Pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan usainya menyebabkan capaian kinerja hulu migas di Indonesia pada semester I-2020 lesu. Sejumlah target lifting belum tercapai. Perlu terobosan agar hulu migas Indonesia bergairah.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga semester I-2020, target produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi Indonesia masih sulit dicapai. Begitu pula serapan gas bumi nasional belum sesuai harapan kendati kebijakan penurunan harga jual sudah diberlakukan. Perlu ada skema baru dalam hal insentif di sektor hulu minyak dan gas bumi di Indonesia agar iklim investasinya tetap menarik di mata investor.
Dalam paparan kinerja semester I-2020 Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) disebutkan, lifting minyak tercatat 713.300 barel per hari dan lifting gas bumi 5.605 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Dalam APBN 2020, target lifting minyak ditetapkan 755.000 barel per hari, sedangkan target lifting gas bumi 6.670 MMSCFD. Realisasi ini dikhawatirkan berpengaruh terhadap target lifting minyak 1 juta barel per hari pada 2030.
”Lifting minyak akan kami upayakan bisa memenuhi target, sedangkan lifting gas bumi cenderung sulit dicapai. Penurunan harga gas belum juga berdampak signifikan terhadap serapan gas dalam negeri. Semua disebabkan pandemi Covid-19 yang menyebabkan aktivitas industri lesu,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam telekonferensi pers, Jumat (17/7/2020).
Pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan energi, seperti minyak mentah dan gas bumi, berkurang drastis. Dengan pasokan di pasar dunia melimpah, harga minyak mentah merosot atau yang terendah dalam 10 tahun terakhir. Setelah sempat menyentuh di bawah level 20 dollar AS per barel pada April 2020, saat ini harga minyak ada di kisaran 40 dollar AS per barel, lebih rendah dari harga di awal tahun di level 65 dollar AS per barel.
Dengan pasokan di pasar dunia melimpah, harga minyak mentah merosot atau yang terendah dalam 10 tahun terakhir.
Kemerosotan harga minyak tersebut berdampak pada lesunya kegiatan hulu migas dunia, termasuk di Indonesia. Hingga semester I-2020, realisasi investasi hulu migas Indonesia sebesar 4,74 miliar dollar AS atau masih jauh di bawah target tahun ini yang sebesar 13,8 miliar dollar AS. Tahun lalu, realisasi investasi hulu migas di Indonesia mencapai 12,5 miliar dollar AS.
”Apabila harga minyak sampai akhir tahun ini diperkirakan ada di level 38 dollar AS per barel, proyeksi realisasi investasi hulu migas Indonesia sampai akhir tahun ini sekitar 19,91 miliar dollar AS,” ujar Dwi.
Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agung Pribadi, insentif tengah disiapkan dalam lelang sejumlah wilayah kerja migas tahap pertama tahun ini. Hanya saja, jadwal lelang dimundurkan oleh pemerintah lantaran butuh penyesuaian selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Setidaknya ada 10 wilayah kerja migas yang akan dilelangkan ke publik.
”Proses lelang wilayah kerja migas tahap pertama di 2020 terus dimatangkan agar minat investor tetap tinggi. Kami sedang menyiapkan sejumlah persyaratan yang menarik terkait biaya komitmen pasti, besaran bonus tanda tangan (signature bonus), dan juga skema kontrak. Stimulus lain juga terus dikaji di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung,” ujar Agung.
Untuk memberikan sinyal positif kepada investor hulu migas di Indonesia, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah.
Sebelumnya, pengajar Fakultas Teknik Kebumian dan Energi pada Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, untuk memberikan sinyal positif kepada investor hulu migas di Indonesia, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah. Hal tersebut antara lain fleksibilitas skema bagi hasil kontrak yang berupa pilihan cost recovery (biaya produksi yang dapat dipulihkan) atau gross split (bagi hasil berdasar produksi bruto).
”Perlu juga revisi berupa penurunan atau penghapusan signature bonus untuk lelang wilayah kerja eksplorasi. Selain itu, besaran signature bonus sebaiknya tidak diseragamkan, tetapi dibedakan berdasarkan tipe wilayah kerja eksplorasi atau produksi,” ujar Pri Agung.
Pri Agung juga mendorong agar pemerintah meningkatkan kualitas blok-blok migas yang hendak dilelangkan. Kualitas tersebut meliputi aspek keekonomian yang lebih lengkap dalam sebuah wilayah kerja yang ditawarkan. Upaya-upaya tersebut membutuhkan perubahan aturan di tingkat kementerian.