IA-CEPA Berpotensi Jadi Katalis Perekonomian di Tengah Pandemi
Akibat adanya Covid-19, kehadiran IA-CEPA semakin penting. Perjanjian ini dapat menjadi ”katapel” pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri, bisnis, hingga usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM menyambut Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) yang berlaku mulai 5 Juli 2020. Perjanjian ini diharapkan menjadi salah satu katalis perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani, Minggu (5/7/2020), mengatakan, IA-CEPA memberikan akses perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Australia. Akses perjanjian ini berperan strategis bagi Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Australia telah membuka seluruh pasarnya bagi Indonesia sehingga berpotensi meningkatkan daya saing seluruh produk ekspor nasional di pasar Australia. Hal ini perlu dibarengi dengan pembinaan dan sosialisasi terkait standar yang ada di Australia beserta cara memenuhinya serta karakteristik pasar Australia.
”Agar pelaku usaha dan industri dapat mengoptimalkan fasilitas dari IA-CEPA, pemerintah mesti mengadakan pembangunan kapasitas, utamanya bagi eksportir skala kecil dan menengah,” katanya.
Agar pelaku usaha dan industri dapat mengoptimalkan fasilitas dari IA-CEPA, pemerintah mesti mengadakan pembangunan kapasitas, utamanya bagi eksportir skala kecil dan menengah.
Selain itu, Shinta menyatakan, reformasi kebijakan ekonomi nasional patut dijaga agar pelaku usaha nasional lebih efisien, produktif, dan berdaya saing menghadapi persaingan dagang dengan produk-produk dan pelaku usaha Australia. Kalau tidak ada perbaikan pada iklim usaha dan investasi dalam negeri, Indonesia dapat kalah saing.
Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (Kopitu) Yoyok Pitoyo mengemukakan, pelaku UMKM antusias memanfaatkan IA-CEPA. UMKM yang tergabung dalam Kopitu telah mempersiapkan diri memasuki pasar Australia, misalnya dengan mengandalkan produk kopi dan furnitur.
Kendati begitu, pelaku UMKM membutuhkan bantuan modal dari pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan IA-CEPA. ”Pelaku UMKM tengah ’berdarah-darah’ mempertahankan bisnisnya di tengah pandemi Covid-19. IA-CEPA dapat menjadi peluang yang prospektif. Namun, realisasi ekspor ke Australia membutuhkan tambahan modal,” katanya.
Yoyok juga menuturkan, Kopitu telah bermitra dengan New Era Institute yang berkantor di Sydney, Australia, sejak awal 2020. Kemitraan ini berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia dan pelaku UMKM.
Direktur Perundingan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini menegaskan, IA-CEPA dapat menjadi katalis ekonomi Indonesia di tengah situasi ini. ”Akibat adanya Covid-19, kehadiran IA-CEPA semakin penting. Perjanjian ini dapat menjadi ’katapel’ pertumbuhan (ekonomi),” ujarnya.
Akibat adanya Covid-19, kehadiran IA-CEPA semakin penting. Perjanjian ini dapat menjadi ’katapel’ pertumbuhan ekonomi.
Menurut Made, salah satu fasilitas dari IA-CEPA adalah kemitraan dalam pengembangan sumber daya manusia antara Indonesia dan Australia. Hal ini dapat menyokong inovasi perbaikan sumber daya manusia sehingga pada saat ekonomi dunia kembali bergeliat, yang diperkirakan pada tahun 2021, Indonesia dapat berdaya saing.
Pemberlakuan IA-CEPA juga membuat tarif bea masuk di kedua negara bernilai nol. Australia dapat menjadi opsi sumber bahan baku bagi importir Indonesia. Bagi eksportir, daya saing produk dapat meningkat di Australia, salah satunya dari sisi harga.
”Bagi UMKM, IA-CEPA dapat memacu peningkatan standar agar bisa mengekspor produknya ke Australia. Australia dapat menjadi batu loncatan bagi UMKM sebelum ekspor ke negara lainnya,” katanya.
Dengan pemberlakuan IA-CEPA, ada tiga peraturan tingkat menteri yang menjadi payung hukum. Ketiga regulasi itu terdiri dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63 Tahun 2020 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia dan Ketentuan Penerbitan Dokumen Keterangan Asal untuk Barang Asal Indonesia dalam IA-CEPA; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2020 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka IA-CEPA; serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan IA-CEPA.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, pemberlakuan IA-CEPA dapat menjadi momentum dan dorongan untuk menjaga kinerja perdagangan serta meningkatkan daya saing Indonesia. Seluruh produk ekspor Indonesia ke Australia dihapuskan tarif bea masuknya.
”Tarif preferensial IA-CEPA ini mesti dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku usaha Indonesia agar ekspor Indonesia meningkat,” tuturnya melalui siaran pers.
Kementerian Perdagangan mencatat, total nilai perdagangan barang Indonesia-Australia pada 2019 sebesar 7,8 miliar dollar AS. Nilai ekspor Indonesia ke Australia pada 2019 sebesar 2,3 miliar dollar AS dan impornya 5,5 miliar dollar AS sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar 3,2 miliar dollar AS.
Pada periode Januari-April 2020, Indonesia masih mengalami defisit perdagangan terhadap Australia senilai 1,1 miliar dollar AS. Nilai ekspor Indonesia pada periode tersebut mencapai 693,8 juta dollar AS atau tumbuh 3,31 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Mayoritas komoditas perdagangan kedua negara itu merupakan bahan baku dan penolong industri, seperti gandum, batubara, bijih besi, aluminium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.