Integrasi sistem penyaluran KUR pada ekosistem e-dagang dapat meredam jumlah UMKM yang berguguran akibat pandemi Covid-19.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Agar dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah membutuhkan akses pembiayaan dan mesti memiliki proses bisnis dalam jaringan. Oleh sebab itu, kebutuhan terhadap integrasi sistem kredit usaha rakyat pada ekosistem penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-dagang diperlukan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki menyatakan, 50 persen dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperkirakan akan gulung tikar selepas September 2020. Bahkan, saat ini, sejumlah pelaku UMKM tidak dapat membayar cicilan ke lembaga-lembaga pembiayaan
”Hal ini mengkhawatirkan. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 124 triliun untuk UMKM. Salah satu bentuk alokasinya berupa subsidi bunga dan modal kerja baru,” kata Teten dalam diskusi daring yang diadakan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) di Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Terkait pembiayaan itu, pemerintah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) bagi UMKM melalui sejumlah perbankan. Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang UMKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Iqbal Farabi menilai, integrasi sistem penyaluran KUR pada ekosistem e-dagang dapat meredam jumlah UMKM yang berguguran akibat pandemi Covid-19.
”Pelaku UMKM dapat mengakses layanan KUR perbankan ketika berjualan di platform e-dagang. Di sisi lain, perbankan dapat memantau aktivitas dan transaksi pelaku UMKM tersebut di platform e-dagang sebagai bahan penilaian kelayakan,” katanya.
Integrasi sistem penyaluran KUR pada ekosistem e-dagang dapat meredam jumlah UMKM yang berguguran akibat pandemi Covid-19.
Salah satu perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang memberikan fasilitas peminjaman modal pada UMKM adalah OVO. Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra menyatakan, OVO telah membentuk ekosistem bagi pertumbuhan dan perkembangan melalui kolaborasi, salah satunya dengan penyelenggara jasa transportasi digital.
Dalam memberikan peminjaman tersebut, OVO memiliki sistem penilaian kredit. Aktivitas transaksi UMKM menjadi aspek penilaian. ”Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional, sistem credit scoring ini kami desain agar sesuai dengan kondisi UMKM,” katanya.
Karaniya berpendapat, Indonesia sebenarnya membutuhkan sistem penyaluran dana dari pemerintah ke penerima. Pihak penerima dapat mengajukan lewat suatu platform yang mampu menilai tingkat eligibilitas calon penerima tersebut. Apabila tergolong layak, dana dari pemerintah pun dapat diperoleh penerima melalui platform yang sama.
Sementara itu, Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono menyatakan, di tengah pandemi Covid-19, pemanfaatan kanal bisnis daring penting bagi pelaku UMKM. Dengan pemanfaatan kanal daring, pelaku UMKM dapat memperluas ekspansi pasarnya.
Berdasarkan survei yang diadakan Mandiri Institute pada Mei lalu, sebanyak 42 persen responden pelaku UMKM yang tidak memiliki kanal daring menghentikan operasionalisasinya. Sebaliknya, pelaku UMKM yang memiliki kanal bisnis daring masih berproduksi dan berjualan, bahkan sebanyak 6,9 persen di antaranya pendapatannya meningkat.
”UMKM yang berbisnis secara daring berperan meredam dampak pandemi Covid-19 terhadap produk domestik bruto nasional sebesar 1,5 persen selama tiga bulan. Semakin tinggi jumlah UMKM yang memanfaatkan kanal daring, tingkat peredamannya pun naik,” ujarnya.
Direktur Utama LPPI Mirza Adityaswara menyatakan, pelaku UMKM mesti memanfaatkan momentum peralihan transaksi dan belanja konsumen ke kanal daring lantaran pandemi Covid-19. Tak hanya memanfaatkan ekosistem ekonomi digital dalam negeri, UMKM disarankan pula untuk mengambil peluang di tingkat dunia.