Jaga Neraca Perdagangan, RI Manfaatkan Skema Imbal Dagang
Indonesia memanfaatkan skema imbal dagang dengan negara lain untuk menjaga keseimbangan neraca perdagangan. Pendekatan dilakukan kepada India, Rusia, dan Korea Selatan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pesawat tempur Sukhoi Su-27 TNI AU ambil bagian dalam latihan puncak Angkasa Yudha 2013 di Pangkalan Udara Ranai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (30/10/2013). Latihan tersebut melibatkan unsur TNI AU baik unsur pesawat tempur, helikopter, maupun pasukan.
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menjaga kinerja dan keseimbangan neraca perdagangan, Indonesia juga dapat memanfaatkan skema imbal dagang pengadaan pemerintah melalui impor. Jika dioptimalkan, realisasi pemanfaatan imbal dagang tersebut dapat berimbas pada peningkatan ekspor di tengah pandemi Covid-19.
Imbal dagang atau barter merupakan salah satu mekanisme perdagangan di antara dua negara. Dalam skema itu, sebuah negara yang membeli produk dari negara lain bisa meminta negara lain tersebut membeli produk negaranya.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Kasan Muhri, Kamis (16/7/2020), mengatakan, pemanfaatan mekanisme imbal dagang berperan strategis dalam pengembangan ekspor nasional. Jika direalisasikan saat ini, kinerja ekspor Indonesia di tengah pandemi Covid-19 akan terjaga.
”Yang penting proses pengiriman dan lalu lintas barangnya tidak terhambat. Prinsipnya (mekanisme imbal dagang) seperti barter barang impor dengan ekspor,” katanya saat dihubungi, Kamis.
Pemanfaatan mekanisme imbal dagang berperan strategis dalam pengembangan ekspor nasional. Jika direalisasikan saat ini, kinerja ekspor Indonesia di tengah pandemi Covid-19 akan terjaga.
Mekanisme itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2016 tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor. Regulasi itu mewajibkan pemasok luar negeri membeli dan memasarkan produk Indonesia sebagai bentuk pembayaran atas seluruh atau sebagian nilai barang yang diadakan.
Salah satu pengadaan barang pemerintah berskema imbal dagang adalah pembelian alat utama sistem pertahanan (alutsista). Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan Pasal 43 Ayat (5) Huruf (e). Indonesia telah menjajaki imbal dagang dengan Rusia dan terbaru dengan India.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Salah satu pesawat tempur jenis Sukhoi mendarat di shelter Pangkalan TNI AU El Tari Kupang, NTT, Rabu (12/2/2020), dalam rangka latihan dan kegiatan operasional selama satu pekan, 13-20 Februari 2020, di perbatasan perairan RI-Australia dan perbatasan darat RI-Timor Leste.
Dalam laman Kementerian Pertahanan disebutkan, Kementerian Perdagangan menyepakati pembelian pesawat Sukhoi seri SU-35 dari Rusia senilai 1,14 miliar dollar AS pada 2017. Jumlah pesawat yang tertera dalam kesepakatan itu mencapai 11 unit.
Dari skema imbal dagang tersebut, Rusia memiliki opsi untuk mengimpor karet olahan dan turunannya, minyak kelapa sawit mentah dan turunannya, mesin, kopi dan turunannya, kakao dan turunannya, tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan, furnitur, kopra, plastik dan turunannya, resin, kertas, rempah-rempah, serta produk industri pertahanan dari Indonesia. Nilai impor Rusia tersebut setara dengan 570 juta dollar AS.
Melalui diskusi media secara daring, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan, kesepakatan tersebut masih berjalan hingga saat ini. Dia juga mengatakan, politik antara AS dan Rusia tidak memengaruhi kontrak dengan Indonesia.
Indonesia juga tengah bekerja sama dengan Korea Selatan mengembangkan pesawat tempur yang bernama Korean Fighter (KF)-X/Indonesian Fighter (IF)-X. Harapannya, pada 2021, kerja sama tersebut menghasilkan prototipe.
Kerja sama pengembangan pesawat tempur ini ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan pada 9 Maret 2009. Total pembiayaan proyek sampai 2026 direncanakan sekitar 8 miliar dollar AS dan dibagi antara Korea Selatan (80 persen) dan Indonesia (20 persen).
Sementara Reuters memberitakan, India menawarkan sistem advanced cruise missile atau peluru kendali/rudal jelajah ke sejumlah negara pada 2016. Produk yang ditawarkan itu berupa misil supersonik BrahMos. Indonesia termasuk salah satu negara yang tertarik membeli barang tersebut.
KOMPAS/NINA SUSILO
Model pesawat tempur KF-X ini ditampilkan di bagian depan perusahaan penerbangan Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Korea Selatan, pada 13 April 2016. Riset untuk pembuatan prototipe pesawat tempur generasi 4,5 ini masih berlangsung sampai 2021. Adapun proyek dijadwalkan rampung pada 2026 dengan produksi 250 pesawat tempur untuk Korea Selatan dan Indonesia.
Di tengah pandemi Covid-19, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menilai, Kementerian Perdagangan dapat memperluas bentuk pengadaan barang dari mekanisme imbal dagang, misalnya perluasan pengadaan ke ranah infrastruktur fisik atau teknologi informasi dan komunikasi.
Secara prinsip, mekanisme imbal dagang dapat direalisasikan secara taktis dan dalam jangka pendek. ”Mekanisme ini lebih fleksibel (dibandingkan dengan membentuk perjanjian perdagangan) dalam meningkatkan kinerja perdagangan bersama mitra dagang karena mengandalkan produk unggulan masing-masing yang sudah tersedia,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kinerja perdagangan pada enam bulan pertama 2020 surplus sebesar 5,5 miliar dollar AS. Nilai ekspor Indonesia sebesar 76,41 miliar dollar AS atau turun 5,49 persen dibandingkan Januari-Juni 2019. Adapun impornya senilai 70,91 miliar dollar AS, merosot 14,28 persen dari periode sama tahun lalu.
Nilai impor pada Juni 2020 melesat 27,56 persen menjadi 10,76 miliar dollar AS dibandingkan Mei 2020. Nilai ekspor pada periode yang sama juga meningkat 15,06 persen dibandingkan Mei 2020 menjadi 12,03 miliar dollar AS.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani menilai, mekanisme imbal dagang sangat potensial untuk menghemat devisa di masa pandemi Covid-19 karena menerapkan prinsip barter. Akan tetapi, karena ranahnya antarpemerintah (G2G), mekanismenya tidak terbuka kepada publik.
Padahal, pelaku usaha dan industri swasta ingin berpartisipasi. ”Kami berharap, pelaksanaan mekanisme ini tak hanya ke badan usaha milik negara, tetapi juga ke swasta dengan keterbukaan dan transparansi administrasi sehingga terhindar dari konflik kepentingan,” katanya.