Tahun Ini, Pemerintah Targetkan 10 Juta UMKM Masuk Digital
Target meningkatkan digitalisasi UMKM menghadapi sejumlah tantangan. Dibutuhkan kolaborasi pemerintah dengan penyedia e-dagang untuk mendorong UMKM masuk ekosistem digital.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan ada tambahan 2 juta usaha mikro, kecil, dan menengah yang menggunakan platform e-dagang hingga akhir 2020. Namun, digitalisasi UMKM masih menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya literasi digital dan infrastruktur.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Namun, pandemi Covid-19 telah menyebabkan penjualan produk UMKM menurun.
”Pembenahan UMKM terus dilakukan, di antaranya memperbanyak UMKM yang masuk ke ekositem daring. Saat ini, baru sekitar 8 juta atau 12,5 persen dari total 64 juta UMKM di Indonesia yang masuk ekosistem daring,” ujarnya dalam seminar daring Investasi di Tengah Pandemi, Sabtu (25/7/2020).
Pembenahan UMKM terus dilakukan, di antaranya memperbanyak UMKM yang masuk ke ekositem daring. Saat ini, baru sekitar 8 juta atau 12,5 persen dari total 64 juta UMKM di Indonesia yang masuk ekosistem daring.
Menurut Luhut, Presiden telah meluncurkan program #Bangga Buatan Indonesia pada 14 Mei 2020. Dalam kurun 1,5 bulan sejak program itu digulirkan atau awal Juli 2020, tercatat lebih dari 1,2 juta unit UMKM masuk ke ekosistem digital dengan tingkat penjualan naik 2.100 persen.
Dengan program tersebut, UMKM yang masuk ke ekosistem digital ditargetkan meningkat dari 8 juta menjadi 10 juta UMKM. ”Ada sisi positif dari kejadian Covid-19. Kita membuat UMKM daring. Dana yang diberikan pemerintah ke UMKM cukup besar,” katanya.
Berdasarkan data Kemenko Kemaritiman dan Investasi, pemerintah menyediakan anggaran Rp 695,2 triliun untuk penanganan Covid-19. Dari dana itu, sebanyak Rp 123,46 triliun disalurkan untuk membantu UMKM. Bantuan itu berupa subsidi bunga Rp 35,28 triliun, penempatan dana untuk restrukturisasi Rp 78,78 triliun, dan penjaminan modal kerja (stop loss) Rp 1 triliun.
Selain itu, pembiayaan investasi kepada koperasi melalui Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir KUKM Rp 1 triliun, PPh final UMKM yang ditanggung pemerintah Rp 2,4 triliun, dan belanja imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar Rp 5 triliun.
Luhut menambahkan, penyedia platform daring perlu turut berperan mendorong pelatihan agar UMKM bisa masuk ke ekosistem digital dengan produk yang higienis, teknik pembuatan dan promosi yang terus ditingkatkan. ”Kita waspadai juga jangan sampai barang-barang impor yang masuk,” katanya.
Di sisi lain, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) perlu memanfaatkan momentum dengan masuk ke ekosistem digital. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi diharapkan menjadi akselerator agar BUMDes, khususnya di luar Pulau Jawa, masuk ke ekosistem digital.
Secara terpisah, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Riza Damanik mengemukakan, digitalisasi mendorong harga lebih efisien hingga 11 persen. Digitalisasi UMKM juga dinilai menjadi salah satu cara meningkatkan daya saing, dan meningkatkan kualitas ekonomi. Dari sisi konsumen, pembeli bisa memperoleh harga baik karena terkoneksi langsung ke produsen tanpa banyak perantara.
”Salah satu keunggulan masuk ke dalam ekosistem digital adalah memotong rantai yang panjang, baik untuk akses pasar, modal, maupun pelatihan, sehingga lebih efektif dan efisien,” katanya.
Meski demikian, kata Riza, UMKM yang sudah masuk ekosistem digital masih minim. Di sektor pangan, termasuk pertanian dan perikanan, jumlah UMKM yang sudah masuk sistem daring bahkan baru 2 persen.
Panjangnya rantai perdagangan telah membuat nelayan kehilangan peluang. Umumnya, komoditas ikan yang ditangkap nelayan melewati 5-7 rantai perdagangan untuk sampai ke konsumen.
”Tantangan untuk mengembangkan UMKM adalah rendahnya literasi digital, belum meratanya infrastruktur dasar seperti jaringan internet, masalah permodalan, dan pelatihan,” ujarnya.
Riza berpendapat, sebagian besar UMKM saat ini berada di Jawa dan Sumatera akibat belum meratanya akses informasi, SDM, dan infrastruktur dasar. Akibat minimnya literasi digital, banyak UMKM yang memiliki perangkat telepon pintar belum mampu memanfaatkannya untuk memperkuat pemasaran secara daring.
”Minimnya literasi digital merupakan masalah krusial sehingga perlu terus diperluas agar masyarakat kita memahami bagaimana memanfaatkan ekosistem digital untuk penguatan usaha,” katanya.
Minimnya literasi digital merupakan masalah krusial sehingga perlu terus diperluas agar masyarakat kita memahami bagaimana memanfaatkan ekosistem digital untuk penguatan usaha.
Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM terus berupaya meningkatkan digitalisasi UMKM, antara lain melakukan pelatihan secara daring dan luring untuk meningkatkan literasi pemanfaatan ekosistem digital untuk UMKM dan koperasi. Selain itu, mendorong penyedia laman e-dagang untuk membuat laman khusus UMKM.
Ketua Umum Asosiasi E-dagang Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengemukakan, minimnya literasi digital masih menjadi alasan utama UMKM untuk masuk ke ekosistem digital. Upaya mendorong literasi digital untuk UMKM membutuhkan konsistensi, yang pada akhirnya menimbulkan biaya besar bagi penyedia platform e-dagang.
Untuk mendorong literasi digital lebih efisien, idEA mengusulkan agar pemda bekerja sama dengan sejumlah penyedia platform e-dagang untuk menyediakan pusat pelatihan UMKM digital. ”Agar lebih mudah, pemda mengumpulkan penyedia e-dagang untuk berbagi peran dan urunan biaya,” katanya.