Dukungan Masyarakat dan Kebijakan yang Stabil Jadi Kunci Keberhasilan
Indonesia berkomitmen meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan dan mengurangi pemakaian energi fosil. Namun, dibutuhkan konsistensi kebijakan agar komitmen tersebut terwujud.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dukungan masyarakat dan kebijakan yang stabil menjadi kunci suksesnya pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Indonesia sangat berkepentingan mengembangkan energi terbarukan sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menurunkan penggunaan energi fosil.
Hal itu mengemuka dalam seminar daring ”A Roadmap to Green Growth Energy Transition”, Jumat (7/8/2020), di Jakarta. Pembicara seminar tersebut adalah Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa, antropolog senior dari ANP Insight Oncel Karmandito, Direktur Akuo Energy Indonesia Refi Kunaefi, dan Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas.
Fabby mengungkapkan, salah satu alasan pengembangan energi terbarukan di Indonesia terbilang lamban adalah masalah kebijakan. Ia mencontohkan, sejak 2008 sampai 2017 saja, ada tujuh aturan yang dikeluarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai harga listrik dari energi terbarukan jenis panas bumi. Begitu cepatnya perubahan tersebut membuat investor memilih bersikap menunggu dan mencermati.
”Itulah kenapa perkembangan kapasitas listrik energi terbarukan panas bumi cukup lamban di Indonesia. Sejak 2007, kapasitas terpasangnya 982 megawatt dan menjadi 2.130 megawatt pada 2019. Praktis hanya ada penambahan 1.148 megawatt selama kurun 12 tahun,” katanya.
Salah satu alasan kenapa pengembangan energi terbarukan di Indonesia terbilang lamban adalah masalah kebijakan.
Pemerintah masih menyiapkan rancangan peraturan harga listrik energi terbarukan berbentuk peraturan presiden. Diperkirakan aturan ini segera terbit dalam waktu dekat di tahun ini. Sejumlah pihak, khususnya pengembang energi terbarukan sektor swasta, berharap aturan tersebut memberi nilai keekonomian bagi pengembang.
Oncel menekankan pentingnya pendekatan pendahuluan kepada masyarakat di sekitar lokasi proyek sebelum proyek tersebut dimulai pengerjaannya. Mendekati tokoh adat atau tokoh kunci dalam kelompok masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proyek.
Masyarakat harus mendapat pemberitahuan yang jelas dan lengkap tentang proyek yang hendak dikerjakan tersebut. ”Selain itu, penempatan orang-orang atau petugas proyek dari pihak pengembang adalah orang-orang yang punya kompeten agar rencana proyek berjalan baik sesuai jadwal,” katanya.
Refi mengakui, sosialisasi proyek kepada semua pemangku kepentingan menjadi kunci agar pelaksanaan proyek energi terbarukan tak terhambat. Akuo Energy adalah perusahaan Perancis yang fokus mengembangkan energi terbarukan di seluruh dunia dan beroperasi di 18 negara, termasuk di Indonesia. Sebelum proyek dikerjakan, perencanaan harus betul-betul matang.
”Sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan dan menggandeng tokoh kunci adalah strategi bagaimana sebuah proyek energi terbarukan di Indonesia bisa berhasil,” ucap Refi.
Pengembangan masyarakat
Shiskha menambahkan, program elektrifikasi di Indonesia bukan semata-mata urusan penyediaan akses listrik. Namun, bagaimana pengembangan sumber daya manusia di sekitar lokasi proyek elektrifikasi turut diperhatikan. Harga listrik yang terjangkau oleh masyarakat dan pasokan listrik yang andal menjadi sangat penting.
Program elektrifikasi di Indonesia bukan semata-mata urusan penyediaan akses listrik. Namun, bagaimana pengembangan sumber daya manusia di sekitar lokasi proyek elektrifikasi turut diperhatikan.
Sampai triwulan I-2020, rasio elektrifikasi di Indonesia 98,93 persen. Rasio elektrifikasi adalah perbandingan jumlah penduduk yang mengakses listrik terhadap jumlah populasi di suatu wilayah. Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi tahun ini bisa mencapai 100 persen.
Tahun ini, pemerintah akan memperkuat pasokan listrik di 4.191 desa di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah desa tersebut, sudah termasuk 433 desa yang sama sekali belum terlistriki. Dari desa yang sama sekali belum terlistriki, ada di wilayah Papua dan Papua Barat.
Pemerintah mengakui, meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia bukanlah hal mudah. Penyebabnya adalah kondisi geografis yang berat, seperti wilayah terpencil dengan akses dan medan yang sulit, serta anggaran yang terbatas. Salah satu strategi pemerintah dalam program meningkatkan rasio elektrifikasi adalah menggandeng badan usaha swasta.