Meski terjadi peningkatan dari sejumlah indikator, perlu ada upaya keras untuk menarik wisman kembali datang ke Indonesia, terutama di tengah tantangan penanganan Covid-19 yang belum optimal.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan relaksasi pembatasan sosial berskala besar yang berlaku pada Juni 2020, kunjungan wisatawan perlahan mulai meningkat. Namun, geliat tipis itu masih dibayangi tingkat penyebaran virus yang tinggi dan penanganan Covid-19 yang belum optimal. Pemulihan sektor pariwisata dinilai masih jauh.
Badan Pusat Statistik mencatat jumlah wisatawan mancanegara (wisman) pada Juni 2020 sebanyak 160.282 orang. Kunjungan ini terdiri dari wisman yang berkunjung melalui pintu masuk udara sebanyak 1.460 kunjungan, pintu masuk laut sebanyak 49.467 kunjungan, dan pintu masuk darat sebanyak 109.355 kunjungan.
Jumlah itu turun 2,06 persen dibandingkan dengan Mei 2020 dengan kunjungan wisman sebanyak 163.650 orang. Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, tingkat kunjungan itu anjlok hingga 88,82 persen.
Meski secara keseluruhan masih menurun, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, Senin (3/8/2020), mengatakan, dibandingkan dengan kondisi pada Mei 2020, kunjungan wisman mulai menunjukkan peningkatan di sejumlah pintu masuk. Pada Juni 2020, kenaikan jumlah wisman terpantau di seluruh bandara, kecuali Ngurah Rai, Bali, yang masih mengalami penurunan 70,59 persen.
Persentase kenaikan tertinggi terjadi di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, hingga 9.400 persen, diikuti Bandara Sultan Badarudin II, Sumatera Selatan, sebesar 750 persen, dan Bandara Juanda, Jawa Timur, sebesar 708,3 persen. Demikian pula Bandara Soekarno-Hatta, yang jumlah wismannya meningkat 130,13 persen.
Kunjungan wisman melalui pintu masuk laut juga meningkat. Kenaikan tertinggi tercatat di Pelabuhan Tanjung Benoa, Bali, sebesar 1.000 persen. Sementara kunjungan wisman melalui pintu masuk darat tetap turun sepanjang Juni 2020.
Indikator lain yang menunjukkan mulai ada geliat pariwisata adalah terjadi kenaikan tingkat penghunian kamar hotel berklasifikasi bintang pada Juni 2020. Peningkatan itu mencapai rata-rata 19,7 persen, naik 5,25 poin jika dibandingkan dengan kondisi pada Mei 2020. Kondisi itu tercatat paling tinggi terjadi di Provinsi Maluku (38,75 persen), Lampung (34,73 persen), dan Kalimantan Timur (34,62 persen).
”Ini menunjukkan, dengan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), wisman mulai berdatangan, mulai ada pergerakan, meski posisinya masih jauh dari posisi normal,” kata Suhariyanto.
Ini menunjukkan, dengan relaksasi PSBB, wisman mulai berdatangan, mulai ada pergerakan, meski posisinya masih jauh dari posisi normal.
Adapun jumlah wisman terbanyak datang dari negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia, yakni Timor Leste dan Malaysia. Namun, mereka ditengarai bukan warga negara asing yang datang berkunjung ke Indonesia, melainkan WNI yang tinggal di luar negeri dan pulang atau berkunjung ke Indonesia.
Sementara itu, sepanjang bulan Juni 2020, ada kenaikan wisman yang cukup drastis dari Perancis (155,56 persen), Meksiko (66,67 persen), dan Selandia Baru (66,67 persen). Mereka ditengarai berstatus petugas kesehatan dan pekerja asing yang datang ke Indonesia untuk tujuan lain selain berwisata.
Suhariyanto mengatakan, meski terjadi peningkatan dari sejumlah indikator, perlu ada upaya keras untuk menarik wisman kembali datang ke Indonesia, terutama di tengah tantangan penanganan Covid-19 yang belum optimal.
Penurunan indeks pariwisata yang konsisten sejak Februari sampai Juni 2020 menunjukkan sektor pariwisata terpukul parah akibat pandemi dan membutuhkan waktu lebih panjang daripada sektor lain untuk pulih.
”Kunci pentingnya memang Covid-19 harus segera berlalu dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan tidak bisa ditawar-tawar,” ujarnya.
Kunci pentingnya memang Covid-19 harus segera berlalu dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan tidak bisa ditawar-tawar.
Pemulihan sektor pariwisata juga berkaitan dengan kinerja industri penerbangan yang masih jauh dari pulih. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) baru-baru ini merevisi proyeksinya terkait pemulihan industri penerbangan. IATA memprediksi pemulihan akan tertunda lebih lama dari prediksi awal.
Awalnya, pada April 2020, IATA memprediksi industri penerbangan global sudah akan pulih pada 2022. Namun, melihat kondisi perkembangan Covid-19 terkini, pemulihan diperkirakan baru mulai tampak pada 2023.
Kepercayaan konsumen yang menurun, masih adanya larangan bepergian di banyak negara, serta buruknya penanganan Covid-19 di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, membuat pemulihan tidak bisa terjadi dalam waktu dekat.
Pada 2020, angka penumpang global diprediksi akan menurun 55 persen dibandingkan dengan tahun 2019, lebih buruk daripada prediksi sebelumnya yang dilakukan IATA pada April, yakni 46 persen.
Pada 2020, angka penumpang global diprediksi akan menurun 55 persen dibandingkan dengan tahun 2019, lebih buruk daripada prediksi sebelumnya yang dilakukan IATA pada April, yakni 46 persen.
IATA memprediksi jumlah penumpang pesawat mulai naik 62 persen pada 2021, tetapi kondisi itu tetap tercatat 30 persen lebih rendah dibandingkan dengan kondisi pada 2019 sebelum pandemi terjadi.
IATA merekomendasikan ada skema bantuan dan dukungan dari pemerintah tiap negara untuk mencegah maskapai penerbangan mengalami kebangkrutan. Pemerintah juga perlu melakukan berbagai langkah ekstra untuk menumbuhkan rasa kepercayaan penumpang, yaitu penanganan dari aspek kesehatan.
”Pengetesan secara cepat dan akurat dibutuhkan untuk mengelola penyebaran virus, sembari membuka lagi ekonomi dan secara perlahan memulihkan lagi akses perjalanan dan pariwisata,” kata CEO IATA Alexandre de Juniac dalam keterangan pers.