Sosialisasi Normal Baru Pariwisata Perlu Digencarkan
Masyarakat berharap sosialisasi protokol kesehatan untuk kenormalan baru di sektor pariwisata lebih gencar. Penggunaan media sosial dibutuhkan agar menyasar generasi muda yang banyak menjadi pelaku wisata.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat berharap sosialisasi protokol kesehatan untuk normal baru di sektor pariwisata lebih gencar. Penggunaan media sosial dibutuhkan agar menyasar generasi muda yang banyak menjadi pelaku wisata.
Masyarakat dan penggemar wisata, seperti Merlin (28), saat dihubungi Kompas, Rabu (8/7/2020), merasa pelonggaran pembatasan sosial untuk kegiatan wisata tidak diikuti sosialisasi protokol kesehatan yang cukup.
”Saya, dan mungkin kebanyakan masyarakat, akhirnya hanya paham kalau kita boleh kembali pergi ke tempat wisata. Tapi, kita enggak tahu contoh penerapan protokol kesehatan yang benar seperti apa,” ujar warga Jakarta tersebut.
Kebijakan penerapan protokol kesehatan di tempat wisata, menurut Merlin, hanya disampaikan sebagian pengelola wisata yang punya kemampuan komunikasi dan penggunaan media yang baik. Hal itu pun hanya bisa diketahui jika masyarakat aktif mencari informasi.
Pendapat sama juga diutarakan Febriandi (25) yang gemar mendaki gunung. Ia mengaku masih enggan pergi mendaki karena informasi protokol kesehatan kurang masif diinfokan pengelola taman nasional atau taman wisata alam.
”Saya tahunya pemerintah sudah membolehkan kita pergi ke taman nasional. Tapi, bagaimana penerapan protokol dan pelaksanaannya saya masih meragukan. Di media sosial saja, saya lihat, banyak gunung diramaikan pendaki yang tidak peduli protokol kesehatan,” ujarnya.
Baru-baru ini, Markplus Inc melaporkan hasil survei yang menunjukkan, 46,3 persen responden berminat mengunjungi wisata jika mengetahui adanya penerapan protokol kesehatan. Protokol yang dimaksud sesuai program kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) yang ditetapkan pemerintah pusat.
Survei kepada 80 responden, yang 74 persen tinggal di luar Jabodetabek, itu juga melaporkan, 90 persen responden tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai CHSE di sebuah destinasi. Informasi itu sejauh ini didapatkan 43,8 persen responden dari televisi.
Sementara itu, kelompok responden usia di bawah 24 tahun mendapat informasi lebih banyak melalui Instagram. Sejauh ini, 50 persen responden dari golongan usia tersebut menilai kampanye CHSE kurang menarik.
”Kelompok usia di bawah 24 tahun ini yang perlu diperhatikan dan diedukasi terkait pemahaman CHSE sehingga model kampanye harus disesuaikan dengan generasi tersebut,” pesan Executive Director MarkPlus Toursim Mochamad Nalendra Pradono dalam MarkPlus Government Roundtable, Senin (6/7/2020).
Panduan
Hari ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mulai menyosialisasikan panduan protokol kesehatan untuk sektor industri pariwisata.
Deputi Kebijakan Strategis Kemenparekraf Kurleni Ukar mengatakan, panduan itu sudah bisa disimak pelaku usaha dan publik secara umum melalui situs Kemenparekraf. Adapun panduan yang dibuat mengatur protokol kesehatan untuk 12 kelompok usaha.
Kedua belas kelompok itu yakni usaha hotel dan penyedia akomodasi lainnya, penyedia makan minum, moda transportasi, lokasi daya tarik pariwisata, sarana dan kegiatan olahraga, jasa perawatan kecantikan, jasa ekonomi kreatif, serta jasa event dan pertemuan.
Panduan juga mencakup fasilitas lain, yaitu pasar, pusat perbelanjaan, tempat transit moda transportasi, dan tempat kegiatan keagamaan. Pengelompokan itu menyederhanakan 13 bidang usaha dan 62 jenis usaha yang terkait pariwisata dan ekonomi kreatif.
Panduan itu tidak hanya mengatur protokol standar, seperti mengecek suhu, menggunakan masker, mencuci tangan, dan jaga jarak. Aturan khusus juga dibuat mendetail, antara lain membolehkan layanan makan secara prasmanan di restoran dengan bantuan petugas, dan penyediaan pos kesehatan di lokasi daya tarik wisata.
”Para pelaku wisata perlu melakukan protokol ini. Penerapan protkol perlu disiplin tinggi dari semua pihak, baik pengelola, pelanggan atau pengunjung, hingga pembina dan pengawas,” ujarnya dalam web talkshow Sosialisasi Kebijakan dan Simulasi Protokol Kesehatan Bagi Industri Parekraf hari ini.
Perhatikan risiko
Penerapan panduan itu perlu disesuaikan juga dengan tingkat risiko wilayah, risiko penularan, dan dampak ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah daerah juga berperan dalam penerapan panduan dalam mendukung pembukaan kembali aktivitas pariwisata dan ekonomi kreatif.
”Pembukaan aktivitas wisata perlu dilakukan secara bertahap. Bisa dimulai dari yang dampak ekonominya tinggi namun risiko penularan Covid-19-nya rendah. Hal ini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati,” ujar Kurleni.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari menambahkan, pemahaman akan tingkat risiko perlu menjadi perhatian mengingat virus korona jenis baru menular karena aktivitas manusia yang bergerak.
”Protokol ini untuk perlindungan individu dan masyarakat. Untuk individu, kita harus pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, jaga daya tahan tubuh, dan konsumsi gizi seimbang. Untuk kesehatan masyarakat, perlu ada deteksi dan respons bila ada kasus terjadi di tempat kerja atau wisata,” tuturnya.
Ia pun berpesan agar penyedia jasa atau pembina fasilitas yang berkaitan dengan wisata agar secara khusus memastikan tempat kerja atau tempat wisata aman. Kemudian, perlu juga berkoordinasi dengan dinas kesehatan apabila kalau ada kasus penyebaran, sehingga tahu apa yang harus dilakukan.