Meski wisatawan mancanegara bulan lalu meningkat tipis dibandingkan sebulan sebelumnya, peningkatannya dinilai belum signifikan memulihkan kondisi industri pariwisata nasional. Pelaku berharap dari turis domestik.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
Pemulihan sektor pariwisata diperkirakan masih akan memakan waktu lama sepanjang penanganan pandemi Covid-19 belum maksimal. Meskipun mulai ada peningkatan tipis dari April ke Mei 2020, kunjungan wisatawan mancanegara dinilai belum signifikan memulihkan kondisi industri pariwisata.
Melihat perkembangan kondisi terkini, pelaku industri pariwisata pun lebih banyak berharap pada wisatawan domestik. Pemerintah disarankan terlebih dahulu menyusun strategi pemulihan untuk menggaet kunjungan wisatawan Nusantara dan menggenjot perjalanan dinas pemerintah dibandingkan dengan menyasar kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang Mei 2020, ada 163.646 wisman yang berkunjung ke Indonesia. Angka kunjungan itu naik 3,1 persen dibandingkan dengan kondisi sebelumnya pada April 2020 dengan 158.718 kunjungan.
Para wisman terpantau paling banyak datang melalui pintu masuk laut, yakni sebanyak 48.440 kunjungan, dan pintu masuk darat sebanyak 114.720 kunjungan. Adapun kunjungan dari pintu masuk udara hanya tercatat 489 orang. Pelabuhan di Batam, Kepulauan Riau, dan pos perbatasan di Aruk, Kalimantan Barat, tercatat paling banyak menerima kedatangan wisman.
Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi dan Pariwisata BPS Titi Kanti, Rabu (1/7/2020), mengatakan, mayoritas wisman yang datang pada Mei 2020 berasal dari Malaysia. Selain Malaysia, kunjungan wisman paling banyak adalah dari Timor Leste. Mereka umumnya warga negara Indonesia (diaspora dan pekerja migran) yang sudah lama tinggal di luar negeri, tetapi pulang untuk momentum Lebaran.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, meskipun ada kenaikan tipis, kunjungan wisman terpantau masih turun drastis di hampir semua pintu masuk. Jika dibandingkan dengan kondisi Mei tahun lalu dengan 1,25 juta kunjungan, penurunan pada Mei 2020 ini mencapai 86,9 persen. ”Pemerintah sudah mulai melakukan langkah recovery, tetapi tampaknya akan tetap membutuhkan waktu,” katanya.
Kunjungan wisman diperkirakan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali meningkat. Sebab, hal itu bergantung pada kebijakan bepergian di masing-masing negara. Oleh karena itu, geliat pariwisata ke depan lebih banyak diwarnai kunjungan wisatawan Nusantara. Namun, BPS belum merampungkan analisis data terkait kunjungan wisatawan domestik ini.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran berpendapat, meskipun ada kenaikan tipis kunjungan wisman, pelonggaran PSBB belum banyak menggerakkan lagi sektor pariwisata. Peningkatan kunjungan wisman selama Mei 2020 dinilainya kurang signifikan karena bukan berasal dari wisatawan yang datang untuk berwisata di Indonesia.
Peningkatan itu tidak banyak berdampak pada tingkat okupansi hotel dan penginapan. PHRI mencatat, sejak PSBB dilonggarkan, peningkatan tingkat okupansi hotel sangat tipis. Tingkat okupansi rata-rata nasional saat ini masih 10 persen dan didominasi oleh wisatawan domestik, bukan wisman.
”Rata-rata mereka keluarga yang sudah bosan di rumah saja, dan tempatnya pun tidak jauh, seperti dari Jakarta ke kawasan Puncak, atau orang Pekanbaru ke Sumatera Barat,” katanya.
Ia menyarankan, pemulihan tahap awal untuk sektor pariwisata tidak langsung menyasar kunjungan wisman, tetapi wisatawan domestik. Geliat sektor pariwisata juga bisa didukung lewat belanja pemerintah, seperti rapat-rapat atau perjalanan dinas.
”Kalau mau bicara pemulihan, tidak usah muluk-muluk dulu. Fokus saja ke wisatawan domestik dan peran pemerintah sendiri untuk mendorong pergerakan,” katanya.
Pengendalian Covid-19
Maulana berpendapat, pemulihan sektor pariwisata tidak lepas dari perkembangan penanganan Covid-19. Dengan kasus yang masih belum menurun, membuka kembali industri pariwisata akan riskan. Tugas dan tantangan pertama saat ini dimulai dengan menyosialisasikan protokol kesehatan baru dan mengubah kebiasaan masyarakat.
”Ini yang berat. Tetapi, saya yakin, kalau protokol itu bisa diterapkan dan mindset masyarakat bisa diubah, wisman pun pasti akan pelan-pelan berdatangan,” katanya.
Saat ini, sejumlah negara mulai membuka kembali sektor pariwisatanya. Negara-negara Uni Eropa, misalnya, akan mengizinkan warga negara mereka untuk bepergian ke sejumlah negara yang dianggap sudah aman untuk dikunjungi. Namun, Indonesia tidak termasuk di dalamnya karena dinilai belum aman.
Indonesia sendiri berencana membuka travel bubble atau perjanjian berwisata ke empat negara, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Keempat negara itu termasuk yang paling banyak menyumbang wisman ke Indonesia selama ini serta memiliki relasi investasi dan dagang dengan Indonesia. Namun, rencana ini masih diproses dan bisa berubah sesuai kondisi perkembangan pandemi.