Stimulus Pemerintah Jadi Sentimen Emiten Barang Konsumsi
Rencana pemerintah mencairkan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara dan polisi serta pensiunan bisa menguntungkan kinerja emiten sektor barang konsumsi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 agar tidak negatif bisa menjadi sentimen positif bagi emiten sektor barang konsumsi. Berbagai stimulus pemerintah untuk mendongkrak konsumsi domestik diproyeksi bisa memperbaiki kinerja emiten tersebut.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengucurkan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN)/Polri dan pensiunan pada Agustus 2020 dengan aggaran mencapai Rp 28,5 triliun. Kucuran dana tersebut merupakan stimulus perekonomian untuk mendukung kegiatan konsumsi masyarakat.
Analis Ciptadana Sekuritas, Muhammad Fariz, menilai, efek bola salju dari pencairan gaji ke-13 itu diharapkan juga mengalir ke perusahaan ritel dan emiten barang-barang konsumsi. Hal ini dianggap menjadi angin segar bagi emiten barang konsumsi yang kinerjanya tertekan pada triwulan II-2020.
”Kalau realisasi anggaran pemerintah bisa optimal pada semester kedua, seharusnya emiten konsumer bisa pulih lebih cepat,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (28/7/2020).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 7 Juli 2020 sudah ada 475 emiten pasar modal yang mengumpulkan laporan keuangan triwulan I-2020. Jumlah ini setara 68,35 persen dari total emiten yang sebanyak 695 perusahaan.
Total laba bersih dari emiten yang sudah menyampaikan laporan keuangan triwulan I-2020 ini adalah sebesar Rp 55,19 triliun. Berdasarkan sektor, hanya industri dasar dan barang konsumsi yang mencatatkan kenaikan laba bersih tahunan, masing-masing 71,28 persen dan 9,89 persen.
”Pencairan gaji ke-13 ASN yang bakal terealisasi dalam waktu dekat dapat mendorong konsumsi masyarakat segmen menengah ke bawah untuk pulih Iebih cepat,” ujarnya.
Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak awal tahun, indeks sektor barang konsumsi masih terkoreksi 9,81 persen. Namun, koreksi ini merupakan yang terendah apabila dibandingkan dengan indeks sektoral lain. Pelemahan tertinggi masih dipimpin oleh indeks sektor properti, real estat, dan konstruksi yang terkoreksi hingga 39,68 persen sejak awal tahun.
Analis NH Korindo Sekuritas, Putu Chantika Putri D, mengatakan, pencairan gaji ke-13 dan bantuan langsung tunai erat kaitannya untuk menopang daya beli masyarakat. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19, konsumsi rumah tangga mengalami penurunan, salah satunya dipicu oleh banyaknya pemutusan hubungan kerja.
Sebelumnya, survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di level 83,8 pada Juni 2020 atau naik dari posisi Mei 2020 yang sebesar 77,8. Meski mengalami peningkatan, IKK tersebut tetap berada pada level pesimistis karena di bawah 100.
”Dengan adanya gaji ke-13 ini, sektor konsumer masih lebih diuntungkan dibandingkan dengan sektor lain. Namun, sentimen ini hanya berlangsung dalam jangka pendek,” ujarnya.