Penguatan dana darurat menjadi prioritas dalam pertimbangan berinvestasi di tengah pandemi. Jika alokasi dana darurat sudah cukup, diversifikasi ke instrumen investasi yang cenderung meningkat stabil bisa dilakukan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Bagi sejumlah karyawan muda yang sudah terbiasa berinvestasi, pandemi Covid-19 tak menjadi halangan. Mereka menguatkan pengelolaan risiko agar dapat tetap ”cuan” ketika menanamkan dananya di tengah pandemi.
Saham menjadi salah satu instrumen investasi yang diminati kelompok pemuda. Bursa Efek Indonesia per Mei 2020 mencatat, jumlah investor saham di kelompok usia 18 tahun-30 tahun sebanyak 489.610 orang. Adapun pada akhir 2019, angkanya sebanyak 409.532 investor.
Bagi Tiara Annisaa (24), pegawai yang berkantor di Jakarta, investasi di pasar saham telah menjadi bagian dari kebiasaannya sejak lulus kuliah. Rata-rata, dia mengalokasikan sekitar 60 persen dari penghasilannya untuk berinvestasi.
”Sejak pandemi, ada sejumlah tambahan (dana) untuk dialokasikan ke saham. Misalnya, hasil dari pengeluaran untuk makan sehari-hari yang lebih hemat selama pandemi,” tuturnya saat dihubungi, Minggu (19/7/2020).
Sebagai seorang investor saham, Tiara merasa tidak boleh lengah terhadap pandemi Covid-19. Dia menguatkan strategi pengelolaan risikonya. Misalnya, memilih saham-saham di sektor yang produknya cenderung dikonsumsi masyarakat selama pandemi.
Pengelolaan risiko tersebut tampaknya mulai membuahkan hasil. Ketika pasar anjlok pada Maret 2020, Tiara tetap menabung saham. Kini, salah satu portofolionya telah meningkat 40 persen-50 persen lebih tinggi. Dalam berinvestasi saham, Tiara juga mengandalkan analisis teknikal yang menyoroti data pergerakan nilai beserta trennya.
Tiara menguatkan strategi pengelolaan risikonya. Misalnya, memilih saham-saham di sektor yang produknya cenderung dikonsumsi masyarakat selama pandemi.
Kebiasaan berinvestasi juga tetap dilakoni Tommy Wijaya (26), pekerja yang tinggal di Jakarta, di tengah pandemi Covid-19. Dia memilih saham, reksa dana obligasi, dan reksa dana pasar uang sebagai instrumen investasinya.
Menurut Tommy, diversifikasi instrumen investasi menjadi aspek penting. ”Mengutip dari Benjamin Graham dalam bukunya yang Intelligent Investor, disarankan untuk menempatkan investasi di saham dan obligasi. Tujuannya ialah, mendapatkan imbal hasil yang stabil secara tahunan," katanya.
Oleh sebab itu, Tommy mengubah alokasi investasinya karena pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, alokasi dana terbesar secara berturut-turut dialirkan ke reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, lalu saham. Di masa pandemi ini, alokasi terbesarnya menjadi reksa dana pasar uang dan reksa dana obligasi di posisi kedua.
Kontribusi bagi negara
Pertengahan tahun ini, pemerintah menawarkan obligasi ritel ORI017 yang telah ditutup pada awal Juli lalu. Vika Anggraeni (25), pekerja yang tinggal di Jakarta, turut membeli kupon ORI017.
”Setelah saya mengumpulkan informasi, ORI017 juga ditujukan untuk pendanaan penanganan Covid-19. Hal ini menjadi cara yang bisa saya lakukan untuk turut berkontribusi bagi negara dalam menghadapi pandemi,” katanya.
Selain itu, Vika menilai obligasi ritel ataupun surat berharga negara yang ditawarkan pemerintah terjangkau. Dia dapat membeli kuponnya dengan alokasi minimal Rp 1 juta. Sebelumnya, dia juga sudah membeli SBR yang ditawarkan pada 2018.
Saya memilih platform yang memberikan asuransi bagi investor sehingga nilai uang saya tidak berkurang. Selain itu, saya memilih meminjamkan uang saya pada akun-akun yang jangka waktu pinjamannya tidak lebih dari 15 hari.
Di masa pandemi ini, Vika juga mencoba untuk berinvestasi di ekosistem teknologi finansial (tekfin) pinjam-meminjam antarpihak (peer-to-peer lending) dengan pengelolaan risiko yang ketat. Mekanisme investasinya ialah dia meminjamkan uang pada sejumlah orang untuk keperluan konsumtif. Dari uang yang diberikan itu, dia berpotensi mendapatkan imbal hasil sekitar 11 persen-20 persen.
”Saya memilih platform yang memberikan asuransi bagi investor sehingga nilai uang saya tidak berkurang. Selain itu, saya memilih meminjamkan uang saya pada akun-akun yang jangka waktu pinjamannya tidak lebih dari 15 hari,” katanya.
Perencana keuangan dan pendiri Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno, mengatakan, pandemi Covid-19 memang tak boleh menghentikan rutinitas berinvestasi. Justru di tengah pandemi, investasi diarahkan untuk membantu berjaga-jaga dan mempertahankan likuiditas finansial.
Penguatan dana darurat menjadi prioritas dalam mempertimbangkan kebiasaan berinvestasi di tengah pandemi Covid-19. Apabila alokasi dana darurat sudah cukup, diversifikasi ke instrumen investasi yang cenderung meningkat stabil dan tidak volatil bisa dilakukan.
Pandemi dan situasi krisis lainnya berdampak pada peningkatan risiko yang terjadi pada mental, fisik, dan sumber penghasilan seseorang. Akibatnya, risiko ini dapat mengganggu keadaan finansial individu ataupun keluarga.
”Oleh karena itu, penguatan dana darurat menjadi prioritas dalam mempertimbangkan kebiasaan berinvestasi di tengah pandemi Covid-19. Apabila alokasi dana darurat sudah cukup, diversifikasi ke instrumen investasi yang cenderung meningkat stabil dan tidak volatil bisa dilakukan,” ujarnya.
Mike mencontohkan, investasi itu bisa berupa reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana obligasi, surat berharga negara, atau obligasi negara. Tujuannya supaya nilai investasi bisa terjaga dan potensi tergerusnya rendah secara jangka pendek. Selain itu, instrumen-instrumen investasi tersebut juga dapat dicairkan sewaktu-waktu.