Wujudkan Energi Rendah Karbon, Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Inggris
Guna mencapai target energi baru terbarukan hingga 23 persen pada 2025, Indonesia bekerja sama dengan Inggris dalam program Mentari. Program kemitraan energi rendah karbon ini akan dimulai dari Indonesia timur.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam rangka mewujudkan target energi baru terbarukan hingga 23 persen dari total energi yang dihasilkan pada 2025, Indonesia melakukan kerja sama dengan Inggris untuk melaksanakan Program Mentari. Program kemitraan energi rendah karbon ini akan beroperasi secara nasional, tetapi lebih berfokus pada pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia bagian timur.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, potensi energi baru terbarukan (EBT) Indonesia sebesar 442 gigawatts (GW) atau 6,5 kali kapasitas pembangkitan saat ini. Namun, Indonesia baru memanfaatkan 2,15 persen dari total kapasitas tersebut.
Sementara itu, masih ada sejumlah rumah tangga di kawasan Indonesia bagian timur yang belum bisa menikmati listrik.
Untuk itu, Kementerian ESDM dan Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia pada Kamis (30/7/2020) meluncurkan Program Mentari (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia). Program ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman pada Februari 2019 dan perjanjian implementasi pada April 2020 terkait kerja sama pengembangan energi rendah karbon.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins menyampaikan, Indonesia berpotensi menjadi negara adidaya di sektor EBT. Kemitraan ini menjadi sebuah proses transisi yang memungkinkan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pengentasan rakyat miskin, akses energi yang aman dan terjangkau, serta penurunan emisi.
”Penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan merupakan dasar untuk memulihkan dan meningkatkan ekonomi serta mengatasi perubahan iklim. Saya senang Inggris dapat menjalin kemitraan dengan Indonesia guna mendukung transisi energi (yang lebih ramah lingkungan),” ujar Jenkins.
Paparan ini dibahas dalam webinar ”Peluncuran Virtual Program Mentari”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM FX Sutijastoto, dan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa.
Ego Syahrial menyampaikan, kerja sama ini sekaligus sebagai komitmen untuk memenuhi target EBT dan menurunkan emisi. Kementerian ESDM kini sedang menyiapkan peraturan untuk meningkatkan pengembangan EBT, memprioritaskan pemanfaatan untuk melistriki daerah terpencil, serta mengganti semua pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dalam tiga tahun ke depan.
”Inisiatif Program Mentari benar-benar tepat waktu karena akan menjadi bagian dari transisi energi bersih Indonesia. Kami optimistis program ini dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan mengurangi kemiskinan melalui pengembangan sektor EBT,” kata Ego Syahrial.
FX Sutijastoto mengatakan, pemanfaatan EBT dapat turut meningkatkan ekonomi. Sebab, hal itu akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan daya saing industri, serta menurunkan potensi pengangguran.
Pemanfaatan EBT dapat menciptakan lapangan kerja baru, antara lain, manajer energi, auditor energi, dan pelaksana. Selain itu, juga membuka peluang bisnis baru, mulai dari perusahaan jasa energi, lembaga sertifikasi, hingga lembaga pendidikan.
Jangka panjang
Untuk proyek percontohan pertama, Program Mentari akan dilaksanakan di Sumba, Nusa Tenggara Timur, dengan menggunakan teknologi solar panel dengan kapasitas hingga 60 kilowatt-peak (kWp).
FX Sutijastoto menyampaikan, Kementerian ESDM akan membuka segala akses terkait replikasi teknologi yang dianggap sudah kompetitif. Proses diseminasi kepada daerah lain pun akan dilakukan dengan mentransfer teknologi serta menceritakan kisah sukses terkait EBT.
”Program Mentari juga akan memberikan contoh kepada daerah lain bagaimana mengakselerasi penggunaan EBT. Kami yakin program ini bisa membantu pemerintah mengakselerasi target bauran energi yang dimulai dari Indonesia bagian timur,” ujarnya.
Fabby Tumiwa menilai, target EBT hingga 23 persen dari total energi yang dihasilkan pada 2025 menunjukkan adanya kesempatan bagi para investor untuk berusaha dan berinvestasi dalam banyak proyek. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan dan regulasi yang stabil.
Menurut dia, kerangka kebijakan dan regulasi stabil yang diwujudkan dalam program Mentari menjadi poin penting mengingat program ini merupakan investasi jangka panjang dengan tingat risiko yang besar. Investasi pun harus memberikan tingkat pengembalian yang menarik bagi investor.
”Indonesia bukan satu-satunya negara yang mau menggunakan EBT dan negara-negara tetangga pun punya tenaga surya, angin, air, dan biomassa. Maka, yang menjadi tantangan adalah bagaimana kita bisa memberikan kesempatan berusaha lebih baik dan tingkat pengembalian yang lebih menarik disertai regulasi yang stabil,” ujar Fabby.