Tidak semua industri farmasi mengalami situasi yang sama selama pandemi Covid-19. Namun, mereka optimistis kinerja perusahaan positif hingga akhir tahun ini. Transformasi ritel dan digital akan turut menopang bisnis.
Oleh
Agnes Theodora/dimas waraditya nugraha
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah tingginya permintaan dan konsumsi obat-obatan akibat pandemi Covid-19, PT Kimia Farma Tbk mencatat perolehan laba operasi Rp 160,84 miliar pada triwulan I-2020. Perseroan pelat merah itu optimistis dapat membukukan laba sepanjang tahun 2020 dan mengalokasikan belanja modalnya tahun ini untuk pengembangan fasilitas bahan baku obat dan produksi.
Capaian laba operasi yang dibukukan PT Kimia Farma Tbk pada triwulan I-2020 tumbuh signifikan sebesar 87,94 persen dibandingkan dengan triwulan I-2019 sebesar Rp 85,57 miliar. Sementara itu, secara keseluruhan, pendapatan PT Kimia Farma pada triwulan I-2020 adalah Rp 2,4 triliun, meningkat 32,37 persen dibandingkan dengan triwulan I-2019 sebesar Rp 1,8 triliun.
Direktur Keuangan PT Kimia Farma Tbk Pardiman, Rabu (29/7/2020), optimistis dengan capaian perseroan itu sepanjang triwulan I-2020, kerugian yang dialami pada 2019 lalu bisa diubah menjadi laba tahun ini. PT Kimia Farma sudah memetakan sejumlah inisiatif strategis sepanjang 2020 seiring dengan meningkatnya kebutuhan akibat Covid-19 yang dapat menghasilkan laba.
“Selain itu, sebagai bukti, pada triwulan I-2020 kemarin kita bisa mengantongi untung Rp 16 miliar, dan ini tentunya akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu,” katanya dalam paparan publik kinerja PT Kimia Farma secara virtual.
Pada triwulan I-2020 kemarin kita bisa mengantongi untung Rp 16 miliar dan ini tentunya akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu.
Total aset PT Kimia Farma pada triwulan I-2020 adalah Rp 17,2 triliun, meningkat 47,67 persen dibandingkan dengan triwulan I-2019, yakni Rp 11,65 triliun. Di sisi lain, liabilitas perseroan pelat merah itu pada triwulan I-2020 senilai RP 10,2 triliun. Utang dan kewajiban itu meningkat 14,29 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Adapun total ekuitas PT Kimia Farma pada triwulan I-2020 ini meningkat signifikan hingga 157,82 persen menjadi total Rp 6,98 triliun dari Rp 2,7 triliun pada triwulan I-2019.
Tidak semua industri farmasi mengalami situasi yang sama selama pandemi. Direktur Utama PT Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan, pendapatan dan laba bersih PT Phapros Tbk, anak perusahaan Kimia Farma, tergerus sepanjang pandemi. Kontribusi terbesar perusahaan itu dari produk Antimo turun karena orang-orang tidak bepergian selama pandemi.
”Jadi, ada perbedaan mendasar. Kalau PT Kimia Farma mengalami penurunan hampir 30 persen untuk produk kosmetik, tetapi hal itu tidak berkontribusi besar,” katanya.
Tidak semua industri farmasi mengalami situasi yang sama selama pandemi. Pendapatan dan laba bersih PT Phapros Tbk, anak perusahaan Kimia Farma, tergerus sepanjang pandemi.
Transformasi ritel
Sepanjang tahun ini, PT Kimia Farma berupaya melakukan transformasi ritel, optimalisasi rantai pasokan, menambahkan keberagaman produk, dan inisiatif digitalisasi. Tahun 2020 ini, PT Kimia Farma mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure Rp 547 miliar. Sampai akhir Juni 2020, belanja modal yang terserap sudah mencapai 54 persen.
Sumber dari alokasi belanja modal berasal dari dana internal kas perusahaan. ”Belanja modal itu akan digunakan pengembangan apotek, klinik, laboratorium klinik, pengembangan fasilitas bahan baku obat, dan pengembangan fasilitas produksi yang merupakan mandatory regulator farmasi,” kata Pardiman.
Dana internal kas perusahaan juga akan digunakan untuk membayar surat utang jangka menengah (MTN) yang akan jatuh tempo pada September 2020 ini.
Sementara itu, perusahaan obat dan farmasi PT Merck Tbk akan beradaptasi sekaligus mengantisipasi dampak pandemi Covid-19 terhadap keberlanjutan bisnis. Pandemi tidak serta-merta menyebabkan lonjakan pada seluruh produk Merck sebagai perusahaan farmasi.
Dalam paparan publik virtual setelah rapat umum pemegang saham tahunan periode 2019, Rabu, Presiden Direktur PT Merck Tbk Evie Yulin mengatakan, dengan memaksimalkan infrastruktur digital, perusahaan tetap bisa melakukan interaksi dengan pelanggan secara virtual.
”Perusahaan melakukan antisipasi risiko hampir di seluruh unit bisnis. Tim manajemen krisis juga diaktifkan untuk mengelola kesiapan keberlanjutan bisnis saat pandemi,” ujarnya.
Perusahaan melakukan antisipasi risiko hampir di seluruh unit bisnis. Tim manajemen krisis juga diaktifkan untuk mengelola kesiapan keberlanjutan bisnis saat pandemi.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19, perusahaan mengikuti aturan dan panduan dari pemerintah, khususnya untuk menjaga kesehatan dan keselamatan karyawan. Sejak pemberlakuan pembatasan sosial, lanjut Evie, sebagian besar karyawan Merck Indonesia bekerja dari rumah, termasuk karyawan divisi penjualan lapangan.
”Untuk dapat terus memenuhi kebutuhan pasien dan karena mendapatkan izin dari Kementerian Perindustrian, kami tetap memproduksi obat-obatan dengan tetap mengutamakan keselamatan karyawan,” ujarnya.
Menurut Evie, beberapa penjualan produk yang meningkat yang tidak ada hubungan secara langsung dengan penyakit Covid-19. Lini bisnis yang berfokus pada bahan baku farmasi (BBO) semakin menunjukkan perkembangannya dan berhasil membukukan penjualan hingga Rp 107 miliar dengan kenaikan pertumbuhan 19 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
”Perseroan juga berupaya meningkatkan peneterasi bisnis di sektor swasta melalui program M-CARE serta bekerja sama dengan rumah sakit agar pasien bisa mendapatkan obat target terapi,” ujarnya.
Sepanjang semester I-2020, Merck mencatat laba usaha Rp 43 miliar atau naik 234 persen dari Rp 13 miliar pada semester I-2019. Peningkatan laba usaha tersebut dikontribusi dari bisnis BBO dan obat resep yang meningkat Rp 18,7 miliar atau meningkat 256,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Perusahaan obat dan farmasi ini juga membukukan peningkatan laba dari operasi yang dilanjutkan tahun 2019 sebesar Rp 78 miliar atau meningkat 109 persen dari tahun 2018 sebesar Rp 37 miliar. Sementara pendapatan operasional meningkat 22 persen dari Rp 612 miliar pada 2018 menjadi Rp 745 miliar pada 2019.
Direktur Keuangan Merck Bambang Nurcahyo mengatakan, sisa laba bersih tersebut akan dimasukkan ke dalam kas internal yang sebagian akan digunakan untuk melakukan belanja modal. Dana tersebut digunakan untuk mengganti atau memutakhirkan mesin-mesin produksi untuk pabrik pengolahan perusahaan.
”Peningkatan laba pada periode awal tahun tersebut disebabkan upaya perseroan menekan beban pokok penjualan 24,84 persen secara tahunan menjadi Rp 158,31 miliar,” ujarnya.
Rapat umum pemegang saham tahunan juga memutuskan membagikan dividen untuk tahun buku 2019 sebesar Rp 130 per saham atau senilai total Rp 58,2 miliar. Dengan demikian, dividen yang dibagikan 74,37 persen dari total laba bersih perusahaan senilai Rp 78,25 miliar.