Pola kemitraan perusahaan eksportir benih dengan pembudidaya lobster sebagai salah satu syarat izin ekspor benih mulai menuai persoalan. Pembudidaya merasa ditinggalkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan ekspor benih bening lobster yang mensyaratkan kemitraan perusahaan eksportir dengan pembudidaya lobster mulai menuai persoalan. Pembudidaya mengeluhkan pola kemitraan yang tidak jelas.
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Permen KP No 12/2020 yang ditetapkan pada 4 Mei 2020 itu menggantikan Permen KP No 56/2016, yang antara lain mengatur larangan penangkapan dan/atau pengeluaran benih lobster.
Berdasarkan Permen KP No 12/2020, pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dari wilayah RI mensyaratkan, antara lain, eksportir benih berhasil membudidayakan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah. Selain itu, benih juga diperoleh dari nelayan kecil yang terdaftar.
Ketua Koperasi Alam Bahari Didi Supardi di Pandeglang, Banten, menuturkan sudah digandeng dua perusahaan eksportir benih lobster untuk bermitra. Bentuknya, memasok benih lobster untuk tujuan ekspor dan pembesaran (budidaya). Dua perusahaan itu adalah PT IPW dan CV NB.
Terkait kerja sama dengan CV NB, 80 lubang keramba jaring apung (KJA) milik Koperasi Alam Bahari di perairan Tanjung Lesung, Selat Sunda, sudah bergeser sekitar 300 meter ke lokasi perairan yang ditentukan perusahaan. Namun, setelah KJA dipindahkan, tidak ada tindak lanjut dari perusahaan.
Didi khawatir, KJA bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu akan terbengkalai dan mangkrak karena tidak diawasi. Bahkan, rawan terseret arus.
Koperasi Alam Bahari sudah lima kali memanen lobster dari KJA tersebut, berukuran 300 gram per ekor dalam lima tahun. Oleh karena itu, pihaknya menerima tawaran perusahaan eksportir benih lobster untuk bermitra dalam budidaya dan pemasokan benih.
”Kami khawatir kemitraan ini bukan malah menguntungkan, tetapi kacau-balau. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau KJA rusak? Kami butuh kepastian. Jika dalam tiga hari tidak ada tindak lanjut (kemitraan), kami kembalikan lagi KJA ke lokasi awal,” katanya saat dihubungi Kompas, Selasa (7/7/2020).
Sementara itu, kemitraan dengan PT IPW tetap berlanjut. Dalam waktu dekat, koperasi berencana memasok pesanan 167.000 benih lobster untuk diekspor. Saat ini, koperasi masih menunggu jadwal pengiriman benih untuk diekspor.
Kami khawatir kemitraan ini bukan malah menguntungkan, tetapi kacau-balau. (Didi Supardi)
Secara terpisah, Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia Effendy Wong mengingatkan, pemerintah perlu memastikan perusahaan eksportir benih lobster memiliki komitmen usaha budidaya. Komitmen ini terkait 70 persen dari benih lobster yang ditangkap untuk budidaya.
Komitmen harus dibuktikan dengan keterbukaan informasi tentang lokasi KJA, jumlah benih yang ditebar, dan produksi yang dihasilkan. Tanpa niat budidaya, kemitraan dikhawatirkan sekadar kamuflase perusahaan untuk memperoleh izin ekspor benih.
”Bagaimana pemerintah mengawasi peruntukan benih untuk budidaya sebesar 70 persen dan sisanya untuk ekspor 30 persen? Kalau belum ada bukti budidaya berhasil, jangan dulu izinkan ekspor benih,” kata Effendy.
Kualitas rendah
Sementara itu, Abdullah, pembudidaya lobster di Telong Elong, Desa Jerowaru, Nusa Tenggara Barat, menyampaikan, harga benih bening lobster semakin tak terjangkau pembudidaya lobster. Pembukaan keran ekspor benih mengakibatkan benih bening sulit dicari dan harganya merangkak naik.
Pembudidaya mengandalkan benih sisa ekspor yang warnanya mulai kehitaman dengan harga lebih murah untuk dibesarkan di KJA.
Harga benih bening lobster pasir saat ini Rp 25.000 per ekor, sedangkan benih bening lobster mutiara Rp 35.000 per ekor. Sementara benih lobster pasir yang mulai kehitaman hanya Rp 3.500-Rp 5.000 per ekor dan benih lobster mutiara yang mulai kehitaman Rp 16.000 per ekor.
”Tidak ada pembudidaya yang sanggup membeli benih bening lobster. Seandainya boleh memilih, kami tentu pilih benih lobster yang bening daripada yang kehitaman,” kata Abdullah.
Ia mengakui kualitas benih lobster yang berwarna kehitaman jauh lebih rendah ketimbang benih bening lobster. Tingkat hidup benih lobster yang kehitaman maksimal 60-70 persen, sedangkan benih bening lobster bisa 80 persen.
Di sisi lain, panen lobster hasil budidaya masyarakat tertahan harga jual lobster yang anjlok. Harga lobster pasir saat ini Rp 250.000 per kilogram (kg), jauh di bawah harga wajar Rp 400.000 per kg. Adapun harga lobster mutiara turun dari Rp 700.000 per kg menjadi Rp 450.000 per kg. (LKT)