerintah justru membuka kawasan wisata pada 6 Juli 2020, melonggarkan perjalanan dinas pada 13 Juli 2020, dan lengah mengawasi mobilitas masyarakat saat libur Idul Adha pada 30 Juli-2 Agustus 2020.

Akibatnya, kurva penularan Covid-19 tidak kunjung terkendali. Seiring dengan itu, kekacauan komunikasi dan informasi terjadi sehingga publik salah menangkap situasi ”normal baru” sebagai ”kembali normal”. Dampaknya, pembatasan sosial dalam aktivitas masyarakat sehari-hari melonggar, Covid-19 tidak lagi dianggap serius, dan jumlah kasus penularan Covid-19 melejit hingga melampaui 100.000.
”Kita dari awal ingin menyampaikan seolah-olah Indonesia sehat, imun, dan bebas Covid-19. Kita malah mencoba menutupi persoalan dan membohongi diri sendiri serta dunia, terus bersilat lidah,” kata Enny.
Baca juga: Kasus Baru di Jawa Timur Lampaui Kesembuhan
Komitmen dan ketegasan
Enny mengatakan, strategi kebijakan ke depan jangan sampai mengulangi kontradiksi antara penanganan kesehatan dan ekonomi sebelumnya. Aspek kesehatan tetap harus menjadi prioritas utama untuk benar-benar lepas dari jurang resesi meski akan memakan waktu yang lebih lama.
Strategi kebijakan ke depan jangan sampai mengulangi kontradiksi antara penanganan kesehatan dan ekonomi sebelumnya. Aspek kesehatan tetap harus menjadi prioritas utama untuk benar-benar lepas dari jurang resesi meskipun akan memakan waktu lebih lama.
Selain fokus pada menyehatkan dan mengamankan masyarakat dari Covid-19, kebijakan harus memprioritaskan penelitian dan pengembangan vaksin, serta memperkuat program-program perlindungan sosial dan bantuan pekerja sebagai bantalan selama pandemi.
”Di tataran komitmen sudah bagus, tetapi realisasinya gagal. Ke depan, jangan lagi kebijakan hanya jadi semacam gimmick atau pencitraan saja. Yang paling utama, membuat kebijakan tetap on track agar ketika nanti pandemi berlalu, masalah ekonomi bisa segera teratasi, dan pemulihan lebih cepat,” katanya.

Tim riset uji klinis calon vaksin Covid-19 menyimulasikan penyuntikan vaksin produksi Sinovac, China, kepada sukarelawan di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). Sebelum disuntik vaksin, calon sukarelawan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, Selasa (11/8/2020).
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan berpendapat, aktivitas perekonomian yang mulai dibangkitkan di tengah angka penularan Covid-19 yang masih tinggi menjadi ancaman memunculkan kluster-kluster baru. Apalagi kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan masih rendah.
”Sekarang ini apakah setiap individu sudah disiplin menjalankan protokol kesehatan? Belum. Kemudian apakah pihak kantor juga sudah disiplin menaati syarat dalam protokol kesehatan? Itu juga belum. Sementara pengawasan juga tidak maksimal,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Per 8 Agustus 2020, ada 65 kasus kematian baru akibat Covid-19 sehingga total kematian yang tercatat kini menjadi 5.658 kasus. Kasus baru pada penularan Covid-19 juga bertambah sebanyak 2.277 kasus sehingga total menjadi 123.503 kasus. Penambahan kasus tertinggi terjadi di DKI Jakarta (686 kasus), Jawa Timur (429 kasus), dan Jawa Barat (240 kasus).
Baca juga: Pekerja Waswas dengan Kelonggaran Protokol di Perkantoran
Sebelumnya, pada 28 Juli 2020, data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, kluster perkantoran menjadi salah satu yang memiliki risiko penularan yang cukup tinggi. Setidaknya di wilayah DKI Jakarta tercatat ada 90 kluster penularan baru dengan 459 kasus. Selain itu, kluster lainnya berada di komunitas, yakni di permukiman 283 kluster dengan 1.178 kasus dan di pasar rakyat sebanyak 107 kluster dengan 555 kasus.
Kluster-kluster di perkantoran terjadi karena masih lemahnya penerapan protokol kesehatan. Para pegawai yang positif bisa jadi tertular saat di kantor, perjalanan menuju atau pulang dari kantor, di lingkungan tempat tinggalnya, atau ketika melakukan perjalanan dinas.

Data penularan Covid-19 pada kluster perkantoran.
Menurut Ede, pembukaan aktivitas ekonomi masyarakat jangan sampai justru memperberat penanganan Covid-19 di Indonesia. Apabila jumlah kasus penularan semakin tinggi, kapasitas rumah sakit tidak akan memadai. Akibatnya, angka kematian pun bisa semakin besar karena penanganan yang terlambat.
Upaya perlindungan yang spesifik dan ketat menjadi syarat mutlak dalam pembukaan aktivitas ekonomi. Hukuman yang menimbulkan efek jera dibutuhkan untuk lebih menyadarkan masyarakat akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan. Angka penularan di Indonesia harus ditekan karena upaya pemeriksaan masih minim dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terbatas.
”Aturan terkait pembatasan sosial berskala besar belum dicabut sampai saat ini. Artinya, upaya pengendalian harus tetap tegas dan konsisten. Penerapan sanksi lewat instruksi presiden diharapkan bisa segera terimplementasi dengan baik. Peran kepala daerah sangat menentukan,” ujarnya.
Pembukaan aktivitas ekonomi masyarakat jangan sampai justru memperberat penanganan Covid-19 di Indonesia. Apabila jumlah kasus penularan semakin tinggi, kapasitas rumah sakit tidak akan memadai.
Baca juga: Covid-19 Belum Terkendali, Presiden Instrusikan Penerapan Sanksi Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan
Perangi pandemi
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir mengatakan, kunci pemulihan ekonomi adalah memulihkan kesehatan terlebih dahulu. Dengan masih tingginya penyebaran Covid-19, sosialisasi yang intens agar masyarakat menerapkan protokol Covid-19 selama pandemi harus terus ditingkatkan.
”Fokus kami di komite sudah jelas, yaitu kesehatan pulih, ekonomi bangkit. Terkait upaya pemulihan kesehatan ini, kami harus benar-benar turun ke bawah agar masyarakat bahu-membahu memerangi pandemi ini hingga tuntas,” katanya.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat mengunjungi Bio Farma di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). PT Bio Farma selaku BUMN farmasi ditargetkan siap memproduksi vaksin 250 juta dosis pada akhir 2020.
Berbagai kebijakan dalam Indonesia Sehat, Bekerja, dan Tumbuh itu akan dilangsungkan bertahap pada Juli 2020 hingga Desember 2020. Fase pertama yang dimulai pada Juli 2020-2021 diprioritaskan untuk penanganan aspek kesehatan dan keamanan Covid-19, serta bantuan sosial dan stimulus untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Fase berikutnya dalam waktu 1-2 tahun ke depan ditargetkan untuk vaksinasi dan memulihkan berbagai sektor ekonomi. Erick mengatakan, meski tahapan itu periodik, ketiganya saling beririsan. ”Kita gas dan rem, stimulus tetap jalan. Misalnya, pariwisata lokal tetap kita dorong, tetapi tentu kita tidak siap kalau langsung mendorong pariwisata mancanegara seperti dulu. Ini bukan soal salah-benar, tetapi formula,” katanya.
Baca juga: Pemerintah Benahi Strategi Hadapi Pandemi
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun. Hingga akhir pekan lalu, dana untuk penanganan kesehatan baru terealisasi Rp 6,3 triliun dari pagu Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 85,3 triliun dari Rp 203,91 triliun, UMKM Rp 31,21 triliun dari Rp 123,47 triliun, pemerintah daerah Rp 7,4 triliun dari Rp 106,05 triliun, dan insentif dunia usaha Rp 16,2 triliun dari Rp 120,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, kemungkinan infeksi pandemi Covid-19 gelombang kedua di sejumlah negara yang telah melakukan pembukaan aktivitas ekonomi dan belum ada kepastian vaksin untuk mengatasi virus, menimbulkan ketidakpastian tinggi terhadap dinamika perekonomian nasional dan global.
Penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi kini tidak bisa dipisahkan. Ketidakpastian sangat tinggi karena tidak ada yang dapat memprediksi kapan Covid-19 berakhir. Sejumlah pihak menyebut vaksin paling cepat ditemukan akhir tahun 2020. Oleh karena itu, penyesuaian aktivitas ekonomi perlu dilakukan dengan syarat protokol kesehatan ketat.
”Aspek kesehatan selalu diutamakan dan tidak dikesampingkan dalam kebijakan pembukaan aktivitas ekonomi,” kata Sri Mulyani.
