Penerbitan obligasi telah menopang kinerja PT Mandiri Sekuritas sehingga mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 288 miliar pada semester I-2020.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
CORPORATE COMMUNICATION PT MANDIRI SEKURITAS
Direktur Operations Mandiri Sekuritas Heru Handayanto, Direktur Retail Mandiri Sekuritas Theodora VN Manik, dan Direktur Utama Mandiri Sekuritas Dannif Danusaputro (dari kiri ke kanan) berbincang seusai menyampaikan kinerja perusahaan semester I-2020 di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan penerbit efek PT Mandiri Sekuritas mencatatkan kinerja positif di tengah pandemi Covid-19 yang membuat lesu pasar modal. Kinerja ini ditopang oleh kenaikan penerbitan obligasi global sejak awal tahun serta semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi.
PT Mandiri Sekuritas membukukan pendapatan sebesar Rp 288 miliar pada semester I-2020. Sebanyak 42 persen atau Rp 120,96 miliar dari total pendapatan itu disumbang oleh segmen pasar modal. Sementara 30 persen setara Rp 86,4 miliar disumbang oleh segmen ritel.
Sisanya, 19 persen (Rp 54,72 miliar) berasal dari investment banking dan 8 persen (Rp 23,4 miliar) dari bisnis Mandiri Securities Pte Ltd.
Saat melaporkan kinerja secara virtual, Kamis (23/7/2020), Direktur Utama Mandiri Sekuritas Dannif Danusaputro menyampaikan, sepanjang semester I-2020, bisnis penerbitan obligasi global melalui anak perusahaan Mandiri Securities Singapore mencatatkan pertumbuhan signifikan.
Secara total, Mandiri Sekuritas telah menyelesaikan 12 mandat obligasi global dengan nilai penjaminan 2,1 miliar dollar AS atau meningkat 109 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar 984 juta dollar AS (Rp 14,41 triliun).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pialang Mandiri Sekuritas memantau pergerakan harga saham di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
”Di masa pandemi, banyak korporasi yang berupaya mencari solusi finansial alternatif untuk menjaga keberlangsungan bisnis. Penerbitan obligasi global adalah peluang bagi korporasi Indonesia untuk mendapatkan eksposur di pasar internasional,” kata Dannif.
Mandiri Sekuritas saat ini menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang memiliki lisensi untuk melakukan bisnis di pasar modal internasional melalui Mandiri Securities Singapore yang diresmikan pada tahun 2017.
Menurut dia, pandemi mendorong masyarakat mengelola keuangan dengan baik dan mengalokasikan dananya untuk investasi guna mengantisipasi kebutuhan dana darurat di masa depan. Mandiri Sekuritas telah menghadirkan layanan Mandiri Sekuritas Online Securities Trading (MOST) yang memberikan pengalaman 100 persen daring.
Dannif menambahkan, antusiasme para investor pada masa pandemi mampu meningkatkan jumlah transaksi di Mandiri Sekuritas. Sepanjang semester I-2020, nilai rata-rata transaksi harian nasabah ritel meningkat 32 persen dibandingkan semester I-2019 menjadi Rp 396 miliar. Upaya edukasi dan pelatihan daring gratis melalui platform MOST Learning dan media sosial juga turut meningkatkan rasio nasabah aktif sebesar 22 persen.
Mandiri Sekuritas menguasai 8,4 persen pangsa pasar perdagangan efek di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan total nilai transaksi saham Rp 156,7 triliun. Adapun komposisi transaksi saham di Mandiri Sekuritas terdiri dari 60 persen nasabah institusi dan 40 persen nasabah retail.
Sepanjang semester I-2020, Mandiri Sekuritas melaksanakan 36 mandat yang terdiri dari 14 penerbitan emisi obligasi dan sukuk korporasi, 2 pencatatan saham perdana, 15 penerbitan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), dan 5 jasa penasihat keuangan (advisory).
Konsolidasi sekuritas
Pelaksana Tugas Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yunita Linda Sari mengakui, apabila dibandingkan dengan negara lain, jumlah broker atau perusahaan efek di Indonesia terlalu besar. Pihaknya pun menyerahkan proses konsolidasi perusahaan efek pada mekanisme pasar.
”Kalau ada broker yang secara alami bisnisnya kayak kalah bersaing, secara alami pula mereka akan memutuskan untuk bergabung. Soal regulasi konsolidasi broker belum menjadi fokus utama OJK,” kata Yunita.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Presiden Joko Widodo membuka perdagangan saham perdana tahun 2020 di lantai dasar Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menyebutkan, setidaknya jumlah perusahaan efek yang tercatat di OJK mencapai sekitar 100 perusahaan. Wacana konsolidasi perusahaan efek mengemuka setelah OJK menolak usulan relaksasi nilai minimun modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) dengan batasan minimum di bawah Rp 25 miliar setelah banyak perusahaan efek terdampak Covid-19.
Ketua APEI Octavianus Budiyanto menyampaikan, para anggota berencana melakukan konsolidasi karena usulan relaksasi MKBD ditolak otoritas. ”Usulan relaksasi tersebut merupakan masukan dari kalangan anggota bursa terkait dampak pandemi Covid-19 yang berpengaruh terhadap menurunnya transaksi perusahaan efek,” ujarnya.