Besek kembali melesat menjelang Idul Adha. Wadah yang bisa dipakai berulang ini bakal dijadikan tempat untuk membagikan daging kurban.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Imbauan untuk tidak menggunakan kantong plastik sebagai wadah daging kurban Idul Adha menjadi berkah bagi para produsen dan perajin besek bambu. Bahkan, para warga yang terdampak Covid-19 meliriknya sebagai peluang usaha baru.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2019 mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE.2/PSBL3/PS/PLB.O/7/2019 tentang Pelaksanaan Hari Raya idul Adha Tanpa Sampah. Lewat surat itu, warga diimbau tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai untuk menyalurkan daging kurban. Sebagai gantinya, mereka disarankan menggunakan besek bambu atau wadah lain yang lebih ramah lingkungan. Pada Idul Adha tahun ini, imbauan tersebut kembali mengemuka dari banyak kalangan.
Menurut Nevia Puspita (26), produsen besek bambu ”Beseku” asal Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dalam dua tahun terakhir, permintaan besek di tempatnya pada Idul Adha selalu melonjak. Hal ini tidak terlepas dari munculnya imbauan penggunaan besek untuk menyalurkan daging kurban menggantikan kantong plastik sekali pakai.
”Tahun lalu ada 10.000 besek yang bisa terjual selama Idul Adha. Tahun ini saya siapkan 50.000 besek,” katanya saat dihubungi, Rabu (29/7/2020).
Dari 50.000 besek yang disiapkan untuk Idul Adha, sebanyak 30.000 kini sudah disebarkan ke daerah-daerah lain. Besek bambu milik Nevia sebagian besar didistribusikan kepada para penjual besek di Jakarta. Selebihnya disebarkan di kawasan Depok, Bogor, Tangerang, dan Bandung.
”Kalau di Jakarta, biasanya yang ambil penjual-penjual yang ada di pasar-pasar itu,” ujarnya.
Pada Idul Adha tahun ini, setidaknya ada 500 perajin yang membuat besek untuk Nevia. Perajin-perajin ini tersebar di sejumlah kampung yang ada di Jawa Barat, seperti Ciamis, Tasikmalaya, dan sekitarnya.
Hampir separuhnya merupakan perajin-perajin baru. Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya terdampak secara ekonomi dari adanya Covid-19. Pada masa Idul Adha ini, mereka meninggalkan pekerjaannya sebagai petani atau pedagang untuk membuat besek.
”Ada beberapa warga di suatu kampung yang ingin jadi perajin, tetapi tidak punya keterampilan. Akhirnya saya kirim orang ke sana untuk beri pelatihan,” ujar Nevia.
Produsen besek bambu Kraton Craft dari Bantul, DI Yogyakarta, Lia Novi Astuti (26), mengatakan, setidaknya ada 10 masjid di sekitarnya yang memesan besek untuk keperluan Idul Adha. Setiap masjid, rata-rata memesan sekitar 300 besek.
Menurut Lia, momentum Idul Adha juga dimanfaatkan sekelompok pemuda dari Piyungan, Bantul, untuk belajar membuat besek. Sekelompok pemuda tersebut sebelumnya mendatanginya untuk meminta pelatihan.
”Ada warga satu kampung yang minta pelatihan. Akhirnya saya minta teman saya untuk datang ke Piyungan itu,” katanya.
Selama satu bulan menjelang Idul Adha ini, setidaknya Lia sudah menjual sekitar 5.000 besek. Jumlah ini, menurut dia, tidak berbeda jauh dari penjualan beseknya selama pandemi Covid-19.
Sebab, permintaan dari luar Jawa ataupun dari Yogyakarta relatif tinggi selama pandemi Covid-19. Untuk luar Jawa, besek-besek tersebut digunakan untuk wadah sarang burung walet, sedangkan untuk daerah Yogyakarta digunakan untuk pengganti acara hajatan atau pernikahan.
”Karena acara hajatan waktu itu masih dilarang, jadi warga mengganti dengan membagikan makanan pakai besek ke tetangga-tetangga,” katanya.
Besek warna-warni
Besek-besek yang digunakan untuk hajatan tersebut adalah besek yang bermotif dan berwarna. Jika dulunya besek-besek tersebut hanya laku sekitar 300 buah per hari, selama pandemi bisa laku sekitar 1.000 buah per hari.
Hal itu membuat Lia kewalahan dan menambah enam karyawan selama pandemi Covid-19. Dua orang menjadi admin, empat lainnya mengurusi produksi. ”Mereka yang ada di produksi ini yang mewarnai dan menghias besek,” katanya.
Asnan (41), pemilik toko Sani Parcel di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, mengungkapkan, masa Idul Adha tahun ini, ia bisa menjual 2.000 besek setiap hari. Dibandingkan dengan hari normal, besek yang ia jual hanya sekitar 500 buah per hari.
”Kebanyakan pengurus masjid yang beli karena untuk kurban. Rata-rata satu orang beli 300 buah,” katanya.
Menurut Asnan, jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu. Idul Adha tahun lalu, ia bisa menjual 5.000 besek setiap hari. ”Karena tahun lalu itu, kan, masih hangat-hangatnya instruksi dari Gubernur. Kalau sekarang mungkin banyak yang lupa. Ada kondisi pandemi juga,” katanya.
Kulit ketupat bermunculan
Sementara itu, penjual kulit ketupat saat ini mulai bermunculan kembali di pinggir jalanan Jakarta. Salah satunya terpantau di sepanjang Jalan Palmerah Barat, Jakarta Barat, pada Rabu pagi.
Para penjual yang berjualan di sana pada momen Idul Adha ini terlihat lebih banyak dibandingkan dengan Idul Fitri lalu. Beberapa dari mereka mengaku absen berjualan pada Idul Fitri karena kahawatir dengan penyebaran Covid-19.
Salah satunya adalah Armedi (54) yang mulai membuka lapaknya di Jalan Palmerah pada Selasa (28/7/2020) malam. ”Idul Fitri lalu tidak jualan. Masih ragu-ragu karena, kan, pandeminya masih kenceng-kencengnya waktu itu,” katanya.
Pada hari pertama ia berhasil menjual 3.000 kulit ketupat dengan pemasukan Rp 2 juta. ”Untuk sepuluh ketupat dijual Rp 5.000. Tapi kalau ramai, dijual Rp 10.000,” ujarnya.
Penghasilan tersebut sedikit meringankan penderitaannya lantaran selama empat bulan terakhir ia tidak mendapatkan penghasilan sama sekali. Selain berjualan kulit ketupat, ia biasanya membuka jasa pembuatan umbul-umbul janur kuning untuk acara pernikahan.
”Kalau buat umbul-umbul janur itu, pas rame bisa dapat Rp 200.000 sehari. Karena Covid-19 ini, tidak dapat apa-apa,” kata Armedi.
Menurut dia, para penjual yang menjajakan kulit ketupat di sepanjang Jalan Palmerah merupakan warga Serang, Banten. Mereka ramai-ramai berangkat ke Jakarta menggunakan beberapa mobil sewaan.
Penjual kulit ketupat lainnya, Zakky (26), berasal dari daerah yang sama dengan Armedi. Bedanya, dia masih berjualan kulit ketupat pada Idul Fitri lalu.
Menurut dia, permintaan kulit ketupat pada Idul Adha ini tidak seramai pada Idul Fitri lalu. Pada hari pertama berjualan, kulit ketupatnya yang laku hanya 300 buah.
”Idul Fitri lebih ramai, 4-5 hari sebelum hari-H sudah banyak yang belanja. Kalau sekarang, dua hari sebelum hari-H masih sedikit,” katanya.