Bangkitkan Kepercayaan Diri Masyarakat Ekonomi Menengah
Potensi kelas menengah terhadap ekonomi Indonesia sangat besar, yakni mencapai 45 persen. Lebih kecil dibandingkan kontribusi 40 persen kalangan ekonomi menengah yang mencapai 36 persen.
Oleh
ERIKA KURNIA/SHARON PATRICIA
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pegawai di perkantoran di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, memanfaatkan jam istirahat makan siang, Selasa (4/8/2020). Terkait makin banyaknya kasus positif Covid-19 di perkantoran, Disnakertrans dan Energi DKI Jakarta meminta setiap perkantoran mengaktifkan gugus tugas internal dan bersikap proaktif melapor ke dinas.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 mengurangi peran masyarakat kalangan ekonomi menengah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar ditopang konsumsi rumah tangga. Untuk membangkitkan kontribusi mereka, pemangku kebijakan dan pelaku usaha perlu membangkitkan kepercayaan diri mereka dengan berbagai cara.
Menurut laporan Bank Dunia bertajuk ”Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class” di Januari 2020, dalam periode 15 tahun terakhir, jumlah populasi kelas menengah Indonesia naik dari 7 persen menjadi 20 persen total populasi atau sekitar 52 juta orang pada 2019.
Vice President Economist Bank Permata Josua Pardede, Minggu (9/8/2020), menyebut, potensi kelas menengah terhadap ekonomi Indonesia sangat besar, yakni mencapai 45 persen. Lebih kecil dibandingkan kontribusi 40 persen kalangan ekonomi menengah yang mencapai 36 persen, serta 40 persen kalangan ekonomi rentan dan bawah yang kurang dari 17 persen.
”Masyarakat 20 persen ini belum memutuskan belanja, antisipasi karena belum ada tanda-tanda kasus pandemi melandai. Mereka cenderung lebih menabung walaupun suku bunga sudah turun untuk mengencangkan ikat pinggang,” tuturnya kepada Kompas.
Potensi kelas menengah terhadap ekonomi Indonesia sangat besar, yakni mencapai 45 persen. Lebih kecil dibandingkan kontribusi 40 persen kalangan ekonomi menengah yang mencapai 36 persen.
Pernyataan itu sejalan dengan survei Nielsen Indonesia yang dirilis Juni lalu. Masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi (SES) menengah dan atas cenderung lebih fleksibel mengatur keuangan. Mereka juga tidak mengurangi anggaran untuk tabungan dan pinjaman.
Kelompok SES menengah mengurangi pos anggaran rekreasi sebesar 32 persen dan pendidikan senilai 20 persen, sedangkan kelompok SES lebih tinggi mengurangi anggaran rekreasi hingga 43 persen dan transportasi sebesar 27 persen.
Kecenderungan tidak mengurangi anggaran tabungan dan pinjaman juga terbaca dari dana simpanan masyarakat pada perbankan yang tetap tumbuh positif meski melambat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada triwulan II-2020, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 7,42 persen secara tahunan. Sementara pertumbuhan DPK pada triwulan II-2019 sebesar 9,54 persen.
Tetap tumbuhnya simpanan masyarakat berlawanan dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh negatif 5,51 persen pada triwulan II-2020. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terkontraksi tersebut membuat pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,32 persen. Penurunan tertinggi terjadi di sektor restoran dan hotel (-16,53 persen) serta sektor transportasi dan komunikasi (-15,33 persen).
”Masyarakat kalangan ekonomi menengah dan atas harus dibangkitkan dengan memastikan kepercayaan mereka terhadap peningkatan penanganan pandemi Covid-19,” kata Josua.
Masyarakat kalangan ekonomi menengah dan atas harus dibangkitkan dengan memastikan kepercayaan mereka terhadap peningkatan penanganan pandemi Covid-19.
Pengalaman berbelanja
Untuk meningkatkan konsumsi masyarakat ekonomi menengah dan ke atas, pengalaman belanja dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan industri-industri besar menjadi kuncinya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, industri atau UMKM ritel perlu lebih agresif menjalankan strategi omnichannel atau pemanfaatan media daring dan luring. Strategi yang memanfaatkan digitalisasi penting, antara lain, untuk menjawab kekhawatiran akan situasi kesehatan di masa pandemi.
”Langkah-langkah ritel untuk menggarap pasar itu bisa dengan melakukan pemasaran media sosial, kerja sama sama perbankan atau teknologi finansial untuk memudahkan pemesanan dan pemasaran,” katanya.
Upaya menarik konsumen dengan promo spesial, seperti diskon atau cash back, juga relevan. Namun, untuk menyasar pasar menengah dan atas, Roy menyarankan agar pelaku usaha membuat inovasi untuk meningkatkan pengalaman mereka, seperti layanan antar bebas Covid-19 atau kesempatan untuk calon pembeli menjajal produk yang dijual.
”Untuk garap pasar menengah ke atas tidak melulu dengan diskon. Itu sudah lapuk di industri ritel. Tetapi harus dengan komunikasi dan layanan yang menyentuh pribadi masyarakat agar terbangun hubungan yang jauh lebih dekat,” ujarnya.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, yang dihubungi beberapa waktu lalu, mengatakan, digitalisasi juga terus dikembangkan untuk pelaku UMKM agar menjangkau pasar yang lebih luas.
Kemenkop dan UKM bersama Smesco Indonesia kini tengah mengembangkan program SparcTrade dan E-brochure. Program ini diharapkan dapat membantu dalam memudahkan pelaku usaha yang belum bisa berjualan di pasar digital.
”Saat ini baru 13 persen atau 8 juta UMKM terhubung ke pasar digital. Platform digital sederhana ini semoga bisa membantu UMKM, selain melalui program edukasi, kurasi, dan edukasi yang bekerja sama dengan perusahaan platform e-dagang (e-commerce),” kata Teten.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Sejumlah produk unggulan dari usaha mikro, kecil, dan menengah Purbalingga, Jawa Tengah, dipasarkan di Alfamart, Kamis (6/8/2020).
Program lainnya, kata Teten, yaitu program padat karya dengan skema cash for work yang dapat turut memperkuat daya beli. Misalnya, dengan memanfaatkan tanah-tanah kosong milik Perhutani untuk program padat karya yang juga bisa dikaitkan dengan antisipasi krisis pangan.
Strategi tersebut diharapkan mengurangi dampak pandemi yang lebih dalam pada aktivitas perekonomian. Saat ini, relaksasi pembatasan sosial untuk aktivitas bisnis dengan pelaksanaan dan pengawasan protokol kesehatan dinilai membantu memulihkan perekonomian perlahan.
Survei Konsumen Juli 2020 yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi setelah masa adaptasi kebiasaan baru mulai membaik meskipun masih berada di zona pesimis atau kurang dari 100. Keadaan ini tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen sebesar 86,2 pada Juli 2020, meningkat dari 83,8 persen pada bulan sebelumnya.
Keyakinan konsumen pada Juli 2020 meningkat di 13 kota dengan peningkatakan tertinggi di Kota Mataram (19,4 poin), Denpasar (13,7 poin), dan Pangkal Pinang (12 poin). Kenaikan indeks terutama terjadi pada kelompok responden dengan tingkat pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan, dari 57 poin (Juni) menjadi 68,7 poin (Juli).
Persepsi konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja pun turut membaik yang terindikasi dari kenaikan indeks ketersediaan lapangan kerja. Misalnya, untuk kategori kelompok pendidikan, tertinggi pada responden dengan pendidikan pascasarjana yang meningkat dari 12,2 poin (Juni) menjadi 30,3 poin (Juli).
Presiden Joko Widodo, didampingi oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, meninjau proyek padat karya pembuatan saluran irigasi di Desa Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6/2020).
Konsumsi pemerintah
Menurut Teten, untuk memperkuat daya beli masyarakat di tengah ekonomi lesu, pemerintah juga mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Alokasi belanja dalam APBN 2020 ada sebesar Rp 231 triliun yang dapat dipakai untuk belanja produk UMKM, baik belanja sosial maupun barang.
”Presiden (Joko Widodo) meminta agar realisasi belanja APBN dan APBD dipercepat serta program jaminan sosial diperluas. Presiden juga sudah meminta belanja kementerian, lembaga, badan usaha milik negara (BUMN), dan daerah agar membeli produk UMKM,” katanya.
Pemerintah kini sedang menyiapkan laman khusus produk UMKM di e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk memudahkan pengadaan barang. Relaksasi standar produk pun sedang diupayakan kepada LKPP agar lebih banyak produk UMKM yang dapat menawarkan produknya.
Pemerintah kini sedang menyiapkan laman khusus produk UMKM di e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk memudahkan pengadaan barang.
Strategi itu diharapkan dapat memaksimalkan konsumsi pemerintah. Pada triwulan II, konsumsi pemerintah terkontraksi 6,9 persen atau turun dari 3,75 persen pada triwulan I-2020. Keadaan ini utamanya dipengaruhi oleh penundaan dan pembatalan kegiatan-kegiatan kementerian dan lembaga sejak pertengahan Maret pandemi Covid-19.