Kebahagiaan Pengantin Belum Menular ke Pelaku Usaha
Pernikahan yang mulai dilakukan sejumlah pasangan rupanya belum memberikan dampak bagi pedagang suvenir dan undangan pernikahan. Penjualan masih lesu.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Acara pernikahan mulai digelar di sejumlah daerah, tetapi para pelaku usaha di bidang pernikahan belum merasakan pengaruhnya. Bahkan, beberapa di antaranya kini kebingungan membayar biaya kontrakan kios sehingga terlintas untuk gulung tikar.
Fitri (44), pemilik kios percetakan undangan ”Jasmine Printing” di Pasar Tebet Barat, Jakarta Selatan, duduk sambil menopang dagu, Selasa (21/7/2020). Sejak buka kembali pada 15 Juni 2020 hingga Selasa siang, ia masih menanti pemesan pertamanya.
”Pengunjung memang mulai berdatangan, tapi sejak buka pada Juni lalu saya belum kebagian satu pun pesanan,” kata Fitri saat ditemui di kiosnya.
Pengunjung yang dimaksud Fitri kebanyakan datang pada hari Sabtu atau Minggu. Sementara pada Senin-Jumat, situasi di lantai basemen Pasar Tebet Barat, tempat kios-kios percetakan undangan berada, sepi.
Praktis, omzet Fitri sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga saat ini masih nol. Padahal, dalam situasi normal, omzetnya setidaknya mencapai Rp 2,5 juta per minggu. Suaminya yang juga memiliki percetakan undangan juga mengalami hal yang sama.
”Suami dulu punya kios di Cilodong, Depok. Tetapi, karena pandemi Covid-19, kontraknya tidak dilanjutkan. Sekarang mulai buka di rumah,” katanya.
Kesulitan ekonomi, menurut Fitri, juga dialami para pembuat undangan lainnya di Pasar Tebet Barat. Mereka mengeluh hanya mendapatkan pesanan 50-100 undangan per konsumen. Padahal, biasanya mereka melayani permintaan 500-1.000 undangan.
”Banyak juga konsumen yang membatalkan pesanan karena akhirnya menikah tanpa resepsi. Hanya akad saja,” ujarnya.
Saat ini Fitri masih kebingungan dengan kelanjutan usahanya di Pasar Tebet Barat. Pasalnya, Agustus nanti kontrak kios akan berakhir. Pengelola biasanya memberikan relaksasi pembayaran selama dua bulan. Hanya saja, Fitri memperkirakan usahanya baru bisa pulih pada awal tahun depan.
”Beberapa kios di basemen banyak yang mulai ditawarkan ke orang lain. Kemungkinan yang menempati sebelumnya tidak sanggup melanjutkan usaha di sini,” ungkapnya.
Skala kecil
Bahar (26), pemilik toko percetakan undangan ”Undangan Kreasi” di Senen, Jakarta Pusat, sudah mulai mendapatkan pesanan sejak awal Juli 2020. Namun, rata-rata permintaan yang ia terima berskala kecil.
Jika biasanya permintaan mencapai 500-1.000 undangan, kali ini ia hanya mendapat pesanan 300-500 undangan. Bahar menduga para pengantin masih membatasi kehadiran tamu undangan selama PSBB.
”Pesanan yang masuk mulai normal, tetapi jumlah pesanannya sedikit-sedikit,” katanya.
Sepi
Berdasarkan pantauan pada Selasa (21/7/2020), situasi di lantai basemen Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, sepi. Situasi di area tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di luar pasar, yang dipadati pengunjung di kios-kios penjual peralatan dapur dan rumah tangga.
Tandro (27), pemilik toko suvenir ”Kayla Souvenir”, mengatakan, produk yang kini mulai banyak dicari orang adalah baki hantaran. ”Untuk tempat seserahan biasanya orang beli dua set isi empat baki. Untuk tempat kue biasanya enam baki,” katanya.
Sementara untuk suvenir pernikahan, Tandro masih menerima pesanan dalam jumlah sedikit. Pembeli dari Jakarta rata-rata membeli 100-150 item suvenir, sedangkan pembeli dari luar Jakarta membeli 200-300 item.
”Kalau yang agak lumayan, pesanan yang pakai sablon dari Bekasi, Depok, dan Bogor. Itu pun masih jauh dari normal yang bisa sampai 1.000 item,” tambahnya.
Alhasil, omzet Tandro saat ini menurun drastis. Sebagai gambaran, pada akhir pekan omzetnya kini hanya Rp 5 juta-Rp 7 juta sehari. Padahal, dalam situasi normal, ia bisa mendapatkan Rp 15 juta-Rp 20 juta per hari pada akhir pekan.
Bendy (34), pemilik toko suvenir ”Mely Souvenir”, memperkirakan pengunjung yang datang ke tempatnya baru sekitar 30 persen dari hari normal. Terlebih, pengunjung Pasar Jatinegara juga masih dibatasi.
Sebelumnya, omzet harian Bendy bisa mencapai Rp 10 juta, tetapi saat ini hanya Rp 1,5 juta-Rp 2 juta. ”Orang-orang hanya beli sekitar 100 item. Biasanya sampai 300-500 item,” katanya.
Seperti diketahui, beberapa pesta pernikahan sudah digelar di sejumlah daerah. Akan tetapi, para pasangan masih membatasi jumlah tamu undangan mereka.
Salah satunya Andy Santana (28), pengantin yang menggelar pesta pernikahan di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 4 Juli 2020. Ia membatasi tamu undangan sebanyak 300 orang. Sebagian besar tamu tersebut adalah tetangga, kerabat, dan beberapa temannya.
”Ayah mertua juga mengatur tamu-tamu yang datang supaya tidak menumpuk,” katanya.
Di sisi lain, pernikahan Andy juga dikonsep secara mandiri, tanpa melibatkan weeding organizer. Undangan ia buat sendiri dan dibagikan secara virtual. Ia hanya menyewa beberapa keperluan utama, seperti dekorasi dan baju pengantin.
”Untuk tetangga-tetangga malah tidak pakai undangan. Memang begini tradisi di kampung,” ujarnya.