Penjualan Bendera Tak Lagi Berkibar Jelang HUT Ke-75 RI
Bulan Agustus biasanya memberikan angin segar bagi para pedagang bendera. Akan tetapi, tahun ini menjadi pengecualian. Penjualan bendera yang biasanya berkibar menjelang HUT RI, kini ikut terimbas lesunya ekonomi warga.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Pelemahan daya beli masyarakat turut dirasakan oleh sebagian penjual bendera menjelang HUT Ke-75 Republik Indonesia. Omzet para pedagang bendera ini menurun drastis. Pedagang bendera grosir juga mengurangi stok barang secara tajam.
Berdasarkan pengalaman Dudung (35) yang sudah berjualan bendera sejak 20 tahun lalu, peringatan HUT RI di tahun ke-70, 65, dan 60 biasanya memicu antusiasme warga untuk membeli bendera. Penyebabnya, angka kelipatan 5 itu dinilai unik. Selain bendera, biasanya dia juga menjual lampu hias dengan angka unik itu.
Lain halnya untuk HUT Ke-75 RI tahun ini. Dudung sudah memutuskan tidak menjual lampu hias lagi. Produsen lampu hias tersebut, kata Dudung, khawatir tak akan banyak pembeli karena perekonomian warga tergencet pandemi Covid-19.
”Boro-boro bendera, buat masyarakat mah yang penting buat isi perut dulu,” kata pedagang yang berjualan di Jalan KH Mas Mansyur, Jakarta Pusat, Jumat (7/8/2020).
Dudung menunjuk dua bangunan yang berada di depan dan belakang lapaknya. Tahun lalu, dua pemilik bangunan itu membeli bendera miliknya. Untuk HUT RI kali ini, alih-alih membeli baru, pemilik dua bangunan itu malah mengibarkan bendera tahun lalu.
”Itu masih bendera tahun kemarin, tuh. Dibeli sama saya juga," kata warga Cirebon, Jawa Barat, ini.
Dudung mulai menjajakan bendera sejak pekan pertama setelah libur Idul Adha. Sebelumnya, dia berdagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pada hari pertama berjualan, omzetnya hanya Rp 35.000. Memasuki hari ke-5, omzetnya tak sampai Rp 100.000 per hari. ”Tahun lalu, dari tanggal 1-17 Agustus, minimal omzet Rp 200.000 per hari,” ujarnya.
Penurunan omzet turut dirasakan oleh pedagang grosir di Pasar Senen, Jakarta. Di blok III lantai I, kata pedagang grosir bendera, Yuni (32), biasanya hampir semua toko menstok bendera. Kini, hanya beberapa toko saja yang menjual bendera.
Dia memaparkan, bendera rempel biasanya laku 500 meter per hari menjelang HUT RI. Kini, dia hanya bisa menjual 50 meter per hari. Bahkan, perlengkapan upacara, seperti baju pasukan pengibar bendera dan syal merah putih masih belum ada yang membeli. ”Kalau enggak korona, sudah kenceng banget jualannya. Syal merah putih biasanya sudah habis tanggal segini,” tuturnya.
Pedagang grosir lainnya, Siti Kusumawati (42), biasanya menstok umbul-umbul hingga 5.000 buah. Kini, dia hanya mensetok 3.000 umbul-umbul. Sejumlah langganan Siti tak membeli bendera tahun ini. ”Katanya, mereka pakai bendera lama dulu,” ujarnya.
Tahun lalu, Siti tidak menerima pesanan bendera rempel yang polanya terlalu rumit. Itu karena pembuatan bendera tersebut membutuhkan waktu lama dan saat bersamaan banyak pesanan belum dikerjakan. Kini, ia menerima semua jenis bendera betapa pun sulit motifnya.
”Covid-19 ini dampaknya merembet ke mana-mana, termasuk ke kami. Sejumlah pedagang yang dulu memesan ke saya, kini sudah tak memesan lagi. Kalaupun masih ada yang pesan, jumlahnya tak sebanyak tahun lalu,” jelasnya.
Penurunan omzet penjual bendera tak lepas dari situasi perekonomian nasional. Badan Pusat Statistik mencatat, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan pada triwulan II-2020. Angka pertumbuhan ini anjlok dari triwulan I-2020, yakni 2,97 persen secara tahunan.
Pertumbuhan ekonomi triwulan II terkontraksi karena seluruh pengeluaran dalam struktur produk domestik bruto (PDB) tumbuh negatif. Konsumsi rumah tangga yang pada triwulan II-2020 berperan 57,85 persen terhadap PDB, tumbuh minus 5,51 persen secara tahunan.