Inovasi dan Adaptasi Jadi Kunci Memanfaatkan Peluang di Era Normal Baru
Dari kacamata pelaku usaha, pandemi Covid-19 semestinya dapat dilihat sebagai peluang. Kondisi ini dapat menjadi kesempatan untuk membenahi lapak digital.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Sebagai pelaku usaha, persoalan yang timbul akibat pandemi Covid-19 sejatinya dilihat sebagai peluang untuk memunculkan kreativitas baru. Perubahan pola konsumen yang lebih banyak berbelanja secara dalam jaringan membuka ruang bagi pelaku usaha untuk membenahi lapak digital.
Begitulah yang dilakukan Fahmi Rizkiandi (20), pelaku usaha di bidang jasa pembuatan logo produk dengan nama usaha Fud.Logo yang mengambil kesempatan untuk membenahi akun media sosial.Berbagai foto di Instagram yang awalnya hanya sebagai kumpulan hasil karya kini dijadikan sebagai alat promosi.
Akun Instagram untuk mengenalkan jasa logo produk pun dibuat terpisah dari akun personal Fahmi. Menurut dia, upaya ini sebagai salah satu cara agar konsumen dapat fokus melihat produk yang ditawarkan.
Tidak hanya membenahi akun media sosial, Fahmi juga membangun hubungan personal yang lebih erat dengan para pelanggan. Kini, bagi setiap pelanggan yang memesan desain produk akan diberikan surat serah terima logo.
”Surat serah terima ini penting supaya logo yang sudah menjadi merek dari suatu produk tidak akan dibajak. Selain itu, kalau nanti misalnya mereka mau mengurus sertifikasi merek, juga akan lebih mudah,” kata Fahmi, saat dihubungi Kompas, Jumat (24/7/2020).
Mahasiswa semester IV Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta ini menyampaikan, menjalin hubungan baik dengan pelanggan artinya memenuhi ekspektasi mereka. Sebelum membuat produk, Fahmi menanyakan secara rinci apa yang diharapkan dari produk yang akan dibuat.
Peluang lain yang ia ambil di tengah masa pandemi ialah memperkaya pengetahuan terkait dunia usaha dengan mengikuti berbagai webinar. Salah satunya, terkait pentingnya membuat desain merek sebagai jati diri dari produk yang dijual.
”Pengetahuan ini penting untuk saya, apalagi sekarang banyak teman yang juga menjadi pelaku usaha dan memesan logo untuk produknya. Maka, saya selalu menanyakan apakah karya yang saya buat sudah sesuai dengan isi dari produk yang mereka jual,” ujar Fahmi.
Begitu pun dengan yang dilakukan Astika Aquila, Co-founder dari Tepa Selira, sektor usaha di bidang mode batik. Meski Covid-19 membuat acara-acara pameran busana di berbagai kegiatan terpaksa dibatalkan, kemudian berhasil dialihkan menjadi pameran secara virtual melalui media sosial.
Pandemi Covid-19, menurut Astika, memang memukul usaha yang dilakukan dengan mengandalkan toko fisik. Namun, di sisi lain trafik penjualan daring meningkat hingga 100 persen, bahkan dengan modal yang lebih efisien.
Maka, dilakukan pengubahan strategi dengan mengaktivasi penjualan di platform daring serta berkolaborasi dengan selebgram dan figur publik untuk melakukan live Instagram. Selain itu, juga membebaskan biaya pengiriman untuk daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta melakukan pendekatan baru dengan konsumen, yaitu coba dulu baru bayar.
”Menyalahkan pandemi itu tidak akan mengubah keadaan karena memang disadari ternyata masih banyak langkah dan inovasi yang belum dijalankan. Kita juga harus terbiasa dengan ketidakpastian sehingga membuat pribadi cepat tanggap dan lebih kreatif,” kata Astika.
Bangun rencana
Sekretaris Jenderal Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Arief Budiman menyampaikan, di balik masalah pandemi Covid-19, ada kesempatan bagi para pelaku usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan eskosistem UMKM. Keadaan ini dapat menjadi kesempatan untuk membangun merek.
Namun, sebelum membangun merek, pelaku usaha perlu membuat rencana dan menetapkan tujuan. ”Ketika mau bangun merek, itu mau setinggi apa karena kalau hanya mau jual ke tetangga se-kelurahan, strateginya berbeda dengan yang mau berjualan di tingkat lokal atau bahkan global,” ujar Arief.
Menurut Arief, perencanaan ini penting agar pesan tersampaikan kepada konsumen. Sebab, membangun merek adalah untuk menciptakan pelanggan, bukan sekadar mendapatkan pembeli.
Dalam buku Digital Marketing Strategy: An Integrated Approach to Online Marketing (2016) disampaikan, membangun rencana usaha seperti membangun sebuah rumah. Kita harus memahami tujuan pembangunan, membangun dengan dasar yang kokoh, mengukur dan menghitung secara rinci berapa banyak bata yang dibutuhkan, membutuhkan berapa besar biaya dan waktu, hingga memastikan keterampilan para tenaga kerja.
Simon Kingsnorth selaku penulis mencatatkan, tanpa perencanaan, akan ada risiko kegagalan. ”Tanpa rencana yang efektif, kamu akan menghabiskan dua kali lebih banyak uang, waktu, dan sumber daya untuk menyelesaikan masalah yang timbul dan mencari solusi,” tulisnya.
Strategi tanpa perencanaan, kata Kingsnorth, hanyalah sebatas ide. Untuk itu, setidaknya ada tiga hal yang harus dipahami ketika menyusun rencana pemasaran digital, yakni di mana posisi usaha kita, apa yang ingin kita capai, dan bagaimana kita mewujudkannya.
Untuk itu, strategi digital yang dibangun oleh perencanaan efektif menjadi sangat penting untuk memenangkan promosi di berbagai media sosial dan perdagangan elektronik. Kesan pertama bagi konsumen adalah yang terpenting, maka promosi harus dilakukan secara benar.