Jika Diperlukan, Restrukturisasi Kredit Bisa Diperpanjang
Program restrukturisasi kredit perbankan dipantau pelaksanaannya. Jika diperlukan, masa restrukturisasi bisa diperpanjang.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan mempertimbangkan untuk memperpanjang periode restrukturisasi kredit. Keputusan memperpanjang periode restrukturisasi akan dipilih apabila kebijakan ini dinilai masih diperlukan untuk mencapai pemulihan ekonomi nasional.
Sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-2019, aturan restrukturisasi kredit yang saat ini tengah berlangsung akan selesai pada 31 Maret 2021, dengan perpanjangan satu tahun bila diperlukan.
Dalam webinar yang diadakan Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Kamis (23/7/2020), Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan, OJK sedang mendiskusikan kembali perpanjangan masa relaksasi selama satu tahun atau sampai dengan 2022.
”Dari berbagai kebijakan, kami melihat banyak bank bisa leluasa untuk survive. Kebijakan ini masih terus bisa kami tambah kalau memang diperlukan karena seluruh dunia melakukan deregulasi hal yang sama,” katanya.
Berdasarkan data OJK, sampai dengan 13 Juli 2020, realisasi restrukturisasi kredit di perbankan mencapai Rp 776,99 triliun dengan jumlah nasabah sebanyak 6,75 juta. Sementara restrukturisasi di perusahaan pembiayaan senilai Rp 148,7 triliun dengan jumlah kontrak yang disetujui sebanyak 4,04 juta per 21 Juli 2020.
OJK, lanjut Wimboh, selalu memantau perkembangan realisasi restrukturisasi kredit tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh OJK, memasuki Juli 2020 realisasi restrukturisasi mulai melandai, tidak seperti periode April-Juni 2020. Periode restrukturisasi kredit akan diperpanjang jika kondisi keuangan debitor juga belum pulih.
”Tidak tertutup kemungkinan kita bisa pulih lebih cepat. Akan tetapi, kalau memang belum, di POJK 11 itu bisa kita kasih ruang bahwa ini bisa diperpanjang apabila memang diperlukan,” kata Wimboh.
Sementara itu, data OJK menunjukkan, penyaluran kredit perbankan masih tumbuh 3,04 persen secara tahunan pada Mei 2020. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada April 2020 yang mencapai 5,73 persen secara tahunan.
Menurut Wimboh, pertumbuhan kredit perbankan diperkirakan baru membaik pada Juli 2020 seiring dengan aktivitas masyarakat yang kembali normal. Ia memperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan hingga akhir tahun ini berkisar 3-4 persen.
Pertumbuhan kredit perbankan diperkirakan baru membaik pada Juli 2020 seiring dengan aktivitas masyarakat yang kembali normal
Aktivitas ekonomi
Pada kesempatan yang sama, ekonom senior Indef, Aviliani, menyebutkan, penyaluran kredit bank akan sangat bergantung pada aktivitas perekonomian. Hal ini menunjukkan permintaan kredit yang rendah merupakan penyebab utama penyaluran kredit yang rendah.
Aviliani menambahkan, penerapan normal baru serta kembali beroperasinya beberapa sektor usaha tidak akan serta-merta membuat permintaan atau daya beli masyarakat kembali normal. Sebab, pendapatan masyarakat tidak akan segera pulih seperti sedia kala.
”Perlu waktu paling tidak 3-4 bulan untuk menilai ekonomi tumbuh atau tidak. Jika terhitung dari waktu diterapkannya kebijakan normal baru, sekitar dua bulan lagi baru dapat terlihat hasilnya,” ujarnya.
Harapan terhadap pemulihan aktivitas perekonomian, menurut Aviliani, akan terjadi pada triwulan III-2020, sejalan dengan peningkatan permintaan dan belanja pemerintah di banyak sektor.
”Jadi, kebijakan untuk menstimulus sisi permintaan saat ini menjadi lebih utama untuk pemulihan ekonomi, mengingat dari sisi pasokan, kebijakan yang ada sudah sangat baik,” ujarnya.
Secara umum, menurut Aviliani, kondisi bank umum relatif kokoh meskipun analisis lebih lanjut menggunakan data individual bank tetap perlu dilakukan. Profil risiko perbankan pada April 2020 masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio kredit bermasalah (NPL) gross perbankan 2,89 persen. Adapun NPL net bank umum konvensional 1,09 persen.