Permintaan India dan China Membaik, Harga Sawit Meningkat Tajam
Harga minyak sawit mentah atau CPO meningkat tajam mencapai Rp 9.177 per kilogram seiring dengan pulihnya konsumsi CPO dunia. Kenaikan harga pun kini mulai dirasakan petani.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Harga minyak sawit mentah atau CPO meningkat tajam seiring dengan pulihnya konsumsi CPO dunia. Harga CPO kini sudah mencapai Rp 9.177 per kilogram, naik dibanding pada Mei yang sempat anjlok hingga Rp 6.530 karena menurunnya konsumsi dunia akibat pandemi Covid-19. Kenaikan harga pun kini mulai dirasakan oleh petani.
Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut Timbas Prasad Ginting, Selasa (4/8/2020), mengatakan, harga CPO saat ini masih terus berada dalam tren meningkat. ”Kami berharap, harga CPO bisa melesat terus agar bisa menjadi penopang ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 ini,” kata Timbas.
Timbas mengatakan, permintaan dari negara tujuan ekspor utama CPO, terutama India dan China, sudah pulih kembali. Permintaan kedua negara itu sempat menurun signifikan karena sejumlah industri berhenti beroperasi karena kebijakan karantina wilayah.
”Ini merupakan sinyal kuat yang menunjukkan konsumsi CPO dunia sudah membaik. Kami perkirakan, harga CPO di pasar dunia masih akan terus meningkat,” kata Timbas.
Selain karena permintaan dari negara konsumen utama yang telah pulih, menurut Timbas, kenaikan harga juga turut dipengaruhi rencana Indonesia untuk terus meningkatkan konsumsi dalam negeri dengan program pencampuran biodiesel dengan bahan bakar minyak solar.
Penggerak ekonomi
Menurut Timbas, industri sawit saat ini menjadi salah satu penopang ekonomi daerah yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, khususnya di daerah sentra sawit. Seiring dengan peningkatan harga CPO di pasar dunia, aktivitas perekonomian di daerah perkebunan dan pabrik kelapa sawit pun terus bergerak.
Hingga saat ini tidak ada karyawan di perkebunan ataupun di pabrik yang dirumahkan atau diberhentikan karena pandemi. (Timbas Ginting)
Timbas mengatakan, di Sumut terdapat 1,8 juta hektar kebun sawit dengan 162 pabrik kelapa sawit. Industri sawit di Sumut pun menyerap lebih dari 560.000 tenaga kerja. Hingga saat ini tidak ada karyawan di perkebunan ataupun di pabrik yang dirumahkan atau diberhentikan karena pandemi.
Protokol Covid-19 pun diterapkan dengan ketat di perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Setiap orang yang hendak masuk ke kawasan perkebunan atau pabrik diperiksa dengan protokol Covid-19. Penerapan protokol pun tidak sampai mengganggu proses produksi di industri kelapa sawit.
Kenaikan harga sawit pun turut dinikmati hingga ke tingkat petani sawit. Harga tandan buah segar (TBS) sawit pun kini sudah mencapai Rp 1.500 per kilogram, naik dari bulan Mei yang sempat anjlok mendekati Rp 1.000 per kg. ”Ekonomi di desa kami mulai bergairah seiring dengan membaiknya harga sawit,” kata Ricky Sigalingging, petani sawit di Kecamatan Sawit Seberang, Kabupaten Langkat.
Ricky mengatakan, kelapa sawit menjadi penggerak ekonomi utama di daerahnya. Selain menjadi pemilik kebun, warga di desanya juga merupakan buruh panen sawit atau karyawan di perusahaan perkebunan sawit. Warung-warung di desanya pun kini mulai ramai kembali seiring dengan membaiknya ekonomi dari perkebunan sawit.
Selain sawit, ekspor karet remah juga mengalami perbaikan, tetapi harganya masih bertahan rendah. Volume ekspor karet dari Sumut pada Juni meningkat signifikan menjadi 28.012 ton setelah sempat terpuruk hingga 14.975 ton pada Mei.
”Peningkatan volume ekspor didorong membaiknya permintaan karet dari China,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumut Edy Irwansyah.
Ekspor karet dari Sumut pun diprediksi masih akan meningkat hingga mendekati volume ekspor sebelum pandemi sekitar 34.000 ton per bulan. Sumut kini mengekspor sawit ke 32 negara. Enam negara tujuan ekspor utama pada Juni ini secara berturut-turut, yakni China, Amerika Serikat, Jepang, India, Brasil, dan Korea Selatan.