Metode Pengurasan Tingkat Lanjut Diperlukan di Blok Rokan
Pertamina mengambil alih secara penuh pengelolaan Blok Rokan di Riau per Agustus 2021 dari Chevron. Tantangannya adalah bagaimana menaikkan kembali produksi minyak di blok tersebut yang saat ini menurun drastis.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Metode pengurasan minyak tingkat lanjut atau enhanced oil recovery di Blok Rokan, Riau, diperlukan untuk meningkatkan produksi minyak mentah di blok tersebut. Mulai Agustus 2021, Blok Rokan dialihkelolakan dari PT Chevron Pasivic Indonesia kepada PT Pertamina (Persero). Namun, menjelang alih kelola tersebut, produksi minyak Blok Rokan menunjukkan tren menurun.
Demikian yang mengemuka dalam webinar bertajuk ”Optimalisasi Potensi Migas Blok Rokan bagi Masyarakat Riau”, Rabu (15/7/2020). Sebagai narasumber adalah Penasihat Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Satya Widya Yudha, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Budiman Parhusip, Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution, Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau Chaidir, dan Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah.
Blok Rokan dikelola Chevron sejak 1971 dan kontraknya berakhir pada 8 Agustus 2021. Sampai dengan 2019, secara akumulasi, minyak mentah yang diproduksi dari blok tersebut sudah mencapai 12 miliar barel. Produksi Blok Rokan pernah mencapai puncaknya sebesar 1,2 juta barel per hari pada 1980-an dan angkanya terus menyusut. Berdasar data SKK Migas, per Juli 2020 produksi minyak Blok Rokan merosot menjadi 170.000 barel per hari.
”Penurunan produksi pada sebuah lapangan migas adalah hal wajar dan natural. Tanpa usaha keras, laju penurunan akan semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu penerapan teknologi tingkat lanjut agar produksi bisa dipertahankan apabila perlu bisa ditingkatkan,” ujar Satya.
Penurunan produksi pada sebuah lapangan migas adalah hal wajar dan natural. Tanpa usaha keras, laju penurunan akan semakin tinggi.
Teknologi tingkat lanjut tersebut, lanjut Satya, bisa berupa penerapan enhanced oil recovery (EOR) dengan penyuntikan bahan kimia. Cara ini mempermudah untuk mendorong cadangan minyak keluar. Namun, penerapan EOR membutuhkan kajian lebih lanjut dan biaya yang tinggi.
Hal senada dikatakan Budiman untuk mencegah penurunan produksi minyak Blok Rokan membesar. Selain meneruskan metode injeksi uap (steam flood) yang sudah dilakukan Chevron, penerapan EOR dengan menyuntikkan bahan kimia juga memungkinkan agar produksi bisa dinaikkan. Hal lain yang tak kalah penting adalah menambah jumlah sumur pengeboran.
”Saat ini sedang didiskusikan dengan pihak Chevron agar mereka tetap mengebor sumur pengembangan pada akhir tahun ini dan pada awal 2021 agar produksi bisa ditingkatkan. Perlu dukungan dan pengawasan pemerintah dan SKK Migas agar alih kelola ini berjalan mulus dan produksi tidak menurun drastis,” ujar Budiman.
Chevron memulai proyek percontohan injeksi uap di Lapangan Duri sejak 1975. Dalam 10 tahun, cara tersebut mampu menaikkan produksi sampai puncaknya pada 1994 sebanyak 300.000 barel per hari. Sampai saat ini, produksi minyak mentah dari Lapangan Duri tercatat 2,6 miliar barel.
Manfaat daerah
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Riau berkomitmen mendukung alih kelola Blok Rokan dari Chevron kepada Pertamina. Sesuai kebijakan pemerintah pusat, Provinsi Riau mendapatkan saham partisipasi 10 persen setelah alih kelola berlangsung.
Provinsi Riau serta pemerintah kabupaten dan kota di Riau akan bersama-sama membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) sebagai perwujudkan hak kelola sebesar 10 persen tersebut.
Kami sangat bergantung pada dana bagi hasil migas untuk pembiayaan tersebut. Sekitar 65 persen sampai 80 persen APBD daerah bergantung dari dana bagi hasil tersebut.
”Riau butuh dana besar untuk pembiayaan program peningkatan kesejahteraan daerah dan mutu sumber daya manusia. Kami sangat bergantung pada dana bagi hasil migas untuk pembiayaan tersebut. Sekitar 65 persen sampai 80 persen APBD daerah bergantung dari dana bagi hasil tersebut,” kata Edy.
Untuk pengembangan sumber daya manusia di Riau, Chaidir mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Pertamina memprioritaskan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja di Blok Rokan saat dikelola Pertamina nanti. Selain itu, harus ada transfer pengetahuan dan teknologi kepada putra-putri Riau dalam hal pengelolaan sumber daya migas. Proyek Blok Rokan nanti diharapkan memberikan prioritas bagi usaha kecil dan menengah di Riau dalam berpartisipasi, khususnya untuk proyek yang nilainya kurang dari Rp 500 juta.
”Kami mengusulkan agar putra Melayu Riau ditempatkan sebagai salah satu komisaris dalam perusahaan yang nanti mengelola Blok Rokan. Sebab, ini adalah janji pemerintah pusat beberapa waktu lalu,” ujar Chaidir.
Secara umum, kondisi hulu migas di Indonesia kurang begitu menggembirakan. Target produksi siap jual (lifting) minyak yang semula 755.000 barel per hari di 2020 diturunkan menjadi 705.000 barel per hari. Salah satu penyebabnya adalah anjloknya harga minyak mentah ke level 40 dollar AS per barel. Di awal tahun ini, harga minyak mentah ada di level 65 dollar AS per barel.