Batam Berpeluang Menjadi Tempat Relokasi Industri dari China
Puluhan perusahaan multinasional dari China akan merelokasi pabrik ke Asia Tenggara. Peluang ini ditangkap kawasan industri di Batam, Kepulauan Riau, untuk menggaet investor baru.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Puluhan perusahaan multinasional dari China akan merelokasi pabrik karena terdampak perang dagang. Peluang ini ditangkap kawasan industri di Batam, Kepulauan Riau, untuk menggaet investor baru. Penanaman modal asing bisa menambah lapangan kerja di tengah lonjakan jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19.
Anggota Bidang Kebijakan Strategis Badan Pengusahaan (BP) Batam, Enoh Suharto Pranoto, dalam diskusi daring bersama pengusaha, Rabu (22/7/2020), mengatakan, gelombang relokasi perusahaan dari China masih terus berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Negara-negara di Asia Tenggara, terutama Vietnam dan Indonesia, dinilai berpeluang menggaet sebagian besar perusahaan yang hengkang dari China tersebut.
”Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam diciptakan pemerintah untuk menjadi tujuan investasi dengan dilengkapi fasilitas infrastruktur yang lengkap dan berbagai macam kemudahan fiskal. Dibandingkan dengan Vietnam, insentif fiskal di Batam sebenarnya tidak jauh berbeda,” kata Enoh.
Vietnam sejak beberapa bulan lalu sudah berhasil menggaet 33 pabrik yang relokasi dari China.
Meski demikian, Enoh mengakui, sampai sekarang belum ada perusahaan dari China yang berminat memindahkan pabrik ke Batam. Sementara itu, Vietnam sejak beberapa bulan lalu sudah berhasil menggaet 33 pabrik yang relokasi dari China. Hal ini menjadi peringatan bagi Pemerintah Kota Batam untuk segera berbenah bila masih ingin mendapat keuntungan dari gelombang relokasi pabrik di China.
Wakil Ketua Himpunan Kawasan Industri Kepri Tjaw Hioeng mengatakan, sejak dulu tingginya harga pengiriman kontainer menjadi salah satu penghambat investasi yang tidak kunjung dapat diselesaikan. Harga pengiriman satu kontainer ukuran 40 kaki dari Batam ke Singapura sekitar Rp 7,5 juta.
Harga itu lebih mahal daripada biaya pengiriman kontainer dari Singapura ke Hong Kong yang makan biaya Rp 4,2 juta. Padahal, perjalanan dari Batam ke Singapura hanya membutuhkan waktu 2 jam, sedangkan Singapura ke Hong Kong butuh waktu enam hari.
Bila persoalan harga kontainer itu bisa diselesaikan, penanaman modal asing bisa tumbuh pesat.
Tjaw optimistis bila persoalan harga kontainer itu bisa diselesaikan, penanaman modal asing bisa tumbuh pesat. Di Batam, ada 18 kawasan industri yang memiliki sekitar 300 hektar lahan kosong. Infrastruktur air dan listrik juga sudah tersedia dengan baik. Hal ini menjadi salah satu keunggulan Batam dibandingkan daerah lain.
”Kawasan industri sudah menyediakan infrastuktur dasar dan penunjang bagi investor yang akan membangun pabrik. Jika mereka akan relokasi pabrik ke Batam tidak akan memakan waktu sampai bertahun-tahun, dalam enam bulan saja sudah bisa selesai,” ujar Tjaw.
Manajer Direktur perusahaan konsultan bisnis Frost and Sullivan, Shivaji Das, mengatakan, Pemerintah Kota Batam harus cermat memilah dalam menggaet perusahaan yang tengah relokasi dari China. Sekarang pemerintah sebaiknya fokus mencari penanaman modal asing di sektor industri yang tetap bisa berkembang di tengah pandemi Covid-19.
Industri yang berpotensi tetap tumbuh pada masa pandemi adalah industri yang bergerak di bidang teknologi informasi, energi, kesehatan, makanan, dan produsen bahan kimia. Hal ini penting agar investasi baru yang masuk benar-benar bisa menciptakan lapangan kerja baru, bukan malah menambah angka pengangguran yang sudah tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Februari 2020 ada 6,88 juta penganggur di Indonesia. Adapun data Dinas Tenaga Kerja Batam menunjukkan, sebanyak 13.000 pekerja di Batam terdampak Covid-19.
Shivaji menambahkan, Batam sebenarnya masih sangat menarik bagi investor asing untuk menanamkan modal karena terletak di Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Kota ini juga merupakan pintu masuk ke Indonesia yang merupakan negara dengan pasar domestik terbesar di Asia tenggara.
Namun, penanganan Covid-19 yang morat-marit kini menjadi pertimbangan khusus bagi investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Tjaw mengatakan, kinerja penanganan pandemi berbanding lurus dengan pemulihan ekonomi. Selama Covid-19 belum dapat diatasi, ancaman resesi ekonomi dan bertambahnya jumlah pengangguran masih akan terus menghantui.