”Survival Strategy” Internal Jasa Transportasi Era Normal Baru
Memastikan lingkungan internal bebas dari potensi penularan Covid-19 dan memitigasi risiko bisnis dilakukan sejumlah perusahaan transportasi dan logistik. Mereka menerapkan ”survival strategy” di tengah pandemi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
Pembatasan interaksi fisik dan mobilitas selama ini diyakini merupakan salah satu strategi efektif memutus rantai penyebaran pandemi Covid-19. Di era adaptasi kebiasaan baru atau normal baru, ada tantangan tersendiri bagi pengelola jasa transportasi dan logistik.
Mereka harus memastikan layanan terkait mobilitas dan konektivitas tetap berjalan. Namun, di sisi lain, pencegahan penyebaran penyakit yang disebabkan virus korona itu juga perlu optimal. Hal ini mengingat pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir.
”Kami melakukan beberapa proses adaptasi dari sisi manusia dan budaya, proses bisnis, dan transformasi di bidang teknologi, komunikasi, dan informasi,” kata Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) U Saefudin Noer, Rabu (22/7/2020).
Saefudin menyatakan hal itu dalam seminar daring KompasTalks bertajuk ”Transportasi Publik dan Geliat Ekonomi pada Masa Pandemi”. Seminar daring ini digelar Kompas bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan dan PT Angkasa Pura I (Persero) dan Pelindo III.
Kami melakukan beberapa proses adaptasi dari sisi manusia dan budaya, proses bisnis, dan transformasi di bidang teknologi, komunikasi, dan informasi.
Menurut Saefudin, adaptasi dilakukan untuk menyelamatkan dan memperkuat kesehatan sumber daya manusia. Hal ini penting mengingat wilayah-wilayah tertentu, termasuk di sekitar Pelindo III, masuk zona merah.
Salah satu kebijakan yang diambil adalah separuh karyawan harus bekerja dari rumah (WFH). Tujuannya adalah mengurangi kepadatan di ruang-ruang kerja sekaligus menghindari interaksi karyawan dengan masyarakat selama pulang dan pergi ke kantor.
”Kami juga mengurangi jam kerja, memberikan vitamin dan multivitamin, menerapkan jaga jarak fisik dan sosial, serta mewajibkan pengunaan masker. Serangkaian upaya tersebut diharapkan dapat membentuk adaptasi terhadap nilai-nilai kesehatan dan budaya baru,” tuturnya.
Saefudin menambahkan, upaya tersebut dilakukan tanpa mengurangi pelayanan dan memperkuat proses bisnis Pelindo III. Pelindo III juga harus dapat menciptakan kebijakan-kebijakan dan protokol yang didukung teknologi informasi sehingga terjadi proses yang efisien sekaligus menopang bisnis pelabuhan.
Bisnis ditata kembali untuk mendukung pemulihan ekonomi sekaligus menjaga tingkat kesehatan masyarakat dalam posisi optimal. Teknologi yang memadai, bahkan kalau bisa lebih mumpuni, digunakan untuk mendukung operasi dan proses kerja karyawan.
Lingkup kerja Pelindo III berada di tujuh provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Penyebaran Covid-19 bervariasi di kawasan tersebut.
”Kami juga memonitor dan melakukan pelacakan dengan menggunakan teknologi aplikasi PeduliLindungi. Kami bisa melacak pergerakan teman-teman, dari wilayah merah ke wilayah hijau dan sebagainya,” kata Saefudin.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi mengatakan, secara alami, industri penerbangan memang diatur secara ketat (highly regulated). Artinya, berbicara tentang bisnis angkutan udara, keselamatan dan keamanan adalah prioritas utama. Setelah itu, baru soal pelayanan dan komersial.
Pandemi Covid-19 memunculkan satu elemen lagi yang menjadi pertimbangan utama selain keselamatan dan keamanan, yakni kesehatan. Faktor kesehatan inilah yang perlu digaungkan lebih kuat dan secara berkesinambungan, terutama menyangkut protokol kesehatan.
”Protokol kesehatan yang ada cukup detail dan komprehensif. Protokol itu mencakup perlindungan personel bandara, protokol Covid-19, adaptasi layanan, dan komunikasi bandara. Hal ini untuk memastikan level of confident (tingkat kepercayaan diri) seluruh pengguna jasa yang akan menggunakan jasa penerbangan,” paparnya.
Pandemi Covid-19 memunculkan satu elemen lagi yang menjadi pertimbangan utama selain keselamatan dan keamanan, yakni kesehatan.
Menurut Faik, Angkasa Pura I memiliki beberapa inisiatif internal. Pertama, krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 belum pernah terjadi sehingga secara bisnis perlu dilakukan risk assessment yang mencakup identifikasi risiko strategis, keuangan, dan operasional.
Selain itu, Angkasa Pura I ingin memastikan layanan publik tetap dapat dilakukan dengan baik. Untuk itu, strategi berikutnya adalah membentuk pusat kendali krisis.
”Kami bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah, untuk melakukan pengawasan terhadap pemenuhan perjanjian tingkat layanan atau service level agreement (SLA).
Menyelamatkan bisnis
Faik mencontohkan, beberapa waktu lalu penerbangan komersial dihentikan. Namun, bandara tetap harus beroperasi untuk kepentingan logistik ataupun angkutan pekerja migran yang kembali dari luar negeri.
”Untuk menyelamatkan bisnis, kami juga punya survival strategy. Kami fokus pada arus kas. Jadi, bisa dibayangkan dalam kondisi pendapatan yang menurun signifikan kami juga tetap harus mengeluarkan biaya karena memang harus tetap beroperasi,” kata Faik.
Dalam konteks itu, Angkasa Pura I memiliki program pengingkatan pendapatan atau revenue enhancement. Salah satunya dengan cara meningkatkan portofolio bisnis yang tidak berhubungan dengan lalu lintas penumpang. Termasuk di dalamnya adalah inisiatif pengoperasian pesawat kargo.
Program lain adalah cost leadership yang pada intinya mencoba mengurangi beban biaya yang muncul di operasional dengan tetap memperhatikan tipe biaya. Melalui program ini, biaya-biaya yang sifatnya nonesensial bisa dipotong sampai 100 persen.
Faik menyebutkan, biaya kontributor yang terkait dengan pengoperasian dapat dipotong sampai 85 persen. Selain itu, ada biaya esensial terkait keselamatan dan keamanan yang bersifat mandatori di angkutan udara, hanya dikurangi sampai 20 persen. Kemudian, biaya akselerator, yang bisa memberikan kontribusi pendapatan lebih besar, pengurangannya hanya 20 persen.
Presiden Direktur JNE Mohamad Feriadi menuturkan, JNE membentuk tim penanganan Covid-19 yang memberikan arahan protokol kesehatan untuk diikuti karyawan di kantor ataupun lapangan. JNE juga memberikan vitamin, masker, dan sarung tangan kepada seluruh karyawan.
”Kami juga mendisinfektan kiriman-kiriman untuk meyakinkan masyarakat bahwa kiriman melalui JNE memang sudah steril. Upaya ini juga untuk melindungi masyarakat agar tidak tertular melalui perantaraan kiriman atau petugas pengiriman,” tuturnya.