Perjanjian sewa antara pemilik pusat perbelanjaan dan penyewa perlu mencari titik seimbang baru. Jika tidak, keadaan ini akan semakin memberatkan para penyewa yang terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kontrak sewa bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah di era normal baru perlu kembali mencari titik seimbang. Pasalnya, perjanjian yang dibuat sebelumnya tidak memperhitungkan dampak Covid-19 yang memukul aktivitas ekonomi.
Konsep sewa-menyewa merupakan suatu persetujuan yang bersifat mengikat kedua pihak sesuai harga dan waktu yang telah disepakati. Namun, perlu ada negosiasi ulang akibat pandemi Covid-19 sehingga tidak memberatkan baik pemilik ataupun penyewa.
Mitra Advokat Justika.com, Robertus Ori Setianto, menyampaikan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang mengharuskan penutupan pusat perbelanjaan tentu berimbas pada pendapatan para penyewa. Covid-19 yang menjadi faktor eksternal ini membuat kontrak sewa menjadi tidak seimbang.
Untuk mendapatkan keseimbangan baru, kata Ori, yang dapat dilakukan adalah mengamendemen perjanjian sewa, misalnya merestrukturisasi atau menunda pembayaran sewa sebagai bentuk keseimbangan baru yang hendak dicapai.
”Sebenarnya antara pemilik dan penyewa, kan, keduanya saling membutuhkan. Jadi penting sekali ada negosiasi ulang dari kedua pihak terkait untuk mencari solusi terbaik agar aktivitas ekonomi bisa tetap berjalan,” kata Ori, Jumat (17/7/2020).
Paparan ini dibahas dalam webinar Tips Kemudahan Kontrak Sewa bagi UMKM di Era Pemulihan. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah dan Direktur Utama Smesco Leonard Theosabrata.
Dalam masa kenormalan baru, Ori mengatakan, omzet tidak akan kembali normal dalam waktu dekat seperti sebelum pandemi. Sebab, ada pembatasan-pembatasan yang diberlakukan, salah satunya kapasitas mal yang hanya boleh dikunjungi 50 persen dari normal.
”Mal memang bisa menagih, tapi apakah bisa mereka meminta bayaran penuh dengan adanya protokol kesehatan yang membatasi jumlah pengunjung? Pemilik mal dan penyewa harus duduk bersama karena perhitungannya beda lagi,” kata Ori.
Budihardjo Iduansjah pun mendukung usulan negosiasi ulang antara pemilik pusat perbelanjaan dan penyewa. Menurut dia, kontrak sewa memang menjadi keresahan bagi para pelaku usaha karena para penyewa kini berat memenuhi bayaran sewa.
”Kami sudah utarakan kepada pihak pemerintah terkait keresahan ini agar nantinya ada keringanan bagi para penyewa. Kami selaku asosiasi juga berupaya terus memberikan masukan agar ada pembiacaraan business to business agar ada penundaan pembayaran,” kata Budihardjo.
Salah satu yang dapat dipertimbangkan untuk meringankan biaya penyewa adalah biaya renovasi yang dibayarkan setiap 3-5 tahun sekali. Lebih baik uang dialokasikan ke fasilitas untuk mendukung penerapan protokol kesehatan.
Kepatuhan pusat perbelanjaan dalam menerapkan protokol kesehatan dinilai mampu menarik pengunjung untuk datang. Sebab, yang terpenting saat ini adalah bagaimana pusat perbelanjaan menghadirkan keamanan bagi pengunjung.
”Apabila terjadi penularan (Covid-19) baru di pusat belanja, itu pasti langsung sepi. Tanpa rasa keamanan datang ke pusat belanja, pengunjung enggak akan ada yang datang. Maka, penting sekali protokol kesehatan ini untuk meningkatkan trafik pengunjung,” kata Budihardjo.
Kombinasi
Leonard Theosabrata menilai, sektor UMKM tetap harus dibangun melalui toko fisik dan platform digital. Kombinasi ini akan menciptakan ekosistem bisnis membuat proses bisnis berjalan lebih maksimal.
Saat ini, kata Leonard, Smesco sedang berupaya mereaktivasi gedung SME Tower di Jakarta Selatan untuk menyediakan ruang bagi UMKM menjalankan usaha. Harapannya, UMKM dapat berkantor agar ada kesempatan interaksi dengan inisiator, perbankan, dan bantuan hukum.
”Layanan-layanan ini diharapkan nantinya bisa hadir di pusat koperasi dan UKM sehingga membentuk ekosistem bisnis. Para pelaku usaha dapat memanfaatkan kemudahan dan fasilitas yang dihadirkan sehingga membantu bisnis yang ditekuni,” kata Leonard.
Untuk itu, para pelaku usaha diharapkan memiliki kesadaran hukum sehingga ketika ketentuan dan persyaratan terpenuhi, berbagai fasilitas kemudahan yang diberikan pemerintah dapat dimanfaatkan. Perlakuan khusus juga diharapkan datang dari perbankan agar memberi kemudahan.
”Misalnya cicilan pokok di awal agar bisa ditunda supaya UMKM bisa masuk dengan biaya ringan. Pemikiran ini untuk memicu agar UMKM bisa memulai kembali usahanya di masa pandemi,” ujar Leonard.