Pemerintah Berharap Tak Ada Lagi Sengketa Harga Nikel Dalam Negeri
Sengketa perihal harga nikel dicegah melalui penetapan harga patokan oleh pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berharap tak ada lagi sengketa harga nikel yang kerap dipermasalahkan antara pihak penambang dan pengusaha smelter nikel. Solusi diberikan pemerintah lewat penerbitan aturan mengenai harga patokan mineral serta ketentuan penunjukan surveyor apabila ada sengketa tentang kadar nikel.
Pihak yang tak mematui ketentuan bisa dikenai sanksi pencabutan izin operasi.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengatakan, harga patokan mineral diatur lewat Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Mineral Logam dan Batubara. Ketentuan tersebut diharapkan dapat menciptakan tata niaga mineral yang adil, transparan, dan kompetitif terhadap pengusaha tambang ataupun pengusaha smelter. Namun, pihaknya mengakui, di lapangan masih ada transaksi yang harganya di bawah harga patokan pemerintah.
”Harga patokan pemerintah ini posisinya ada di tengah-tengah, artinya memberikan margin (keuntungan) yang seimbang antara pengusaha tambang maupun pengusaha smelter. Apabila harga yang dijual ada di bawah harga patokan, dipastikan bahwa penambangan mineral tersebut tak memperhatikan prinsip penambangan yang baik,” kata Yunus dalam telekonferensi pers, Senin (20/7/2020).
Mengenai harga mineral nikel, kerap terjadi sengketa antara penjual (penambang nikel) dan pengusaha smelter tentang kadar nikel tersebut. Besaran kadar memengaruhi harga. Penambang keberatan dengan harga bijih nikel yang rendah di dalam negeri untuk dijual ke smelter lantaran pihak smelter menilai kadar bijih yang dijual penambang lebih rendah. Di satu sisi, penambang tidak diperbolehkan lagi mengekspor bijih nikel kadar rendah per Januari 2020.
Data dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia, harga bijih nikel kadar 1,8 persen di pasar internasional mencapai 59-61 dollar AS per ton, sedangkan di dalam negeri berkisar 38-40 dollar AS per ton.
Baca juga: Smelter Nikel Konawe Diharapkan Tumbuhkan Ekonomi Daerah
Perbandingan harga bijih nikel kadar yang diekspor dengan harga jual di pasar domestik cukup lebar. Data dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), harga bijih nikel kadar 1,8 persen di pasar internasional mencapai 59 dollar AS per ton sampai 61 dollar AS per ton. Sementara untuk kadar yang sama, harga di dalam negeri berkisar 38 dollar AS per ton sampai 40 dollar AS per ton (Kompas, 29/2/2020).
”Sebagai contoh, dengan realitas saat ini harga bijih nikel sebesar 20 dollar AS per ton, pengusaha smelter mendapat laba 41 persen, sedangkan penambang minus 2 persen. Dengan harga patokan mineral yang ditetapkan pemerintah sebesar 33,22 dollar AS per ton, pengusaha smelter mendapat keuntungan 33 persen dan penambang nikel bisa untung 34 persen. Tidak jauh berbeda,” tutur Yunus.
Adapun mengenai sengketa tentang kadar bijih nikel, lanjut Yunus, peraturan tersebut menyatakan penjualan bijih nikel di dalam negeri wajib menunjuk surveyor sebagai penengah. Pemerintah juga menyiapkan sanksi bagi pihak yang tak mengacu pada harga patokan mineral yang sudah ditetapkan pemerintah. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin usaha.
Wasit
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia Prihadi Santoso menyebutkan, pihaknya sudah mengusulkan agar masing-masing, baik penjual (penambang nikel) maupun pembeli (pengusaha smelter), menunjuk surveyor untuk menilai kadar bijih nikel. Lalu, kedua pihak secara bersama-sama menunjuk pihak wasit atau penengah apabila ada sengketa mengenai perbedaan kadar nikel tersebut.
”Sampel (bijih nikel) terbagi menjadi tiga. Kalau terjadi sengketa mengenai besaran kadar nikel, pihak wasit yang akan memutuskan,” kata Prihadi.
Sampel (bijih nikel) terbagi menjadi tiga. Kalau terjadi sengketa mengenai besaran kadar nikel, pihak wasit yang akan memutuskan.
Baca juga: Hasil Investigasi Manipulasi Ekspor Nikel Segera Diumumkan
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, harga nikel kadar rendah kerap menjadi sengketa antara penambang dan pemilik smelter nikel dalam negeri. Dasar persoalannya adalah dalam hal penetapan kadar nikel. Menurut dia, surveyor pihak smelter kerap menilai terlalu rendah kadar bijih nikel yang dijual penambang.
”Lantaran kadar dinilai rendah oleh pihak mereka (smelter), harga ditawar murah sekali atau jauh di bawah ongkos produksi. Akibatnya, sampai sekarang ada 3,8 juta ton bijih nikel yang menganggur tak terjual di dalam negeri dan tak bisa diekspor (setelah terbitnya larangan ekspor bijih nikel),” ujar Meidy dalam diskusi mengenai prospek industri nikel di dalam negeri, beberapa waktu lalu.
Mengacu pada data Kementerian ESDM, harga logam nikel untuk periode Juni 2020 sebesar 12.703,27 dollar AS per ton. Harga tersebut lebih tinggi ketimbang harga logam aluminium atau tembaga dalam berat yang sama. Harga nikel masih di bawah harga timah yang di periode yang sama sebesar 16.806, 27 dollar AS per ton.
Untuk angka produksi per 20 Juli 2020, produksi nickel pig iron (NPI) sebanyak 423.818 ton, ferro nickel sebanyak 690.540 ton, dan nickel matte 48.715 ton. Perbedaan ketiga jenis logam tersebut terletak pada kandungan nikelnya. NPI memiliki kandungan nikel kurang dari 15 persen, sedangkan ferro nickel memiliki kandungan nikel di atas 30 persen. Adapun nickel matte mengandung nikel di atas 70 persen.
Baca juga: Kebijakan Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terbukti Efektif