Kontribusi Tabungan Perumahan Rakyat untuk pembiayaan 500.000 unit rumah selama tahun 2020-2024 dinilai masih terlalu kecil. Intervensi pemerintah terus berlanjut untuk pembiayaan perumahan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan intervensi untuk pembiayaan rumah layak huni mencapai 5 juta unit selama tahun 2020-2024. Dari jumlah itu, penyaluran pembiayaan melalui Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera ditargetkan mencapai 500.000 unit atau sekitar 10 persen.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Eko D Heripoerwanto menyatakan, pemerintah tetap melakukan intervensi untuk mendorong keterjangkauan rumah layak huni. Pada tahun 2024, jumlah rumah tangga yang menghuni rumah layak diharapkan mencapai 70 persen, meningkat dari 56,75 persen tahun 2019.
Target intervensi untuk pembiayaan 5 juta rumah itu meliputi skema subsidi berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, subsidi selisih bunga, dan subsidi uang muka sejumlah 900.000 unit. Selain itu, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) 68.000-100.000 unit dan kontribusi dari PT Sarana Multigriya finansial sejumlah 50.000 unit. Selain itu, kolaborasi pemerintah dan masyarakat 3,45 juta unit serta Tapera 500.000 unit.
Program Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Aturan ini, antara lain, mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pekerja dengan penghasilan minimal sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Iuran dibayar oleh pekerja atau buruh perusahaan sebesar 2,5 persen dari gaji/upah serta pemberi kerja 0,5 persen. Sementara pekerja mandiri menanggung sepenuhnya simpanan sebesar 3 persen. Pada tahap awal, pekerja yang wajib menjadi peserta adalah aparatur sipil negara (ASN).
Program Tapera akan dimulai pada Januari 2021 dengan mewajibkan ASN eks peserta Taperum-pegawai negeri sipil dan ASN baru untuk mulai mengiur. Dana Tapera dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan serta dikelola untuk dikembalikan ke peserta dan dana cadangan pensiun.
Eko mengemukakan, regulasi Tapera masih harus ditindaklanjuti penyusunan sejumlah aturan untuk landasan operasional, meliputi 1 peraturan pemerintah, 1 peraturan presiden, 10 peraturan menteri, dan 13 peraturan BP Tapera. Aturan itu melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga.
”Kalau semua peraturan itu selesai (disusun), Tapera bisa beroperasi. Tetapi kalau dasar operasional belum ada, Tapera tidak bisa dijalankan,” kata Eko dalam webinar Tapera=Affordable Housing? yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat, Kamis (16/7/2020).
Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengemukakan, pembiayaan perumahan lewat Tapera disalurkan melalui bank penyalur untuk kelompok masyarakat dengan penghasilan maksimum Rp 8 juta per bulan dengan plafon kredit hingga Rp 300 juta per orang. Di sisi investasi, pihaknya menggandeng manajemen investasi untuk mengelola dana dan bekerja sama dengan bank kustodian untuk pencatatan dan penyimpanan aset.
Pada tahap awal, BP Tapera akan fokus melayani ASN eks peserta program Taperum-PNS. Dalam kurun 2-7 tahun ke depan, kesertaan akan diperluas dari ASN ke karyawan badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, TNI, Polri, wiraswasta, karyawan swasta dan WNA pemegang VISA kerja minimal enam bulan. Tahun 2024, peserta Tapera ditargetkan 13 juta pekerja.
Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengemukakan, dana yang dihimpun ke dalam Tapera merupakan kekuatan dahsyat untuk pembiayaan perumahan. Namun, target peruntukan Tapera untuk pembiayaan 500.000 unit rumah hingga 2024 dinilai masih tergolong kecil.
”Target Tapera sangat kecil jika dibandingkan modal yang akan diterima. Kalau modal sudah besar, tetapi hasilnya tidak maksimal, maka tidak seimbang dengan modal yang diberikan. Ini membutuhkan kolaborasi,” katanya.
Sekretaris Umum The HUD Institute Muhammad Joni mengemukakan, asas gotong royong untuk pembiayaan perumahan tidak boleh hanya berlaku pada perusahaan dan pemberi kerja, tetapi juga perbankan, SMF, dan semua lembaga yang terkait. Dengan kolaborasi, biaya dana diharapkan dapat ditekan sehingga suku bunga KPR dari Tapera bisa ditekan di bawah suku bunga KPR bersubsidi. Dengan demikian, pembiayaan perumahan dapat menjangkau masyarakat lebih luas.
Sementara itu, Ketua DPP Realestat Indonesia Totok Lusida mengemukakan, instrumen pembiayaan perumahan yang tumpang tindih membuat program bantuan pembiayaan perumahan menjadi tidak efektif. Selain itu, terjadi pengeluaran ganda yang bisa membebani pekerja dan perusahaan. Untuk itu, pihaknya meminta agar seluruh instrumen pembiayaan perumahan dilebur ke Tapera, di antaranya skema pembiayaan dari Asabri, Taspen, dan BPJS Tenaga Kerja.
Ia juga menyoroti pengelolaan manajemen aset yang kerap merugikan nasabah. ”(Manajemen aset) tanpa koridor yang jelas membuat masyarakat selalu buntung. Pengelolaannya harus benar dan transparan,” katanya.