Jelang Idul Adha, Jalur Udara Kembali Jadi Primadona
Persyaratan bagi calon penumpang pesawat udara mulai dianggap lebih bisa dipenuhi. Karena itulah, menjelang libur Idul Adha, warga mulai memakai pesawat untuk mudik.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Momen Idul Adha tidak disia-siakan oleh sejumlah warga yang ingin merayakannya bersama keluarga di kampung halaman. Syarat terbang yang kini lebih mudah membuat jalur udara kembali menjadi primadona.
Haris (29), penumpang asal Pontianak, Kalimantan Barat, mendarat di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Selasa (28/7/2020). Siang itu, ia hendak pulang ke rumah orangtuanya di Bekasi, Jawa Barat, untuk merayakan Idul Adha bersama.
”Saya mengajukan cuti biar bisa pulang ke rumah Idul Adha ini. Kira-kira sekitar dua minggu baru balik lagi ke Pontianak,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan bahwa Idul Adha 1441 Hijriah jatuh pada Jumat (31/7/2020). Artinya, pada akhir pekan ini, warga akan menikmati hari libur panjang.
Pada hari raya Idul Fitri akhir Mei lalu, Haris mengatakan tidak bisa pulang ke Bekasi. Ia terpaksa harus merayakan Lebaran di Pontianak tanpa ditemani satu pun kerabat. Untuk itu, kesempatan pulang pada Idul Adha ini tidak ia sia-siakan.
Sementara itu, meskipun pesawat Lion Air yang dinaiki Haris siang itu menerapkan pembatasan fisik, situasi di pesawat relatif ramai. ”Lumayan ramai, ya, tadi. Ada kursi yang memang tidak boleh diduduki, tetapi ada beberapa yang memang kosong,” ujarnya.
Sony Iqbal (54), penumpang dari Samarinda, Kalimantan Timur, terlihat meneguk kopi di kursi tunggu Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Siang itu, ia sedang menunggu penerbangan lanjutan menuju Surakarta, Jawa Tengah.
”Iya, memang manfaatkan momen Idul Adha buat pulang. Kebetulan minggu ini juga jatah saya libur,” kata karyawan swasta tersebut.
Sama halnya dengan Haris, pada hari raya Idul Fitri lalu, Iqbal memutuskan untuk tidak pulang ke Surakarta meskipun mendapatkan libur panjang. Saat itu, ia keberatan untuk melengkapi persyaratan terbang, khususnya hasil negatif tes usap.
”Ngapain juga harus ngeluarin biaya lebih dari Rp 2 juta buat tes saja. Belum lagi tiketnya,” ujarnya.
Kini, persyaratan untuk terbang sudah jauh lebih mudah. Iqbal hanya perlu menyiapkan hasil tes cepat (rapid test) negatif dan mengunduh aplikasi Electronic-Health Alert Card (E-HAC). Formulir dalam E-HAC tersebut wajib diisi dan ditunjukkan kepada petugas bandara.
E-HAC merupakan hasil digitalisasi kartu kewaspadaan kesehatan yang dirintis oleh Kementerian Kesehatan. E-HAC bertujuan untuk memantau kesehatan para penumpang jika terjadi indikasi penularan Covid-19.
”Sekarang sangat mudah, tinggal nunjukin dua syarat itu kepada petugas bandara,” katanya.
Tes cepat
Shelter kereta layang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta dipenuhi oleh para calon penumpang yang hendak mengikuti tes cepat. Shelter tersebut saat ini tengah difungsikan untuk melayani para calon penumpang yang hendak terbang, tetapi belum menjalani tes cepat dengan hasil negatif.
Wawan (52), salah seorang calon penumpang yang mengikuti tes cepat, menuturkan, butuh waktu sekitar 30 menit untuk menjalani tes hingga hasilnya keluar. Ia merogoh kocek sebesar Rp 145.000 untuk mengikuti tes tersebut.
Hasil tes cepat tersebut berlaku selama 14 hari sejak dikeluarkan. Namun, petugas mengingatkan Wawan bahwa setiap bandara memiliki kebijakan yang berbeda-beda terkait masa berlaku tersebut.
”Nanti saat mau pulang kemari disuruh menanyakan kepada pihak Bandara Kualanamu, Medan. Apakah perlu tes lagi atau bisa menggunakan hasil ini,” ujarnya.
Siang itu, Wawan terbang dari Jakarta menuju Medan, Sumatera Utara. Ia pulang ke Medan karena ingin merayakan Idul Adha bersama keluarga. Ia akan kembali ke Jakarta pada Kamis (6/7/2020) pekan depan.
”Idul Fitri lalu saya juga pulang, cuma bedanya syarat-syaratnya. Sekarang lebih mudah. Dulu, kan, masih ada SIKM (surat izin keluar masuk) yang memang bikin ribet itu, ya,” katanya.
Sederhanakan syarat
Executive General Manager Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta, Agus Haryadi, mengatakan, pada masa Idul Fitri lalu, protokol kesehatan yang diterapkan di Bandara Soekarno-Hatta memang cukup ketat. Namun, saat ini, syarat untuk terbang sudah relatif simpel.
”Pertama, hanya perlu rapid test untuk penerbangan dalam negeri. Kalau dulu berlaku hanya tiga hari, sekarang bisa 14 hari,” katanya dalam bincang-bincang ”Protokol Kesehatan Terkini untuk Keluar-Masuk Indonesia” oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Senin (27/7/2020).
Selain itu, persyaratan SIKM saat ini juga sudah ditiadakan di Bandara Soekarno-Hatta. Menurut Agus, satuan tugas yang menangani hal itu juga sudah ditarik dari bandara sejak 14 Juli 2020.
Pihak bandara menyediakan layanan tes cepat di Terminal 1, Terminal 2, dan Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Layanan ini disediakan bagi para calon penumpang yang ingin melakukan tes cepat pada hari yang sama dengan jadwal penerbangan ataupun sebelumnya.
Menurut Agus, calon penumpang yang sudah menjalani tes cepat bisa datang ke bandara dua jam sebelum keberangkatan. Adapun calon penumpang yang hendak melakukan tes cepat di bandara disarankan untuk datang tiga jam lebih awal.
Dalam hal ini, ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak khawatir dengan protokol kesehatan yang dijalankan di Bandara Soekarno-Hatta. Selain mewajibkan semua orang untuk memakai masker dan menjaga jarak fisik, pihak bandara juga sudah menggunakan sensor gerak pada sejumlah fasilitas.
”Loket parkir, lift, dan alat-alat lain yang berpotensi disentuh sudah kami beri sensor gerak. Loket bandara juga kami beri pembatas berbahan akrilik,” katanya.