Membangun ”brand” hingga menciptakan loyalitas pelanggan tidak sekadar menciptakan merek. Sebab, ”brand” bukan apa yang kamu katakan tentang produkmu, melainkan apa yang mereka katakan tentang produkmu.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi digital terus berkembang, terlebih di masa pandemi Covid-19 yang membatasi ruang gerak masyarakat. Agar produk UMKM bisa bersaing di pasar digital, brand yang tersertifikasi sesuai standar menjadi penting.
Dalam laporan e-Conomy SEA 2019, ekonomi digital Indonesia pada 2019 tercatat mendekati 40 miliar dollar AS. Lebih tinggi daripada ekonomi digital negara-negara di Asia Tenggara, antara lain Malaysia (11 miliar dollar AS), Filipina (7 miliar dollar AS), Singapura (12 miliar dollar AS), Thailand (16 miliar dollar AS), dan Vietnam (12 miliar dollar AS).
Pencapaian ini menjadikan Indonesia menempati urutan terdepan dalam tren pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara. Dengan peningkatan sekitar 32 persen sejak 2015, ekonomi digital Indonesia berpotensi mencapai 133 miliar dollar AS pada 2025.
Bank Indonesia mencatat, transaksi uang elektronik pada Januari-April 2020 mencapai 1,62 miliar dengan nominal transaksi Rp 63,64 triliun. Sementara dalam periode yang sama tahun 2019, jumlah transaksi 1,44 miliar dengan nominal transaksi Rp 31,42 triliun.
Keadaan ini didukung dengan jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terus mendaftarkan usahanya untuk masuk pasar digital. Data Asosiasi UMKM mencatat, ada peningkatan jumlah pelaku usaha yang bertransformasi ke digital selama masa pandemi Covid-19, dari 13 persen menjadi 25 persen atau sekitar 16 juta dari total 64,19 juta pelaku UMKM.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria br Simanungkalit menyampaikan, UMKM Indonesia harus segera berbenah untuk bisa diterima bukan hanya di pasar lokal, melainkan juga pasar global. Sebab, Indonesia akan menjadi pasar tujuan yang diperebutkan banyak negara.
Digitalisasi harus segera dilakukan oleh para pelaku usaha untuk mempertahankan bisnis. Perlu juga disadari, konsumen tidak bisa memegang produk saat berbelanja secara dalam jaringan (daring) sehingga sertifikasi sesuai standar global menjadi keharusan.
”Kami berupaya terus memfasilitasi proses sertifikasi global walaupun di pasar lokal sehingga konsumen yakin untuk mengonsumsi produk lokal. Sekarang adalah saatnya UMKM Indonesia menunjukkan potensi dan kualitasnya untuk menyubstitusi produk impor dan menunjukkan kesetaraan kualitas,” kata Victoria, Senin (20/7/2020).
Paparan ini dibahas dalam seminar daring bertema ”Pengembangan Strategi Desain Kemasan dan Branding Produk UMKM” yang diadakan Kementerian Koperasi dan UKM. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Direktur Pengembangan Bisnis Federasi Kemasan Indonesia Ariana Susanti dan Sekretaris Jenderal Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Arief Budiman.
Lebih lanjut, Victoria menyampaikan, pemerintah sedang membangun rumah produksi bersama untuk meningkatkan kualitas proses produksi UMKM sesuai dengan standar yang ditetapkan. Upaya ini juga sebagai bantuan mempermudah UMKM mendapatkan sertifikasi global.
Kualitas kemasan
Salah satu syarat sertifikasi global juga dapat dinilai dari kualitas kemasan. Sebab, kemasan bukan sekadar untuk membungkus produk, tetapi ada logo, merek, dan keterangan produk, misalnya kandungan gizi, tanggal kedaluwarsa, dan cara mengonsumsi.
”Poin-poin ini yang harus menjadi perhatian UMKM. Saya lihat sebenarnya banyak produk UMKM yang tidak kalah enak dengan produk luar, tetapi karena kemasan kita sering kali masih menggunakan plastik tipis dan berminyak, konsumen lebih memilih produk luar,” kata Victoria.
Ariana Susanti menyampaikan, kemasan merupakan silent salesman atau penjual yang diam. Melalui kemasan, pelaku usaha dapat menampilkan citra produk yang membedakan dengan pesaing, memberikan informasi tentang produk, sekaligus membantu mempromosikan produk.
Kemasan, kata Ariana, berperan sangat penting karena akan selalu terkait dengan komoditas yang dikemas dan mencerminkan nilai jual dari suatu produk. Menurut dia, desain yang baik akan menghasilkan usaha yang baik pula.
Melalui kemasan, selain menampilkan merek, pelaku usaha juga sedang membangun brand. ”Merek itu untuk nama produk yang diciptakan perusahaan, sementara brand merupakan gambaran yang dibangun agar pelanggan menjadi setia,” kata Ariana.
Sejalan dengan itu, Arief Budiman juga menyoroti pentingnya membangun merek dan brand suatu produk. Sebab, tidak lebih dari 1 persen dari seluruh merek di dunia yang dapat diingat oleh konsumen.
Kondisi ini terjadi karena merek dikomunikasikan dengan cara yang tidak baik dan tidak benar. Otak konsumen pun terbatas untuk mengingat semua merek sehingga diperlukan merek dalam kemasan yang sederhana, unik, mudah diingat, dan teruji oleh waktu.
Desain kemasan yang tidak tepat, akan menurunkan kualitas produk. Untuk itu, kata Arief, jangan hanya sekadar menjual untuk mendapatkan pembeli, tetapi pelaku usaha harus membangun brand agar mendapatkan pelanggan yang setia.
”Brand adalah janji yang ditepati. Brand bukan apa yang kamu katakan tentang produkmu, tetapi apa yang mereka (konsumen) katakan tentang produkmu,” kata Arief.