Industri Perkapalan Batam Lumpuh Sementara Diterjang Pandemi
Empat bulan terakhir jumlah penumpang menurun drastis. Dari normalnya lebih kurang 13.200 orang per hari, kini hanya sekitar 300 orang per bulan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pembatasan mobilitas di Singapura dan Malaysia membuat industri perkapalan di Batam, Kepulauan Riau, mati suri selama empat bulan terakhir. Pemerintah diminta serius mengatasi penyebaran Covid-19 agar aktivitas pelayaran yang menjadi tulang punggung perekonomian di kota itu dapat segera pulih.
Ketua Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (INSA) Batam Osman Hasyim, Selasa (14/7/2020), mengatakan, pandemi Covid-19 membuat aktivitas pelayaran penumpang antarnegara hampir lumpuh sepenuhnya. Sejumlah perusahaan yang terus merugi sejak empat bulan belakangan terancam gulung tikar dalam waktu dekat.
Di Batam ada lima pelabuhan internasional, yaitu Batam Centre, Harbour Bay, Sekupang, Marina Teluk Senimba, dan Nongsa Pura. Data Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan Khusus Batam menunjukkan, normalnya ada 160 perjalanan per hari dari dan ke Singapura serta Malaysia melalui lima pelabuhan itu.
”Sekarang hanya ada dua trip ke Singapura dan tiga trip ke Malaysia per minggu. Mereka tetap beroperasi karena menaati imbauan pemerintah agar angkutan transportasi tidak berhenti,” kata Osman.
Data INSA menunjukkan, empat bulan terakhir jumlah penumpang menurun drastis. Dari normalnya lebih kurang 13.200 orang per hari, kini menjadi hanya sekitar 300 orang per bulan. ”Bisa dikatakan sebenarnya (industri pelayaran) sedang mati suri karena aktivitasnya hampir nol persen,” ujar Osman.
Walaupun merugi, segelintir kapal dari Batam itu tetap beroperasi untuk menjemput para pekerja migran dari Singapura dan Malaysia. Sejak pertengahan Maret lalu, tercatat ada lebih dari 50.000 pekerja migran Indonesia dari Malaysia dan Singapura yang pulang ke daerah asal melalui Kepri.
Penurunan aktivitas juga terjadi di industri pelayaran niaga. Kunjungan kapal niaga di Batam turun dari biasanya sekitar 150 pelayaran per hari menjadi kurang dari 30 pelayaran per hari. Hal ini menyebabkan hilangnya pendapatan potensial jasa pelayaran sebesar Rp 20 miliar per hari.
Industri galangan kapal di Batam yang jumlahnya 100 perusahaan juga lesu akibat pandemi. ”Lebih dari 70 persen pangsa pasar mereka itu dari luar negeri. Jika arus keluar masuk antarnegara terhenti, sudah pasti industri ini akan lumpuh,” ucap Osman.
Belum jelas sampai kapan situasi sulit ini akan melanda industri pelayaran di Batam. Aktivitas perekonomian belum dapat kembali normal karena pasien Covid-19 masih terus bertambah dan sejumlah kluster baru juga masih bermunculan.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Batam menunjukkan, hingga 14 Juli, jumlah pasien positif di kota ini ada 261 orang. Sebanyak 224 orang sudah dinyatakan sembuh; 26 orang masih dirawat; dan sisanya, 11 orang, meninggal.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Batam Muhammad Rudi mengatakan, pada 14 Juli ini ada lima kasus baru. Tiga pasien baru diketahui terhubung dengan kluster penularan Pasar Toss 3.000 dan dua pasien lainnya merupakan pelaut yang berasal dari luar daerah.
Menurut Rudi, hasil penyelidikan epidemiologi terhadap seluruh kluster penularan di Batam menunjukkan, penularan Covid-19 melalui transmisi lokal kemungkinan masih akan terus terjadi. Untuk itu, warga Batam diimbau lebih patuh terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan dan disosialisasikan oleh pemerintah.