Mental Kompetitif Jadi Nasionalisme Baru
Nasionalisme dalam konteks globalisasi harus ditampilkan bukan lagi dengan semangat primordial sempit, melainkan dengan kemampuan berkompetisi yang mumpuni. Membangun kualitas manusia yang unggul menjadi kuncinya.
JAKARTA, KOMPAS — Nasionalisme di zaman modern adalah determinasi suatu bangsa untuk menjaga dan terus meningkatkan daya saingnya di tengah globalisasi. Untuk itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan kualitas manusia yang unggul sebagai kunci kompetisi.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam kuliah umum secara virtual kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas) angkatan 60 dan 61, Kamis (9/7/2020), mengungkapkan hal tersebut. Tersambung pula dalam kesempatan itu Gubernur Lemhanas Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo.
Nasionalisme dalam konteks globalisasi harus ditampilkan bukan lagi dengan semangat primordial sempit, melainkan dengan kemampuan berkompetisi yang mumpuni. (Ma’ruf Amin )
Dalam paparannya, Ma’ruf menyatakan, nasionalisme dalam konteks globalisasi harus ditampilkan bukan lagi dengan semangat primordial sempit, melainkan tapi dengan kemampuan berkompetisi yang mumpuni. Kemampuan berkompetisi inilah yang akan menentukan penampilan suatu bangsa di ajang global.
”Jadi, sekali lagi saya ingin menyampaikan bahwa nasionalisme di era globalisasi akan secara alami terkikis dan menipis jika suatu bangsa tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi,” kata Ma’ruf.
Modal utamanya, Ma’ruf melanjutkan, adalah manusia unggul, bukan kekayaan alam atau kekuatan senjata. Manusia unggul yang dimaksud bercirikan lima kriteria.
Kriteria pertama adalah sehat. Untuk itu, negara harus menyiapkan pelayanan kesehatan yang prima, terutama untuk mengatasi kondisi pandemi Covid-19 yang melanda saat ini dan persoalan struktural seperti stunting.
Kedua adalah cerdas sehingga kualitas pendidikan, baik formal maupun vokasi menjadi kunci. Ketiga adalah produktif. Artinya, manusia mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan memberi kontribusi nyata bagi masyarakat. Keempat, berdaya saing. Artinya, memiliki semangat bersaing dan daya juang tinggi. Kelima, berwawasan kebangsaan dan berakhlak.
Pemerintah mencanangkan visi Indonesia Maju. Di bidang ekonomi, ukuran negara maju ditunjukkan dengan taraf menjadi negara berpendapatan tinggi.
Saat ini, Ma’ruf mengatakan, pemerintah mencanangkan visi Indonesia Maju. Di bidang ekonomi, ukuran negara maju ditunjukkan dengan taraf menjadi negara berpendapatan tinggi.
Baca juga: Menambah Daya Saing Usaha
Indonesia saat ini termasuk negara berpendapatan menengah. Dalam taraf ini, terdapat dua pengelompokan, yakni berpendapatan menengah-bawah dan menengah-atas. Sebagaimana rilis dari Bank Dunia, Indonesia baru saja naik kelas dari negara berpendapatan menengah-bawah ke menengah-atas.
Selain dimaknai sebagai capaian yang patut disyukuri, menurut Ma’ruf, hal tersebut juga berarti meningkatnya tuntutan kepada bangsa Indonesia untuk lebih mampu mengambil kebijakan da langkah yang lebih maju.
Banyak negara yang terjebak di taraf negara berpendapatan menengah. Artinya, negara terjebak di kelas ini selama puluhan tahun dengan persoalan dasar yang tak kunjung mampu diatasi.
Ia juga mengingatkan bahwa banyak negara yang terjebak di taraf negara berpendapatan menengah. Artinya, negara terjebak di kelas ini selama puluhan tahun dengan persoalan dasar yang tak kunjung mampu diatasi. Persoalan dasar itu adalah kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan pengangguran yang berujung pada rendahnya produktivitas dan tidak berdaya saing.
Sejalan dengan semangat berdaya saing dalam globalisasi tersebut, Ma’ruf menambahkan, pemerintah sedang merevitalisasi badan usaha milik negara (BUMN) secara keseluruhan untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas nasional. Dengan ini, BUMN diharapkan lebih mampu memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional, termasuk dalam turut serta membesarkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagaimana tujuan pembentukan BUMN.
Saat ini, Ma’ruf menjelaskan, terdapat 142 BUMN yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari migas, pangan, farmasi, infrastruktur, telekomunikasi, hingga perfilman dan penerbitan buku. Berdasarkan penilaian Kementerian BUMN, jumlah dan cakupan bidang BUMN di Indonesia terlalu besar dan luas.
Baca juga: Pemerintah Diminta Dukung Peningkatan Daya Saing Manufaktur
Dengan demikian, Kementerian BUMN akan mengurangi dan merampingkan struktur dan organisasinya sesuai kebutuhan pembangunan agar lebih efisien, kompetitif, dan memberikan hasil yang lebih baik. Salah satu kriteria yang dijadikan pegangan adalah kemampuan value creation dan kemampuan melaksanakan public service obligation atau layanan publik yang baik.
”Saat ini masih terus dilakukan kajian atas portfolio dari semua BUMN untuk memilah dan memastikan terpenuhinya dua kriteria dasar tersebut. Adapun hasil akhirnya akan berupa penggabungan atau merger bagi yang dinilai mampu untuk meningkatkan nilai tambah serta layanan publiknya, dan likuidasi atau penghapusan bagi yang tidak memenuhi kriteria tersebut. Kementerian BUMN memperkirakan nantinya jumlah BUMN akan menjadi sekitar 100 buah,” kata Ma’ruf.
Kementerian BUMN akan mengurangi dan merampingkan struktur dan organisasinya sesuai kebutuhan pembangunan agar lebih efisien, kompetitif, dan memberikan hasil yang lebih baik.
PPRA angkatan 60 dan 61
Agus Widjojo, dalam laporannya menyebutkan, PPRA Lemhannas angkatan 60 dan 61 digelar secara virtual dan tatap muka. Tidak semua kurikulum bisa dilaksanakan karena adanya Covid-19.
”Akibat pandemi, tidak sepenuhnya kurikulum pendidikan PPRA dilaksanakan sehingga ada beberapa kegiatan utama tidak dilaksanakan. Sesuai rencana kurikulum, maka proses belajar-mengajar untuk PPRA selama tujuh bulan. Namun, karena pandemi, dilaksanakan selama enam bulan,” kata Agus.
Untuk angkatan 60, pendidikan virtual digelar 23 Maret-30 Juni 2020. Selanjutnya pendidikan tatap muda digelar 1-24 Juli 2020. Untuk angkatan 61, pendidikan virtual digelar 2 April-24 Juli 2020. Selanjutnya, 3 Agustus-7 Oktober 2020, direncanakan pendidikan tatap muka.
Peserta PPRA angkatan 60 berjumlah 100 pejabat terpilih setingkat eselon II dan III. Mayoritas berasal dari TNI dan Polri, yakni sebanyak 60 orang. Sementara 31 orang lainnya berasal dari kementerian lembaga negara, pemerintah provinsi, partai politik, Kadin Indonesia, dan organisasi masyarakat. Sementara sisanya 9 peserta berasal dari Bangladesh, Australia, India, Malaysia, Sri Lanka, Fiji, Kamboja, Nigeria, dan Pakistan.
Adapun peserta PPRA angkatan 61 sebanyak 100 orang yang terdiri dari unsur TNI dan Polri berjumlah 58 orang, sebanyak 32 orang berasal dari kementerian, lembaga negara, lembaga nonstruktural, BUMN, pemerintah provinsi, tokoh masyarakat, partai politik, dan organisasi masyarakat. Sisanya sebanyak 10 orang berasal Singapura, Myanmar, Laos, Sri Lanka, Arab Saudi, Kamboja, Nigeria, Pakistan, dan Malaysia.
”Studi strategis luar negeri dan dalam negeri untuk angkatan 60 tidak dilaksanakan karena (pandemi) Covid-19. Sementara studi dalam negeri angkatan 61 direncanakan kunjungan ke empat daerah, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur, akan dilaksanakan 24-26 Agustus 2020,” kata Agus.