Kuota pengunjung ke kawasan Taman Nasional Komodo dibatasi untuk menjaga keberlangsungan hidup fauna dan flora di seluruh kawasan konservasi yang berada di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kuota pengunjung ke kawasan Taman Nasional Komodo dibatasi. Pembatasan dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup fauna dan flora di seluruh kawasan konservasi di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, meski Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores membangun pariwisata di daratan Flores.
Hal ini terungkap pada pertemuan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat dengan Staf Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bidang Keamanan Adi Deriyan Jayamarta beserta rombongan di Kupang, Selasa (4/8/2020) malam.
”Pulau Komodo merupakan kawasan konservasi sehingga ke depan wisatawan yang ingin berkunjung wajib mendaftar. Jumlahnya dibatasi setiap tahun hanya 50.000 orang,” kata Laiskodat.
Pulau Komodo harus dipertahankan sebagai pulau natural. Tidak boleh dibangun penginapan dan sejenisnya. Sebab, di pulau itu terdapat binatang langka komodo atau Varanus komodoensis yang hidup di alam liar. ”Jangan dibangun hotel, resor, dan sejenisnya. Hotel dibangun ke arah Tanah Mori. Di sekitar Pulau Komodo hanya ada hotel apung dengan jumlah kamar 80-100 unit,” katanya.
Pulau Komodo merupakan kawasan konservasi sehingga ke depan wisatawan yang ingin berkunjung wajib mendaftar. Jumlahnya dibatasi setiap tahun hanya 50.000 orang.
Hal tersebut untuk menjaga kelestarian fauna dan flora di dalam kawasan Pulau Komodo. Selain binatang Komodo, pulau itu juga memiliki beberapa satwa endemik, demikian pula flora. Ini perlu dipertahankan dan dilestarikan sehingga tidak punah.
Mengenai kinerja Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF), selama ini sudah bersinergi dengan Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, serta pemangku dan seluruh pemangku kepentingan terkait kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
BOPLBF pun harus bisa bekerja lebih keras lagi, dengan memberikan sumbangsih pemikiran yang inovatif. Caranya, misalnya, melakukan pendampingan berkelanjutan terhadap penduduk lokal agar bisa berdampak efektif bagi pengembangan wisata super premium di Labuan Bajo.
Kesejahteraan masyarakat setempat harus mendapat tempat utama dibandingkan kepentingan pengusaha atau pihak luar. Masyarakat lokal turut berperan menentukan keberlanjutan seluruh destinasi wisata di daerah itu. Jika mereka mendapatkan manfaat langsung, mereka juga akan menjaga, melindungi, dan ikut melestarikan.
Pendampingan
Paling penting yaitu BOPLBF melakukan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat, pelaku usaha wisata, dan peningkatan sumber daya masyarakat setempat sehingga pariwisata Labuan Bajo benar-benar memberi dampak yang luar biasa bagi masyarakat.
Staf Khusus Kementerian Pariwisataa dan Ekonomi Kreatif Adi Deriyan Jayamarta menjelaskan, tujuan kedatangan mereka melihat sejauh mana kinerja dari BOPLBF ini. Jika ada kendala, segera disampaikan sehingga secepat mungkin dicarikan jalan keluar karena Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai salah satu dari 10 destinasi unggulan nasional.
Ketua Harian Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Manggarai Barat Donatus Matur mengatakan, beberapa pertemuan pembahasan dan sosialiasi mengenai program kerja BOPLBF Asita dilibatkan, tetapi aspirasi Asita tidak pernah diakomodasi.
Misalnya, kebijakan mengenai pendaftaran secara daring bagi calon pengunjung ke TNK. Asita dikagetkan karena hanya BOPLBF dan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang bisa mendaftar tamu-tamu yang berkunjung ke sana. Asita tidak bisa mendaftarkan tamu yang hendak ke Labuan Bajo.
”Setiap tamu yang ingin ke Labuan Bajo, mereka harus ke TNK karena di sana ada binatang komodo. Mereka ingin melihat langsung binatang itu. Kalau mereka diarahkan ke destinasi wisata lain di luar TNK, mereka tidak mau karena destinasi lain, seperti air terjun, goa alam, dan desa adat sering dijumpai,” tutur Matur.
Ia mengatakan, BOPLBF ini bertugas membangun pariwisata dari Labuan Bajo sampai seluruh daratan Flores-Lembata. Namun, selama ini konsentrasi mereka hanya di Labuan Bajo. Sebanyak 68 desa wisata yang ditetapkan Pemerintah Daerah Manggarai Barat tidak diakomodasi, sementara jumlah 68 desa wisata itu sangat menarik untuk dijual kepada wisatawan.
Matur menuturkan, kedatangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio beserta Presiden Joko Widodo ke Labuan Bajo, Asita tidak pernah diajak bertemu atau berdialog. BOPLBF malah mengumpulkan puluhan anak muda bertemu Menteri Pariwisata tanpa melibatkan Asita.
Untuk itu, Asita Manggarai Barat berharap Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif segera melakukan perombakan kepengerusan BOPLBF. Pengurus harus benar-benar bersedia bekerja untuk tujuan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat lokal, bukan memiliki misi khusus tentang Labuan Bajo ke depan, antara lain rencana program wisata halal.