Kegiatan MICE Mulai Gairahkan Perhotelan di Lombok
Hotel-hotel di Lombok, NTB, mulai menjadi tempat kegiatan pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE). Meski belum banyak, tetapi itu menggairahkan kembali perhotelan yang sempat terpuruk akibat Covid-19.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Jasa akomodasi, seperti perhotelan, menjadi salah satu yang paling merasakan dampak dari terpuruknya pariwisata akibat pandemi Covid-19, termasuk di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun belakangan, setelah sempat terhenti, perhotelan mulai bergairah kembali. Salah satunya lewat kegiatan pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran atau MICE.
Industri perhotelan di Lombok mulai merasakan dampak Covid-19, terutama sejak kasus positif ditemukan di NTB akhir Maret lalu. Pada saat yang sama, muncul pembatasan perjalanan di dalam negeri dan larangan masuk bagi warga asing ke Indonesia.
Otomatis, hotel memilih tutup sementara untuk menekan biaya operasional. Bahkan, hampir semua hotel di seluruh kawasan wisata di Pulau Lombok merumahkan sebagian besar karyawan.
Menurut data Dinas Pariwisata NTB, dari sekitar 15.000 pekerja yang dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja, 6.122 orang berasal dari perhotelan. Lainnya sebanyak 1.874 orang di bidang kelompok sadar wisata, 1.357 orang di pemandu perjalanan, 676 pemandu pendakian (porter), dan 213 orang di homestay.
Sejak awal Juli, sebagian besar hotel di seluruh kawasan wisata, seperti Mandalika di Lombok Tengah, Gili di Lombok Utara, Senggigi di Lombok Barat, termasuk di Kota Mataram, sudah beroperasi kembali.
Pertama tidak ada yang bepergian. Kedua tidak ada yang berkumpul dalam jumlah banyak. Paling berat tidak ada bepergian yang artinya tidak ada yang menggunakan jasa akomodasi. Jadi hampir beberapa bulan nol. Baru setelah ada pasar lokal (asal NTB), baru ada isi tamu.
Tamu yang menginap didominasi oleh warga asal NTB. Meski demikian, industri hotel mulai bergairah salah satunya lewat kegiatan pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE).
General Manajer Hotel Jayakarta Cherry Abdul Hakim, Rabu (22/7/2020), mengatakan, hampir semua hotel, tidak hanya di NTB, tetapi Indonesia dan dunia, merasakan dampak Covid-19.
”Pertama tidak ada yang bepergian. Kedua tidak ada yang berkumpul dalam jumlah banyak. Paling berat tidak ada bepergian yang artinya tidak ada yang menggunakan jasa akomodasi. Jadi hampir beberapa bulan nol. Baru setelah ada pasar lokal (asal NTB), baru ada isi (tamu),” kata Cherry.
Menurut Cherry, selain mulai adanya tamu lokal, termasuk juga dari luar setelah adanya izin bepergian bagi aparatur sipil negara, harapan untuk geliat hotel juga datang dari kegiatan MICE.
Menurut Cherry, sejak mulai adanya kebijakan normal baru, setidaknya sudah lebih dari sepuluh kali kegiatan MICE diselenggarakan di Hotel Jayakarta.
”Lumayan dengan kapasitas 30-40 orang. Tetapi paling tidak, ini menggeliatkan kembali hotel sambil menunggu pariwisata pulih lagi. Sama dengan pascagempa 2018, yang kami andalkan juga MICE,” kata Cherry.
Tidak hanya di Lombok Barat, hotel di Mataram juga mulai menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan MICE. Salah satunya di Hotel Santika Mataram.
Menurut General Manager Hotel Santika Mataram Baharuddin Adam, sejak buka kembali 1 Juli lalu, pertama kalinya hari ini menjadi tempat penyelenggaraan dua kegiatan MICE. Keduanya dari instansi pemerintah. Sementara dari perusahaan atau korporasi belum ada.
Protokol kesehatan
Baharuddin menambahkan, mengingat penyebaran Covid-19 masih berlangsung, maka protokol kesehatan menjadi prioritas selama penyelenggaran MICE di Hotel Santika Mataram.
Sejak kedatangan tamu atau peserta, mereka sudah menjalankan empat tahapan protokol kesehatan, yakni memastikan penggunaan masker, pengecekan suhu tubuh, penyemprotan disinfektan pada alas kaki, hingga arahan menggunakan penyanitasi tangan.
Selain itu, di ruangan juga ada pengaturan jarak 1,5 meter. Konsekuensinya kapasitas ruang pertemuan berkurang hingga 50 persen. ”Harusnya 100 orang jadi 50 orang. Sebelum pertemuan, kami juga ada pengarahan singkat terkait protokol kesehatan kepada seluruh peserta,” kata Baharuddin.
Hotel Jayakarta juga memberlakukan hal yang sama. Menurut Cherry, sejak kedatangan, mereka sudah melakukan pemeriksaan suhu tubuh, pengecekan masker, dan arahan untuk langsung ke fasilitas cuci tangan.
Kemudian di setiap pintu ruang pertemuan disediakan penyanitasi tangan, termasuk juga imbauan untuk menerapkan protokol kesehatan. ”Ini juga kami bicarakan terlebih dahulu dengan penyelenggara,” kata Cherry.
Selain itu, kata Cherry, mereka juga mengontrol penuh penyajian hidangan. Misalnya saat jeda, makanan tidak lagi dalam bentuk prasmanan, tetapi langsung dihidangkan ke meja peserta. Sementara di Santika, menurut Baharuddin, telah disiapkan per porsi yang kemudian diambil oleh setiap peserta.
”Pada awalnya agak kesulitan. Karena tidak semua peserta, misalnya, mau menerapkan protokol kesehatan. Namun, kami terus evaluasi sehingga akhirnya bisa mencari solusinya,” kata Cherry.
Saat makan siang, penyajian makanan tetap prasmanan. Hanya saja, selain mengatur jarak antre, peserta tidak lagi mengambil lauk sendiri, tetapi oleh petugas.
Menurut Baharuddin, penerapan protokol kesehatan baik saat MICE maupun untuk tamu pada umumnya harus dilakukan.
”Survei memperlihatkan bahwa orang yang bepergian sekarang penuh dengan kekhawatiran. Dia terlebih dahulu akan melihat apakah tempat menginap itu aman atau tidak. Jadi, kami sekarang pendekatan promosinya juga ke soal bersih dan sehat,” kata Baharuddin.
Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Saiful Ahkam mengatakan, selain menerima tamu, hotel-hotel sudah bisa menyelenggarakan MICE. Namun, hotel-hotel tersebut harus tetap menerapkan protokol kesehatan.
Menurut Ahkam, seluruh fasilitas melekat di hotel sudah boleh digunakan, kecuali untuk spa, ruang karaoke, dan tempat olahraga (gym).