Layanan digitalisasi asuransi atau ”insurtech” saat ini baru sebatas potensi besar yang belum tergarap seluruhnya. Industri asuransi akan baik kalau kondisi ekonomi juga dalam keadaan baik.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di masa pandemi, akselerasi digitalisasi di sektor asuransi malah jalan di tempat. Selain masalah infrastruktur, pemasaran asuransi melalui platform digital juga masih sulit melaju karena dibayangi risiko reputasi akibat gagal bayar.
Layanan digitalisasi asuransi atau insurtech umumnya adalah pemasaran asuransi melalui platform digital. Berbekal kemudahan, jalur distribusi produk asuransi melalui platform digital ini dinilai tepat untuk mendorong penetrasi asuransi.
Dalam diskusi virtual, Kamis (30/7/2020), Deputi Komisioner Pengawasan Industri Keuangan Non-bank (IKNB) II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mochamad Ihsanuddin mengatakan, kinerja asuransi terganggu akibat intensitas layanan pertemuan dengan nasabah dan calon nasabah yang berkurang, Kondisi ini diperburuk literasi asuransi masyarakat yang rendah.
”Selama kondisi ekonomi belum membaik, pemasukan masyarakat belum pulih, dan industri asuransi belum sehat, tidak mudah memasarkan asuransi. Ditambah lagi petugas pemasaran tidak bisa bertemu secara langsung,” ujarnya.
Ihsanudin membagi insurtech ke dalam dua hal, yakni terkait model dan cara distribusi untuk menjadi lebih efisien, serta terkait model bisnis yang berkaitan dengan sistem produksi, mulai dari perencanaan hingga klaim polis.
Sayangnya, kondisi perekonomian masyarakat yang belum pulih menjadi masalah fundamen yang menyebabkan penerapan teknologi digital kurang mampu menopang penetrasi industri asuransi. Padahal, ditilik dari potensinya, digitalisasi di industri asuransi dapat mendukung kemudahan dan kecepatan untuk menopang gaya hidup masyarakat.
”Dengan semakin berkembangnya insurtech, produk-produk asuransi menjadi lebih mudah dipahami dan klaim dapat dilakukan secara lebih sederhana karena digital. Hal ini bisa menepis kesan asuransi rumit dan sulit diklaim,” kata Ihsanuddin.
Berdasarkan data OJK, aset industri asuransi sampai dengan Mei 2020 sebesar Rp 1.313 triliun atau tumbuh 1,43 persen secara tahunan. Adapun pangsa pasar asuransi 53,02 persen dari total asset IKNB yang mencapai Rp 2.476 triliun.
Ekosistem digital
Pada kesempatan yang sama, Director & Chief of Partnership Distribution Officer PT Asuransi Allianz Life Indonesia Bianto Surodjo mengakui, bisnis digital membantu industri jasa asuransi menjangkau masyarakat yang lebih luas. Menurut dia, perkembangan pesat yang saat ini terjadi pada sistem pembayaran digital akan diikuti juga oleh asuransi.
Ia meyakini, jika industri asuransi mau berkembang, industri asuransi mesti membentuk dan masuk ke dalam ekosistem digital.
Jika industri asuransi mau berkembang, industri asuransi mesti membentuk dan masuk ke dalam ekosistem digital.
Allianz saat ini telah mulai merambah ekosistem digital melalui kerja sama dengan laman perdagangan secara elektronik atau e-dagang Bukalapak untuk menawarkan asuransi kesehatan dan jiwa.
”Sebagai bagian dari insurtech, saat ini banyak produk asuransi umum yang menempel pada platform perjalanan. Ke depannya masih banyak platform lain yang bisa dilengkapi oleh insurtech,” ujarnya.